Bahtsul Masail

Hukum Mengecup Makam Ulama dan Para Wali

Jum, 28 Desember 2018 | 08:30 WIB

Hukum Mengecup Makam Ulama dan Para Wali

(Foto: @muslims.com)

Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, di Indonesia terdapat banyak makam para ulama yang dipercaya oleh masyarakat sebagai wali Allah. Makam-makam ini dikunjungi banyak orang. Sebagian bahkan menunjukkan khidmatnya dengan mengecup makam tersebut. Bagaimana pandangan agama perihal ini? Terima kasih. (Setiawan/Cilacap)

Jawaban
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah SWT. Agama menganjurkan orang yang hidup untuk menandai makam orang Islam agar mudah dikenali di kemudian hari untuk pelbagai kepentingan, yaitu memakamkan kerabatnya kelak di dekat makam tersebut atau sekadar menziarahinya.

Penandaan makam dapat dilakukan melalui peletakan batu, pemasangan papan, batu nisan, atau patok kuburan di atas makam sebagaimana keterangan As-Syarbini berikut ini:

وَأَنْ يَضَعَ عِنْدَ رَأْسِهِ حَجَرًا أَوْ خَشَبَةً أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ عِنْدَ رَأْسِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ صَخْرَةً وَقَالَ : أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي لِأَدْفِنَ إلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِي

Artinya, “Peletakan batu, kayu, atau benda serupa itu (dianjurkan) di atas makam pada bagian kepala jenazah karena Rasulullah SAW meletakkan batu besar di atas makam bagian kepala Utsman bin Mazh‘un. Rasulullah SAW bersabda ketika itu, ‘Dengan batu ini, aku menandai makam saudaraku agar di kemudian hari aku dapat memakamkan keluargaku yang lain di dekat makam ini,’” (Lihat As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 571).

Lalu bagaimana dengan masyarakat yang menunjukkan cintanya kepada seorang ulama yang telah wafat karena jasanya menyebarkan Islam atau kepada ahli kubur yang tidak lain adalah gurunya sendiri dengan mengecup makamnya saat berziarah?

Ulama di lingkungan Mazhab Syafi’i berbeda pendapat perihal ini. Sebagian ulama menyatakan bahwa praktik tersebut dimakruh. Sebaliknya, ulama lain menganjurkan peziarah untuk mengecup makam para wali.

وفي تقبيل ضرائح الأولياء خلاف فعند حج مكروه وعند م ر سنة

Artinya, “Perihal mengecup makam para wali, ulama berbeda pendapat perihal ini. Menurut Syekh Ibnu Hajar, tindakan tersebut makruh. Sementara menurut Syekh M Ar-Ramli, tindakan demikian dianjurkan,” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 398).

Dari pandangan para ulama ini, kita menarik pelajaran untuk bijaksana dalam bersikap. Kita sebaiknya tidak segera mengingkari praktik tersebut ketika menyaksikan sebagian peziarah mengecup makam para wali atau makam para ulama.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)