Bahtsul Masail

Mengidolakan Pemain atau Klub Sepak Bola Nonmuslim

Sel, 13 Desember 2022 | 16:00 WIB

Mengidolakan Pemain atau Klub Sepak Bola Nonmuslim

Mengidolakan pemain sepak bola nonmuslim

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

 

Redaksi bahtsul masail NU Online, pada masa piala dunia sepak bola ini sebagian ustadz melarang kita untuk mengidolakan atau menjadi suporter bagi pemain sepak bola atau klub nonmuslim di lapangan. Sementara pemain atau klub yang mewakili negara nonmuslim dijagokan karena kualitas permainnya. Bagaimana pandangan Islam seharusnya menyikapi masalah ini? Mohon penjelasannya. Terima kasih. (Hamba Allah/ Makassar)

 

Jawaban

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Pada pekan-pekan ini kita tengah digandrungi oleh tontonan sepak bola dunia yang melibatkan banyak negara dunia dalam menunjukkan kebolehan permainannya di lapangan.

 

Pemain sepak bola dan negara yang bertanding di Qatar tahun ini berasal dari keyakinan dan agama yang beragam. Mereka datang dari pelbagai penjuru dunia ke Qatar. Demikian juga sebagian suporter mereka masing-masing datang untuk menyaksikan langsung. Sementara suporter lainnya menyaksikan pemain dan klub jagoannya dari layar televisi.

 

Lalu bagaimana pandangan Islam terkait dukungan atau pengidolaan terhadap pemain atau klub sepak bola nonmuslim?

 

Banyak ayat Al-Quran menyebut larangan perihal kedekatan khusus (muwalah) umat Islam dan nonmuslim terutama kafir harbi, misalnya Surat Ali Imran ayat 28 dan ayat 118, dan Surat Al-Maidah ayat 51 untuk menyebut sebagian.

 

Secara umum sebenarnya tidak ada hukum tunggal untuk hubungan umat Islam dan nonmuslim karena menimbang hubungan kedekatan yang seperti apa. Selain ayat larangan seperti di atas, ada juga ayat Al-Quran menerangkan kebolehan hubungan umat Islam dan nonmuslim (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).

 

Bahkan Al-Quran menganjurkan umat Islam untuk memperlakukan orang tua dan kebaratnya yang nonmuslim dengan perlakuan yang baik (Surat Luqman ayat 15).

 

Karena tidak ada hukum tunggal, ulama misalnya Abu Hafash Umar bin Ali Ad-Dimasyqi Al-Hanbali dalam karya tafsirnya Al-Lubab fi Ulumil Kitab menyebut tiga jenis hubungan kedekatan (muwalat) umat Islam dan nonmuslim.

 

موالاة الكافر تنقسم ثلاثة أقسامٍ الأول أن يَرْضَى بكفره، ويُصَوِّبَه، ويواليَه لأجْلِه، فهذا كافر؛ لأنه راضٍ بالكفر ومُصَوِّبٌ له الثاني المعاشرةُ الجميلةُ بحَسَب الظاهر، وذلك غير ممنوع منه الثالث الموالاة، بمعنى الركون إليهم، والمعونة، والنُّصْرة، إما بسبب القرابة، وإما بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينَه باطل فهذا منهيٌّ عنه ، ولا يوجب الكفر؛ لأنه بهذا المعنى قد يجره إلى استحسان طريقِه ، والرِّضَى بدينه، وذلك يخرجه عن الإسلام، ولذلك هدد الله بهذه الآية فقال وَمَن يَفْعَلْ ذلك فَلَيْسَ مِنَ الله فِي شَيْءٍ

 

Artinya, “Menjadikan orang kafir sebagai teman dekat (wali, pemimpin, pengayom, pelindung) terbagi tiga: pertama, meridhai dan membenarkan kekufurannya serta menjadikannya sebagai wali karena kekufurannya, maka ia menjadi kafir karena meridhai dan membenarkan kekufuran. Kedua, interaksi yang baik secara lahiriah, maka ini tidak dilarang dalam agama. Ketiga, menjadikan orang kafir sebagai wali dalam arti bersandar, menolong, dan membantunya karena faktor kekerabatan atau kasih sayang dengan tetap meyakini agama orang kafir tersebut adalah kebatilan. Maka ini tetap dilarang dalam agama meski tidak menyebabkan kekufuran karena tindakan seperti ini dapat mengantarnya pada simpati pada jalan hidup kekufuran dan meridhai agama kufur tersebut. pada gilirannya ini berpotensi mengeluarkannya dari Islam. Oleh karenanya Allah memperingatkan tindakan ketiga ini dengan Surat Ali Imran ayat 28, ‘Barang siapa berbuat demikian, dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah,’” (Abu Hafash Umar bin Ali Ad-Dimasyqi Al-Hanbali, Al-Lubab fi Ulumil Kitab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1998 M/1419 H], juz V, halaman 143).

 

Dalam konteks pemain dan klub sepak bola dunia, hubungan kedekatan kita jelas ada pada jenis kedua, yaitu muasyarah jamilah atau interaksi lahiriah yang baik, di mana kita memandang pemain dan klub sepak bola dunia dari sudut pandang kepiawaian, skill, keterampilan, cantiknya permainan mereka baik secara individu dan kolektif di lapangan.

 

Dengan demikian, mengidolakan, mendukung atau menjadi suporter pemain sepak bola nonmuslim baik secara individu maupun kolektif/klub tidak dilarang dalam syariat Islam (ghairu mamnu') karena masuk ke dalam hubungan muasyarah jamilah/interaksi sosial yang baik (estetik) dengan menikmati permainan mereka terlepas kemudian menang atau kalah di lapangan.

 

Demikian sejumlah pandangan ulama perihal hubungan muslim dan nonmuslim. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Alhafiz Kurniawan).