Bahtsul Masail

Hukum Mengonsumsi Daging Wagyu

Jum, 5 Juli 2019 | 08:30 WIB

Hukum Mengonsumsi Daging Wagyu

Ilustrasi (daily sabah)

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi NU Online, bagaimana hukum memakan daging wagyu, yang pada saat pemeliharaannya sapinya diminumin tuak. Apakah setelah disembelih dengan baik, dagingnya hukumnya haram?Demikian kami sampaikan, atas jawabannya kami ucapkan beribu terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (M Husni Thamrin)


Jawaban

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Beberapa sumber yang kami dapati menyebutkan bahwa wagyu adalah ras sapi yang dibudidayakan di Jepang dengan perawatan khusus. Daging wagyu dinilai sebagai daging sapi paling berkualitas sehingga dijual dengan harga yang mahal.


Perawatan khusus ini meningkatkan kualitas daging sapi penuh nutrisi, membuat kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 lebih tinggi dibanding sapi lainnya, lemak tak jenuh yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia.


Perawatan khusus wagyu mencakup penyediaan kandang yang eksklusif, pakan pilihan yang terjaga, pemijatan otot-otot sapi dan pemutaran musik klasik untuk menghilangkan stres pada sapi, dan pemberian minum sake atau sejenis tuak yang dipercaya dapat menambah nafsu makan sapi, meski tidak selalu.


Pertanyaannya kemudian, apa pandangan fiqih terkait aktivitas seorang Muslim yang mengonsumsi daging wagyu yang diberi minum sake atau tuak?


Perihal hewan halal yang mengonsumsi benda kotor atau zat yang diharamkan disinggung dalam hadits Rasulullah SAW riwayat Imam At-Turmudzi yang menyarankan sahabatnya untuk menunda penyembelihan hewan tersebut selama beberapa hari untuk kemudian diberikan pakan yang bersih dan halal.


Dari riwayat ini ulama menyatakan bahwa mengonsumsi hewan yang diberi pakan benda kotor atau zat yang haram dimakruh. 


Syekh Abu Zakaria dalam Syarah Tahrir menerangkan sebagai berikut:


وتكره الجلالة من نعم ودجاج وغيرهما أي يكره تناول شئ منها كلبنها وبيضها ولحمها وصوفها وركوبها بلا حائل، فتعبيري بها أعم من تعبيره بلحمها، هذا إذا تغير لحمها اي طعمه أو لونه أو ريحه وتبقى الكراهة إلى أن تعلف طاهرا فتطيب أو تطيب بنفسها من غير شيء


Artinya, “Makruh hukumnya mengonsumsi hewan pemakan kotoran baik itu hewan ternak, ayam, atau hewan selain keduanya. Maksudnya, kemakruhan itu meliputi anggota tubuh hewan pemakan kotoran itu seperti susu, telur, daging, bulu, atau mengendarainya tanpa alas. Ungkapan saya ‘anggota tubuh’ lebih umum dibanding ungkapan ‘dagingnya.’ Makruh ini dikarenakan ada perubahan pada dagingnya yang mencakup rasa, bau, dan warnanya. Menyantap daging hewan seperti ini akan tetap makruh hingga hewan ini dibiarkan hidup beberapa waktu agar ia memakan barang-barang yang suci. Tujuannya tidak lain agar tubuhnya kembali bersih dengan sendirinya tanpa bantuan sesuatu (seperti mencucinya hingga bersih),” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Tahrir dalam Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H,] juz II).


Sementara Syekh Syarqawi dalam Hasyiyah-nya menerangkan sebagai berikut:


والمراد بها هنا التي تأكل النجاسات مطلقا كعذرة


Artinya, “Yang dimaksud dengan ‘hewan pemakan kotoran’ di sini ialah segala hewan yang memakan najis mutlaq (najis apa pun itu) seperti tinja,” (Lihat Syekh Abdullah As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H,] juz II).


Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa konsumsi wagyu tetap halal dengan makruh bila hingga masa penyembelihannya sapi itu tetap diberi minum sake atau tuak. Tetapi bila sebelum penyembelihannya dalam jangka waktu tertentu sapi itu disterilisasi dengan penghentian pemberian minum sake, maka daging wagyu itu tetap halal tanpa makruh.


Menurut informasi yang kami dapatkan, Jepang beberapa tahun belakangan juga membudidayakan wagyu dengan perawatan khusus tanpa pemberian minum sake. 


Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.



(Alhafiz Kurniawan)