Bahtsul Masail

Hukum Kenduri Sambut Jamaah Haji

Jum, 16 September 2016 | 11:05 WIB

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik, beberapa tetangga saya tengah menunaikan ibadah haji. Dalam waktu dekat ini mereka akan kembali ke kampung halaman. Sementara pihak keluarganya yang ditinggalkan tengah mempersiapkan selamatan untuk menyambut anggota keluarga mereka yang berangkat haji. Pertanyaan saya, apa hukumnya mengadakan selamatan menyambut kepulangan orang haji? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Muslim/Depok).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Dalam masyarakat Arab, selamatan memiliki banyak istilah. Ada selamatan kelahiran anak, selamatan perkawinan, selamatan bangun rumah, selamatan secara umum atau syukuran, dan banyak selamatan lainnya. Hampir semua ada istilahnya secara khusus. Tetapi masyarakat Arab menyebut selamatan secara umum dengan istilah “walimah”.

Perihal selamatan dalam rangka menyambut kedatangan orang dari perjalanan jauh, khazanah fikih menyebutnya dengan istilah “naqi’ah”. Salah satu rujukan yang disebutkan di sini adalah keterangan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam karyanya Asnal Mathalib berikut ini.

( وَلِلْقُدُومِ ) مِنْ السَّفَرِ ( نَقِيعَةٌ ) مِنْ النَّقْعِ وَهُوَ الْغُبَارُ أَوْ النَّحْرُ أَوْ الْقَتْلُ ( وَهِيَ مَا ) أَيْ طَعَامٌ ( يُصْنَعُ لَهُ ) أَيْ لِلْقُدُومِ سَوَاءٌ أَصَنَعَهُ الْقَادِمُ أَمْ صَنَعَهُ غَيْرُهُ لَهُ كَمَا أَفَادَهُ كَلَامُ الْمَجْمُوعِ فِي آخِرِ صَلَاةِ الْمُسَافِرِ

Artinya, “(Untuk kenduri sambutan kedatangan) dari perjalanan (disebut naqi‘ah) berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau pemotongan. (Naqi‘ah itu suatu) makanan (yang dihidangkan dalam jamuan upacara penyambutan) terlepas dari jamuan itu disediakan oleh pihak yang datang atau orang lain. Hal ini disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ di akhir bab shalat musafir,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhir Raudhatit Thalib, juz 15, halaman 407).

Ulama Syafi’iyah cenderung menganjurkan umat Islam untuk mengadakan walimah atau selamatan. Karena selamatan merupakan bentuk kebahagiaan yang dianjurkan untuk diungkapkan kepada publik. Karenanya hukum selamatan atau kenduri menyambut kedatangan bagi mereka adalah sunah. Buku Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar karya Syekh Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini menyebutkannya sebagai berikut.

فصل والوليمة على العرس مستحبة والإجابة إليها واجبة إلا من عذر الوليمة طعام العرس مشتقة من الولم وهو الجمع لأن الزوجين يجتمعان وقال الشافعي والأصحاب الوليمة تقع على كل دعوة تتخذ لسرور حادث كنكاح أو ختان أو غيرهما

Artinya, “Kenduri perkawinan (walimah) itu dianjurkan. Sedangkan hukum memenuhi undangan kenduri itu wajib kecuali bagi mereka yang udzur. Kata ‘walimah’ sendiri merupakan pecahan kata ‘walam’ yang maknanya berkumpul karena pasangan suami istri terhubung dalam satu ikatan perkawinan. Walimah sendiri, kata Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah, adalah sebutan untuk undangan kenduri apa saja yang diadakan sebagai wujud ungkapan kebahagiaan seperti perkawinan, khitanan, dan lain sebagainya,” (Lihat Syekh Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar, Darul Basya’ir, Damaskus, Tahun 2001, Cetakan Ke-9, Halaman 444).

Hanya saja para ulama Syafi’iyah memberikan batasan terkait perjalanan seperti apa yang dianjurkan untuk diadakan selamatan penyambutan atau naqiah. Kalau hanya perjalanan dekat ke tepi kota atau lintas provinsi yang tidak jauh, kita tidak dianjurkan untuk mengadakan selamatan penyambutan. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut ini.

وَأَطْلَقُوا نَدْبَهَا لِلْقُدُومِ مِنْ السَّفَرِ وَظَاهِرٌ أَنَّ مَحَلَّهُ فِي السَّفَرِ الطَّوِيلِ لِقَضَاءِ الْعُرْفِ بِهِ أَمَّا مَنْ غَابَ يَوْمًا أَوْ أَيَّامًا يَسِيرَةً إلَى بَعْضِ النَّوَاحِي الْقَرِيبَةِ فَكَالْحَاضِرِ نِهَايَةٌ وَمُغْنِي ا هـ .

Artinya, “Para ulama menyebutkan kesunahan walimah secara mutlak bagi jamuan penyambutan orang yang tiba dari perjalanan. Jelas ini berlaku bagi perjalanan jauh yang ditempuh untuk menunaikan kepentingan apa saja pada umumnya. Sedangkan kepergian seseorang sehari atau beberapa hari ke suatu daerah yang dekat, dihukumi seperti orang yang hadir menetap di dalam kota. Demikian disebut dalam Nihayah dan Mughni,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, juz 31, halaman 384).

Keterangan di atas jelas mengatakan kepada kita bahwa selamatan penyambutan orang yang pergi menunaikan ibadah haji ke kampung halaman dianjurkan dalam agama. Sementara tetangga yang menerima undangan diusahakan menghadiri selamatan tersebut.

Saran kami, jabatlah tangan tetangga kita yang baru menunaikan ibadah haji. Ucapkan selamat dan doakan mereka yang baru tiba di tanah air. Doakan mereka agar ibadah haji yang baru mereka tunaikan mendapat status haji mabrur.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.



(Alhafiz Kurniawan)