Bahtsul Masail

Bagaimana Pembagian Warisan Istri yang Meninggalkan Utang?

Jum, 7 Desember 2018 | 05:00 WIB

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU, ada yang ingin saya tanyakan perihal warisan. Saya dan almarhum istri saya menikah selama 14 tahun dan tidak memiliki anak. Setelah setahun almarhumah istri saya meninggal dunia, tiba-tiba kakak ipar laki-laki (kakak dari almarhumah istri) saya menanyakan harta gana-gini dari pernikahan saya dan almarhumah istri saya.

Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana hukum waris dalam Islam untuk hal ini, almarhumah istri saya masih memiliki kedua orang tua dan satu orang kakak laki-laki? Ternyata almarhum istri saya memiliki sangkutan pinjaman uang dengan orang tuanya tanpa sepengetahuan saya, setelah kedua ortunya memberitahu ke saya dan saya diminta untuk melunasinya. Apakah saya wajib melunasinya? Demikian pertanyaan dari saya, sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Assalamu 'alaikum wr. wb. (Febrianto/085959560xxx).

Jawaban
Wa'alaikum salam wr. wb.
Pertama, hukum waris Islam sudah mengatur pembagian warisan (furudhul muqaddarah), termasuk bila di dalamnya ada harta gana-gini. Harta gana-gini adalah harta atau hasil usaha bersama (kedua belah pihak) suami-istri, yakni harta yang diperoleh bersama-sama suami-istri selama dalam pernikahan, bukan harta yang dipunyai sebelum pernikahan berlangsung.

Pemberian harta gana-gini kepada suami/istri diperbolehkan dengan cara: bila harta gana-gini bisa dibedakan bagiannya, maka masing-masing suami-istri mempunyai bagian sesuai dengan prosentasenya/usahanya; bila bagian gana-gininya tidak bisa dibedakan maka dilakukan dengan jalan perdamaian di antara para ahli waris (dalam kasus ini, ayah, ibu, dan suami), tidak atas ketentuan dari nash Al-Quran dan Sunnah.

Dalam pembagian harta warisan, maka boleh harta gono gini diambil bagiannya oleh suami/isteri baru kemudian yang murni harta suami/istri yang meninggal dunia tersebut dibagikan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan bagian warisan (furudhul muqaddarah).

Bagian warisan dalam kasus yang ditanyakan ini sebagai berikut: ahli waris (AW): 1) suami: 1/2 (setengah); 2) ayah: ashabah (sisa); 3) ibu: 1/6 (seperenam); 4) seorang saudara laki-laki (tidak mendapat bagian sama sekali karena terhijab/terhalang oleh ayah).

Misalnya, istri yang meninggal dunia tersebut meninggalkan harta warisan selain harta gana-gini, sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), maka bagian masing-masing sebagai berikut: asal masalah: 6. Berikut bagian masing-masing sebelum diketahui/dikurangi utang almarhum istri.

Ahli waris yang mendapat bagian: (1) suami (3 bagian): 1/2 x Rp 100.000.000,- = Rp50.000.000,-; (2) ibu (1 bagian): 1/3 x Rp 50.000.000,- = Rp16.666.666,- dibulatkan menjadi Rp 16.666.700,-; Total bagian suami + bagian Ibu = Rp 66.666.700,- (3) ayah (2 bagian): sisanya: Rp.100.000.000,- - Rp66.666.700,- =Rp33.333.300,-.

Andaikan utang istri (almarhum) itu Rp. 20.000.000,-, maka sebenarnya harta warisan tinggal Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta): Maka bagian sesungguhnya adalah: (1) suami (3 bagian): 1/2 x Rp 80.000.000,- = Rp40.000.000,-; (2) ibu (1 bagian): 1/3 x Rp 40.000.000,- = Rp13.333.333,- dibulatkan menjadi Rp 13.333.400,-; Total bagian suami + bagian Ibu = Rp. 53.333.400,- (4) ayah (2 bagian): sisanya: Rp.100.000.000,- - Rp53.333.400 =Rp26.666.600,-.

Dengan demikian, maka suami hanya berkewajiban mengembalikan sejumlah uang Rp 10.000,000- untuk membayarkan utang almarhum istrinya kepada kedua orang tuanya itu.

فأما الزوج فله فرضان النصف وهو إذا لم يكن معه ولد ولا ولد ابن... وأما الأم فلها ثلاثة فروض:... والفرض الثالث ثلث ما يبقى بعد فرض الزوجين: وذلك في مسألتين في زوج وأبوين أو زوجة وأبوين للأم ثلث ما يبقى بعد فرض الزوجين والباقي للأب...

Artinya, ”Suami mempunyai dua bagian: Bagian separuh (1/2) yaitu bila ia tidak bersama anak laki-laki dan tidak pula bersama anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari mayit).... Adapun ibu, ia mempunyai tiga bagian:... Bagian ketiga adalah sepertiga bagian warisan yang tersisa setelah dibagikan kepada suami-istri. Bagian ini ada dalam dua masalah, yaitu dalam kasus ahli waris terdiri dari suami dan kedua orang tua (ayah dan ibu) atau kasus ahli waris terdiri dari istri dan kedua orang tua (ayah dan ibu), maka bagian ibu adalah sepertiga (1/3) bagian dari sisa bagian warisan bagi suami/istri, sedangkan sisanya bagi ayah,” (Lihat Asy-Syairâzî, Al-Muhadzdzab fî Fiqhil Imâmis Syâfi‘î, [Surabaya, Al-Hidayah: tana tahun], juz II, halama 25-26).

Kedua, utang tersebut wajib dibayarkan. Pada dasarnya utang tersebut wajib dibayarkan segera (langsung) dari harta peninggalan (harta warisan) istri sebelum harta peninggalan ini dibagikan kepada ahli waris. Oleh karena dalam kasus ini, harta warisan istri sudah dibagikan terlebih dahulu sebelum utangnya dibayar, maka total utang tersebut dibayar dari bagian warisan yang telah diterima oleh masing-masing ahli waris.

Artinya, bagian warisan yang sudah diterima oleh masing-masing ahli waris, diambil kembali sesuai prosentase bagian warisan, untuk membayar jumlah total utang, yang seharusnya dibayar terlebih dahulu dari harta warisan sebelum dibagikan kepada ahli waris tersebut.

Dengan demikian, dalam kasus ini, utang istri tersebut, tidaklah wajib ditanggung pembayarannya secara penuh oleh suami. Melainkan ditanggung bersama, disesuaikan prosentase bagian warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris penerima warisan.

Imam An-Nawawi menjelaskan:

حقوق واجبة في التركة قبل توزيع الميراث. توجد في التركة حقوق واجبة على الفور، إما لأنها متعلقة بحقوق للنيت نفسه أو بحقوق للغير عليه، أو بأمر أوصى به هو، يلزم تنفيذه قبل توزيع الميراث...فيحصر هذه الحقوق في الحقوق الثلاثة التالية: ...۲- قضاء الديون التي عليه: وهي إما ديون الله تعالى، أو ديون للناس، وتقدم ديون الناس لتعلق حقوقهم بها، ولاشتغال ذمته بها

Artinya, ”Hak-hak yang wajib ditunaikan dalam harta peninggalan sebelum pembagian harta waris. Dalam harta peninggalan terdapat hak-hak yang wajib ditunaikan langsung (segera), adakalanya karena hak-hak itu berkaitan dengan hak-hak mayit itu sendiri atau hak-hak orang lain yang menjadi tanggungjawab si mayit, atau berkaitan dengan perintah yang ia wasiatkan, yang itu wajib dilaksanakan sebelum pembagian harta waris.... Hak-hak ini terangkum dalam tiga hak-hak berikut: ...2. Membayar utang yang menjadi tanggung jawabnya: utang tersebut bisa merupakan utang-utang terhadap Allah Taala, atau utang-utang kepada manusia. Utang piutang kepada manusia didahulukan pembayarannya–dari pembagian warisan–karena hak-hak mereka bergantung pada utang tersebut, dan kesibukan (beban) atas mayit untuk melunasi hak-hak tersebut,” (Lihat An-Nawawî, Kitâb Al-Majmû‘ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah, Maktabah Al-Irsyâd: tanpa tahun], juz XVII, halaman 76-77).

Wallahu a’lam bishawab.

Demikian penjelasan ini semoga dapat dipahami dengan baik. Kami terbuka dalam menerima masukan dari pembaca yang budiman.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, 
Wassalamu ’alaikum wr.wb.


(Ahmad Ali MD)