Bahtsul Masail

Hukum Baca Surat An-Nas Sesaat Sebelum Shalat

Rab, 24 Januari 2018 | 10:04 WIB

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang kami hormati, sebelumnya saya mohon maaf. Kami akan menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh imam dan makmum. Ketika berdiri hendak melaksanakan shalat sebelum niat pada takbiratul ihram mereka selalu membaca surat An-Nas. Adakah para ulama dari kalangan Ahlissunah menjelasakan soal ini? Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Wahid/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Di kalangan masyarakat Muslim Indonesia memang sering kita menjumpai imam atau makmum sebelum mengerjakan shalat atau memulai takbiratul ihram membaca Surat An-Nas. Apa yang dilakukan imam atau makmum tersebut tidak dengan serta kita memberikan vonis keliru.

Shalat merupakah salah satu media komunikasi antara hamba dan Allah SWT. Di dalam shalat diperlukan kekhusyukan dan ketundukan kepada-Nya. Kebersihan hati dari hal-hal tidak baik, bisikan-bisikan setan, dan rasa was-was. Singkatnya ketika mulai melakukan menjalankan shalat, maka hati kita sudah sepatutnya hadir tertuju kepada Allah SWT.

Lantas apa hubungannya dengan membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita melihat kembali kandungan Surat An-Nas. Hal ini sangat penting sebagai pintu masuk untuk memahami kenapa imam atau makmum sebelum menjalankan shalat membaca Surat An-Nas.

Di antara salah kandungannya adalah perintah Allah kepada manusia untuk berlindung dari segala macam godaan yang masuk ke dalam jiwa manusia baik dari setan maupun dari manusia. Sebab, setan acap kali membisikkan keraguan dengan cara yang sangat halus. Dalam konteks shalat, bujukan dan rasa was-was tersebut jelas akan mengganggu sehingga mesti disingkirkan jauh-jauh dari jiwanya.

Abu Hamid Al-Ghazali seorang ulama besar dari kalangan Ahlissunah dalam kitab Bidayatul Hidayah menyinggung soal membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat dalam Bab Etika Shalat.

Menurut Al-Ghazali, pembacaan Surat An-Nas dilakukan dalam rangka untuk berlindung dari bisikan setan dengan surat tersebut. Karena itu ia menganjurkan untuk membacanya ketika berdiri sebelum menjalankan shalat.

فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ طَهَارَةِ الْخَبَثِ وَطَهَارَةِ الْبَدَنِ وَالثِّيَابِ وَالْمَكَانِ وَمِنْ سَتْرِ الْعَوْرَةِ مِنَ السُّرَةِ إِلَى الرُّكْبَةِ فَاسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ قَائِمًا مُزَاوِجًا بَيْنَ قَدَمَيْكَ بِحَيْثُ لَا تَضُمُّهُمَا وَاسْتَوِ قَائِمًا ثُمْ اقْرَأْ: "قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ..."تَحَصُّنًا بِهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. وَاحْضُرْ قَلْبَكْ مَا أَنْتَ فِيهِ وَفَرِّغْهُ مِنَ الْوَسْوَاسِ...."

Artinya, “Apabila telah selesai membersihkan kotoran dan najis yang ada di badan, pakaian, dan tempat shalat, dan telah menutup aurat dari pusar sampai dengkul, maka menghadap kiblat dengan berdiri dengan kaki yang lurus tetapi tidak dirapatkan sedangkan engkau berada dalam posisi tegak. Lalu bacalah Surat An-Nas untuk berlindung dari setan yang terkutuk. Hadirkan hatimu ketika itu. Kosongkan pula hatimu dari bisikan dan rasa was-was,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, cetakan keempat, 2006 M, halaman 46).

Berangkat dari penjelasan singkat ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketika imam atau makmum berdiri hendak menjalankan shalat membaca Surat An-Nas titik tekannya adalah dalam rangka untuk berlindung dari bisikan setan dengan surat tersebut, agar ketika menjalankan shalat diharapkan bisa khusyuk dan tenang.

Hal penting lain yang harus digarisbawahi di sini adalah bahwa pembacaan tersebut dilakukan di luar shalat, dan bukan juga termasuk syarat sahnya shalat. Di samping tidak ada larangan yang secara tegas baik dari Al-Qur`an maupun hadits untuk membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat.

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)