Tafsir

Tafsir Surat Ad-Dhuha ayat 9 dan 10: Pendidikan Anak Yatim

Ahad, 4 September 2022 | 06:00 WIB

Tafsir Surat Ad-Dhuha ayat 9 dan 10: Pendidikan Anak Yatim

Tafsir surat Ad-dhuha ayat 9 dan 10 tentang pendidikan anak yatim

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat ad-Dhuha ayat 9 dan 10:
 

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ (9) وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ (10)


(9) fa ammal-yatīma fa lā taqhar (10) wa ammassā`ila fa lā tanhar.

Artinya, "(9) Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. (10) Terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik."


Ragam Tafsir Surat Ad-dhuha Ayat 9 dan 10 

Syekh Jalaluddin al-Mahali menafsirkan ayat ke 9 ini dengan makna: "Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang dengan mengambil hartanya atau selainnya." Imam As-Shawi menjelaskan dalam Hasyiyah as-Shawi ala Tafsiril Jalalain: "Seperti kebiasaan orang Arab memperlakukakan harta anak yatim, yakni mengambil harta-harta mereka dan menzalimi hak-haknya. Selanjutnya As-Shawi menafsirkan "fa lā tanhar atau janganlah engkau menghardik", dengan makna: "Adakalanya memberinya makan atau menolaknya dengan lembut. (Jalaluddin al-Mahalli dan Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Tafsir Jalalain dan Hasyiyah As-Shawi, [Surabaya, Darul 'Ilmi], juz IV, halaman 439).
 

Syekh Nawawi Al-Jawi menafsirkan ayat ke-9 "fa ammal yatīma fa lā taqhar" dengan makn​​​​​​a: ​"Jangan kau rendahkan anak yatim. Dulu engkau juga seorang yatim." Ini sebagaiamana dikatakan oleh imam Mujahid. Atau: "Jangan engkau kuasai harta yatim." Kata "fa lā taqhar" dibaca "فلا تكهر" fa lā takhar, maksudnya: "Janganlah engkau bermuka masam kepada anak yatim".
 

Adapun pada ayat ke-10 Syekh Nawawi ​​​​​​​menafsirkan: "Janganlah berkata kasar kepada orang yang meminta-minta, akan tetapi tolaklah dengan halus dan lembut." Menurut beliau yang dikehandaki dari kata "sā`il" adalah orang yang meminta secara mutlak. Syekh Nawawi menyebutkan riwayat, bahwa Imam al-Hasan memilih makna "sā`il" dengan orang yang bertanya atau meminta ilmu. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, al-Hidayah], juz II, halaman 453).
 

Syekh Wahbah Zuhaili mengatakan dalam tafsirnya, dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi dengan sebagian akhlak sosial. Beliau berkata: "Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang". Maksudnya adalah: "Seperti halnya engkau dulu yatim kemudian Allah melindungimu maka, jangan engkau merendahkan, melemahkan dan menguasai anak yatim dengan kezaliman karena kelemahannya. Melainkan sampaikan haknya, berbuat bagus dan lembut terhadapnya. Ingatlah keyatimanmu." Karena itu Rasullah saw berbuat baik kepada yatim dan berwasiat untuk berbuat baik kepada yatim.
 

Selanjutnya Syekh Wahbah menjelaskan ayat ke 10 dengan makn​​​​​​​a: "​​​​​​Janganlah engkau menghardik orang yang meminta petunjuk ilmu dan meminta harta, serta janganlah engkau mencegahnya, melainkan berikanlah atau tolaklah dengan baik." (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, At-Tafsir Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 286).
 

Syekh Musthafa al-Maraghi berkata dalam tafsirnya:
 

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ، أي لا تقهر اليتيم ولا تستذله، بل ارفع نفسه بالأدب، وهذّبه بمكارم الأخلاق، ليكون عضوا نافعا فى جماعتك، لا جرثومة فساد يتعدى أذاها إلى كل من يخالطها من أمتك


Artinya, "Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang." Maksudnya: "Janganlah engkau sewenang-wenang dan merendahkan anak yatim. Melainkan tinggikan jiwamu dengan adab dan didiklah mereka dengan akhlak mulia, supaya mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak menjadi pangkal kejahatan yang merusak orang-orang yang bergaul dengannya dari umatmu." (Ahmad bin Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matba'ah Musthafa al-Babi al-Halabi: 1365H/1946M], juz XXX, halaman 178).


Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
​​​​​​​