Bahtsul Masail

Hukum Menguburkan Jenazah Suami dan Istri di Satu Makam

Sel, 29 Januari 2019 | 05:30 WIB

Hukum Menguburkan Jenazah Suami dan Istri di Satu Makam

(Foto: @islam.ru)

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, tetangga saya berpesan kepada keluarganya agar ketika wafat nanti jenazahnya dimakamkan di makam istrinya yang lebih dulu wafat. Saya mau bertanya, apakah boleh menurut agama menguburkan dua jenazah di satu makam? Mohon penjelasannya. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Sunarta/Bogor).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Ulama berbeda pendapat perihal pemakaman dua jenazah di satu lubang kubur.

Ulama Mazhab Syafi’i menyatakan keharaman praktik pemakaman dua jenazah di satu lubang kubur tanpa alasan darurat. Sedangkan As-Sarakhsi dari Mazhab Hanafi menyetakan kebolehan praktik pemakaman seperti meski tanpa alasan darurat darurat sekalipun.

Mazhab Syafi‘i berpendapat bahwa praktik pemakaman dua jenazah di satu makam boleh dilakukan dalam situasi darurat. Pemakaman dua jenazah di satu makam dimungkinkan bila kedua jenazah itu memiliki hubungan kemahraman dan hubungan suami-istri.

يحرم دفن اثنين من جنسين بقبر إن لم يكن بينهما محرمية أو زوجية

Artinya, “Haram memakamkan dua jenazah yang berbeda jenis kelamin di satu makam kecuali jika keduanya memiliki hubungan mahram dan hubungan suami-istri,” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Mesir, At-Tijariyatul Kubra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 118).

Menurut Mazhab Syafi‘i, larangan pemakaman dua jenazah dalam satu makam bukan didasarkan pada syahwat, tetapi lebih pada kemungkinan menyakitkan. Oleh karena itu, praktik ini hanya boleh dilakukan dalam situasi darurat.

وذلك لأن العلة في منع الجمع التأذى لا الشهوة فإنها قد انقطعت بالموت

Artinya, “Illat atau alasan atas larangan penguburan dua jenazah di satu makam adalah ‘menyakiti’, bukan karena syahwat karena syahwat sudah terputus sebab kematian,” (Lihat Sayid M Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Mesir, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 118).

Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa dalam koteks pertanyaan di atas pihak keluarga dapat menjalankan pesan orang tuanya tersebut. Pasalnya, kedua jenazah tersebut terikat dalam hubungan suami dan istri.

Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)