Syariah

Apakah Zakat Profesi Bagian dari Zakat Mal?

Sel, 30 April 2024 | 19:00 WIB

Apakah Zakat Profesi Bagian dari Zakat Mal?

Zakat profesi apakah termasuk zakat mal? (NU Online).

Dalam pondasi agama Islam, terdapat satu ibadah pokok bernama zakat. Setara dengan shalat, haji, puasa, menunaikan zakat termasuk dalam rukun Islam. Demikian juga pada hukumnya, yakni fardhu ain (kewajiban personal).
 

Perintah wajibnya menunaikan zakat dapat dilihat dalam ayat Al-Qur’an:
 

وَجَعَلْنٰهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا وَاَوْحَيْنَآ اِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرٰتِ وَاِقَامَ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءَ الزَّكٰوةِۚ وَكَانُوْا لَنَا عٰبِدِيْنَۙ
 

Artinya, “Kami menjadikan mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk atas perintah Kami dan Kami mewahyukan kepada mereka (perintah) berbuat kebaikan, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, serta hanya kepada Kami mereka menyembah.” (QS Al-Anbiya’: 73).
 

Secara garis besar, sebagian ulama membagi zakat menjadi dua bagian. Pertama adalah zakat badan atau familiar dikenal dengan zakat fitrah. Zakat ini tidak bergantung pada harta, melainkan pada perkara yang lazim dibutuhkan pada suatu daerah seperti makanan pokok beras, gandum, jagung dan lainnya. 
 

Kedua ialah zakat mal. Zakat ini dibagi kembali menjadi dua bagian. Sesuatu yang berkaitan dengan harta dan harga, yaitu harta dagangan. Kemudian yang kedua berkaitan dengan materi (ain).
 

Zakat ain dibagi menjadi tiga jenis zakat, pertama hewan seperti sapi; kedua permata seperti emas dan perak; ketiga tumbuh-tumbuhan seperti makanan pokok. (Muhyiddin An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Maktabah Islami: 1991], juz II, halaman 150).
 

Dewasa ini, ulama kontemporer memiliki ijtihad menambahkan satu lagi jenis zakat yang tidak ada pada era dulu, yakni ‘zakat profesi’ yang dilandasi pada konsep mal mustafad. Syekh Wahbah dalam Al-Fiqhul Islami menjelaskan:
 

والدخل الذي يكسبه كل من صاحب العمل الحر أو الموظف ينطبق عليه فقها وصف المال المستفا


Artinya, “Hasil atau upah dari pekerja baik secara fisik maupun non fisik mencakup pada sifat Mal Al-Mustafad (penghasilan)." (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islamiwa Adillatuhu, [Beirut, Dar El-Fikr: 1985], juz II, halaman 1948).
 

Menunaikan zakat mustafad (penghasilan) sudah ada sejak zaman Nabi saw, namun tidak secara eksplisit masuk dalam kategori wajib zakat. Hal ini dapat dilihat pada salah satu hadits yang ada dalam Sunan At-Tirmidzi.
 

وقد روي عن غير واحد من أصحاب النبي ﷺ أن لا زكاة في المال المستفاد حتى يحول عليه الحول، وبه يقول مالك بن أنس والشافعي وأحمد وإسحاق
 

Artinya, “Diriwayatkan dari salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. bahwa menzakati Mal Al-Mustafad harus mencapai satu haul. Riwayat ini juga diucapkan oleh Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Ishaq”. (HR At-Tirmidzi).
 

Wacana mengenai kewajiban menunaikan zakat profesi dimulai ketika Yusuf Qardhawi mengangkat tema zakat profesi pada kitab Fiqh Zakatnya. Beberapa lembaga yang menaungi fatwa di berbagai negara turut andil mewajibkan zakat profesi seperti Majelis Fatwa Indonesia (MUI) yang tertuang pada Fatwa No. 03 Tahun 2003.
 

Mengawali penjelasannya mengenai zakat, Yusuf Qaradhawi memaparkan dua macam profesi yang terkena tuntutan zakat profesi. Pertama adalah profesi yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung orang lain, berkat kemampuan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya. 
 

Kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang yang diperuntukan pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium. (Yusuf Qaradhawi, Fiqhuz Zakat, [Arab, Maktabah Wahbah: 2007], halaman 768).

 

Teknis Menunaikan Zakat Profesi

Pada dasarnya, zakat profesi baru digaungkan kewajibannya akhir-akhir ini. Masyarakat luas bingung, jika memang benar diwajibkan, lalu masuk pada kategori apa zakat profesi.
 

Ulama kontemporer seperti Wahbah Az-Zuhaili dan lainnya mengategorikan zakat profesi masuk pada zakat mal, atau lebih tepatnya identik dengan zakat pertanian. Persamaannya adalah suatu penghasilan atau gaji berturut-turut baik rutin perbulan maupun tidak, penghasilan itu wajib dizakati, sama halnya dengan ketika buah atau tanaman siap panen, maka wajib disegerakan untuk dizakatkan. Syekh Wahbah menjelaskan dalam Al-Fiqhul Islami
 

وبذلك يتساوى أصحاب الدخل المتعاقب مع الفلاح الذي تجب عليه زكاة الزروع والثمار بمجرد الحصاد والدياس
 

Artinya, “Dengan demikian, penerima penghasilan berturut-turut sama dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat hasil panen dan buah-buahan segera setelah dipanen dan dipanen.” (Az-Zuhaili, III/1949).
 

Untuk nisab dari zakat profesi disamakan dengan zakat emas dan perak yaitu 200 mitsqal atau 85 gram. Jika di kurskan per hari ini, maka ketika gaji seseorang telah mencapai  Rp. 101.573.130 wajib mengeluarkan 2,5% dari total gaji tersebut. 
 

Terkait waktu mengeluarkan zakat profesi, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan harus menunggu haul atau satu tahun seperti hadits di atas atau ketika sudah mencapai satu nishab sebelum satu tahun harus segera dikeluarkan sama seperti zakat pertanian." (Az-Zuhaili,III/1949).
 

Namun realitanya, zakat profesi tetap menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Sangat disayangkan, perhitungan atas zakat profesi yang tersebar merupakan perhitungan yang mencakup pengeluaran bruto. Dalam artian seluruh gaji seseorang tanpa potongan sepeserpun wajib dizakati. Padahal, Yusuf Qaradhawi menyarankan dalam menunaikan zakat profesi harus pada pengeluaran netto, yaitu pengeluaran yang sudah dipotong kebutuhan primer.
 

المسلك الثَّانِي: مَا قَالَهُ مَكْحُولُ: إِذَا كَانَ لِلرَّجُلِ شَهْرٌ يُزَكِّي فِيهِ، فَأَصَابَ مَالاً فَأَنفَقَهُ فَلَيسَ عَلَيْهِ زَكَاةً مَا أَنفَقَهُ، وَلَكِن مَا وَافَى الشَّهْرَ الَّذِي يُزَكِّى فِيهِ مَا لَهُ زَكَاهُ, فَإِن كَانَ لَيسَ لَهُ شَهرُ يُزَكِّي فِيهِ فَاسْتَفَادَ مَالاً فَلْيُزَكِهِ حِينَ يَسْتَفِيدُهُ
 

Artinya, “Cara kedua, seperti yang dikatakan Makhul: "Ketika gaji satu bulan seseorang digunakan untuk kebutuhan primer, maka tidak diwajibkan membayar zakat. Akan tetapi jika tetapi ketika sisa dari kebutuhan primer mencukupi nisab maka wajib menunaikan zakat.” (Dikutip dari buku Syarah Fathul Qarib Diskursus Ubudiyah, [Malang, Ma’had Aly UIN Malang: 2020], juz II, halaman 829).
 

Kesimpulannya, menurut Syekh Wahbah zakat profesi termasuk pada zakat mal yakni identik dengan zakat pertanian. Nishabnya sama seperti emas dan perak, serta pengeluarannya merupakan pengeluaran netto yang sudah dipotong kebutuhan primer. Bisa menunggu satu haul maupun tanpa perlu menunggu satu haul. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso dan Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA