Bahtsul Masail

Bolehkah Menunaikan Umrah dengan Cara Berutang?

Jumat, 8 April 2016 | 22:30 WIB

Assalamu’alaikum wr. wb
Pengasuh Rubrik Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Kami hendak menanyakan tentang berutang untuk menunaikan ibadah umrah. Mulai berangkat umrah sampai kembali ke tanah air hanya empat belas hari, tetapi mengangsur utangnya sampai setahun. Umrah yang hukumnya sunah malah menimbulkan perkara wajib, yaitu membayar utang. Jika demikan bagaimana hukumnya berutang untuk menunaikan ibadah umrah? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. 
Wassalamu’alaikum wr. wb. (Shohibul Miftah/Kartosuro)

Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa salah satu syarat haji maupun umrah adalah istitha’ah, atau adanya kemampuan untuk menunaikannya. Dengan kata lain, orang yang tidak memiliki kemampuan tidak terkena kewajiban haji atau kesunahan umrah. 

Pertanyaannya adalah siapakah orang yang masuk kategori mampu? Apakah bisa dikategorikan sebagai orang yang mampu, seseorang yang dalam berhaji atau berumrah dengan cara berutang? Dalam konteks ini, ada penjelasan menarik dari penulis kitab Mawahib al-Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil yang kami anggap cukup memadai untuk dijadikan acuan dalam menjawab pertanyaan di atas.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa jika ada seseorang tidak bisa sampai ke Makkah kecuali dengan cara berutang, sedangkan ia sebenarnya tidak mampu membayarnya, maka dalam konteks ini ia tidak wajib berhaji. Ini adalah pandangan yang telah disepakati para ulama.

Berbeda ketika orang tersebut mampu membayar utangnya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang mampu. Karenanya, ia wajib melaksanakan haji meskipun dengan cara berutang. Sebab, kemampuan dia untuk membayar utang menyebabkan ia dianggap sebagai orang yang sudah istitha’ah (memiliki kemampuan).

مَنْ لَا يُمْكِنُهُ الْوُصُولُ إِلَى مَكَّةَ إِلَّا بِأَنْ يَسْتَدِينَ مَالًا فِي ذِمَّتِهِ وَلَا جِهَةَ وَفَاءٍ لَهُ فَإِنَّ الْحَجَّ لَا يَجِبُ عَلَيْهِ لِعَدَمِ اسْتِطَاعَتِهِ وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَأَمَّا مَنْ لَهُ جِهَةُ وَفَاءٍ فَهُوَ مَسْتَطِيعٌ إِذَا كَانَ فِى تِلْكَ الْجِهَةِ مَا يُمْكِنُهُ بِهِ الْوُصُولُ إِلَى مَكَّةَ


“Barang siapa yang tidak mungkin bisa sampai ke Makkah kecuali dengan berutang dan ia tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya, maka ia tidak wajib haji karena ketidakmampuannya. Ini adalah pandangan yang disepakati para ulama. Adapun orang yang bisa mampu membayarnya, maka dikategorikan sebagai orang yang mampu seandainya ketika ia berutang memungkin baginya untuk bisa sampai ke Makkah”. (Al-Haththab ar-Ru’aini, Mawabib al-Jalil Syarhu Mukhatshar al-Khalil, Bairut-Daru ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M, juz, III, h. 468)

Berpijak dari penjelasan di atas, maka hemat kami berutang untuk menjalankan umrah sebenarnya tidak ada persoalan sepanjang orang tersebut diyakini akan mampu membayarnya. Dan ia termasuk kategori sebagai orang yang istitha’ah, sedangkan istitha’ah itu sendiri adalah salah satu syarat dalam umrah sebagaimana dijelaskan di muka. 

Lain halnya, jika seseorang berutang untuk menunaikan ibadah umrah padahal ia tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya. Maka dalam hal ini jelas ia memaksakan diri, padahal ia bukan masuk kategori orang yang istitha’ah.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Bagi orang yang punya niat menunaikan ibadah umrah sebaiknya jangan dengan berutang, meskipun ia mampu membayarnya, tetapi kumpulkan biaya dulu dengan cara menabung. Sebab, resiko berutang itu sangat besar. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca. 

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb

(Mahbub Ma’afi Ramdlan)