Bahtsul Masail

Hukum Melarang Ibadah Jumat oleh Pemerintah karena Virus Berbahaya

Rab, 11 Maret 2020 | 16:45 WIB

Hukum Melarang Ibadah Jumat oleh Pemerintah karena Virus Berbahaya

(Ilustrasi: reuters)

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, beberapa negara, salah satunya Iran, melarang untuk sementara waktu pelaksanaan ibadah Jumat untuk mengantisipasi penyebaran virus corona yang ramai diperbincangkan dunia pada awal tahun 2020 ini. Yang saya tanyakan, apakah pemerintah boleh melakukan pembekuan sementara aktivitas ibadah Jumat untuk menghindari momen berkumpulnya banyak orang yang diduga sebagai momen penularan virus corona? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Lathifah/Depok)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kita prihatin dengan penyebaran virus berbahaya corona yang melanda beberapa negara. Semoga Allah segera mengangkat bala berupa virus yang penyebarannya diduga kuat terjadi melalui sentuhan tangan dan udara.

Dalam rangka membatasi penyebaran virus tersebut, pemerintah sejumlah negara, salah satunya Iran, mencegah interaksi yang melibatkan banyak orang, termasuk penghentian sementara pelaksanaan Jumat yang mengharuskan banyak orang berkumpul.

Dalam kajian fiqih, kita menemukan perbedaan pendapat di kalangan ulama perihal pendirian shalat Jumat. Sebagian ulama mengharuskan izin pemerintah sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah dan satu pendapat dalam mazhab Hanbali. Sedangkan sebagian ulama lainnya tidak menjadikan izin pemerintah sebagai syarat sah pendirian Jumat sebagaimana pendapat tiga ulama mazhab lainnya.

نعم يشترط عنده إذن السلطان في إقامتها…قوله (ولا يشترط عندنا إذن السلطان) عبارة الروض وشرحه ولا يشترط حضور السلطان الجمعة ولا إذنه فيها كسائر العبادات لكن يستحب استئذانه فيها اه

Artinya, “Tetapi menurut Imam Abu Hanifah, izin pemerintah menjadi syarat dalam pelaksanaan ibadah Jumat… (menurut kami Mazhab Syafi’i, izin pemerintah bukan syarat) seperti ungkapan Raudhatut Thalib dan syarahnya. Kehadiran pemerintah dan izinnya bukan syarat pelaksanaan Jumat sebagaimana ibadah lainnya. Tetapi (kita) dianjurkan untuk meminta izin pemerintah dalam pelaksanaan Jumat.” (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, [Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, tanpa tahun], juz II, halaman 58).

Adapun Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali menurut qaul shahih tidak menjadikan izin pemerintah sebagai syarat sah pelaksanaan ibadah Jumat. Pasalnya, shalat Jumat merupakan ibadah jasmani yang tidak memerlukan izin pihak berwenang. Meski demikian, tiga mazhab ini menyarankan umat Islam untuk meminta izin pemerintah atau pemegang otoritas setempat guna menghindari fitnah.

واعلم) أن إقامة الجمعة لا تتوقف على إذن الإمام أو نائبه باتفاق الأئمة الثلاثة خلافا لأبي حنيفة وعن الشافعي والأصحاب أنه يندب استئذانه فيها خشية الفتنة وخروجا من الخلاف

Artinya, “Ketahuilah, pelaksanaan Jumat tidak tergantung pada izin pemerintah atau wakil pemerintah menurut kesepakatan tiga imam mazhab selain Abu Hanifah. Dari As-Syafi’i dan ulama pengikutnya, (kita) dianjurkan untuk meminta izin pemerintah dalam pelaksanaan Jumat karena khawatir fitnah dan keluar dari khilaf,” (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, [Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, tanpa tahun], juz II, halaman 58).

Lalu bagaimana dengan penghentian ibadah Jumat untuk sementara waktu oleh pemerintah guna mengantisipasi penyebaran virus penyakit?

Menurut hemat kami, pemerintah dalam menghadapi bahaya nasional penyebaran virus–bila diperlukan dalam situasi darurat–dapat mencabut izin pelaksanaan ibadah Jumat yang melibatkan pertemuan banyak orang.

Pemerintah berhak membatasi untuk sementara waktu pertemuan-pertemuan yang melibatkan banyak orang dalam rangka mencegah penyebaran virus berbahaya, termasuk pendirian Jumat. Tetapi pemerintah harus mengambil langkah tepat dan cepat dalam mengatasi penyebaran virus berbahaya di dalam negeri sehingga ibadah Jumat dapat dibuka kembali seperti semula.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 

(Alhafiz Kurniawan)