Bahtsul Masail

Sabun Mandi dalam Ihram Apakah Termasuk Wewangian?

Sen, 15 September 2014 | 00:26 WIB

Sabun Mandi dalam Ihram Apakah Termasuk Wewangian?

Ilustrasi. (Foto: MCH)

Assalmu’alaikum wr. wb.

Pak ustad, bahwa salah satu larangan dalam ihram adalah memakai wangi-wangian kecuali yang telah dipakai saat sebelum ihram. Apakah kalau mandi dengan sabun dalam keadaan ihram diperbolehkan? Atas penjelasannya saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb (Irfan/Bogor)

 

Jawaban

Wa’alaikum salam wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa ada beberapa hal yang dilarang dalam ihram, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Di antaranya adalah memakai wewangian. Jika larangan ini dilanggar maka pelakunya harus membayar dam. Namun bagaimana jika mandi dengan sabun. Dalam konteks ini para ulama berbeda pendapat.

 

Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali orang yang dalam kondisi ihram boleh saja mandi dengan sabun, namun menurut Madzhab Hanafi tidak boleh. Sedangkan Madzhab Maliki membolehkan mandi hanya untuk mendingingkan badan bukan membersihkannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.

 

وَالْخُلَاصَةُ تَحْرِيمُ مَسِّ الطِّيبِ بِالْاِتِّفَاقِ وَكَذَا قَصْدُ شَمِّهِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ وَيُكْرَهُ عِنْدَ غَيْرِهِمْ، وَتَحْرِيمُ الْإِدْهَانِ بِالزُّيُوتِ مُطْلَقاً عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَالْمَالِكِيَّةِ، وَبِالدُّهْنِ الْمُطَيِّبِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ دُونَ غَيْرِ الْمُطَيِّبِ، وَدُهْنِ الشَّعْرِ وَالرَّأْسِ فَقَطْ مُطْلَقاً عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَلَوْ بِغَيْرِ مُطَيِّبِ. وَيَجُوزُ الْاِغْتِسَالُ وَلَوْ بِالصَّابُونِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، وَلَا يَجُوزُ بِالصَّابُونِ وَنَحْوِهِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ، وَيَغْتَسِلُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ لِلتَّبَرُّدِ لَا لِلتَّنْظِيفِ

 

“Kesimpulannya adalah keharaman memakai wewangian sesuai kesepakatan para ulama. Begitu juga haram menciumnya menurut Madzhab Hanbali dan makruh menurut yang lainnya. Dan haram secara mutlak meminyaki dengan minyak menurut Abu Hanifah dan Madzhab Maliki dan meminyaki dengan minyak yang berbau wangi menurut Madzhab Hanbali bukan minyak yang tidak berbau wangi, dan minyak rambut dan kepala saja secara mutlak menurut Madzhab Syafi’i walau pun tidak wangi. Boleh mandi (bagi orang yang dalam ihram) dengan sabun menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak boleh menurut Madzhab Hanafi mandi dengan sabun dan sejenisnya. Sedang menurut Madzhab Maliki boleh mandi untuk mendinginkan badan bukan untuk membersihkan”. (Lihat Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-2, 1305 H/1985 M, juz, 3, h. 239)

 

Titik perbedaan perbedaan pendapat di atas adalah apakah sabun dikategorikan sebagai wewangian atau bukan. Atau apakah orang yang mandi dengan sabun dikategorikan ia memakai wewangian apa tidak. Dalam pandangan Madzhab Syafi’i dan Hanbali sabun bukan masuk kategori wewangian. Sebab, orang yang mandi dengan sabun tidak dinamakan orang yang memakai wewangian. Karenanya, orang yang sedang dalam kondisi ihram boleh mandi dengan sabun.

 

Hal ini tentunya berbeda dengan Madzhab Hanafi yang cenderung memahami sabun sebagai salah satu wewangian. Artinya orang yang mandi dengan sabun sama dengan orang yang memakai wewangian sehingga tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang ihram.

 

Dari penjelasan singkat di atas maka setidaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa jika kita menganggap bahwa sabun adalah termasuk wewangian maka orang yang sedang dalam kondisi ihram tidak boleh mandi dengan sabun. Sebab semua ulama sepakat bahwa orang yang dalam kondisi ihram tidak boleh memakai wewangian.

 

Tetapi jika kita memahami bahwa sabun bukan masuk kategori wewangian maka boleh bagi orang yang sedang dalam kondisi ihram mandi dengan sabun. Kami termasuk yang sependapat dengan ini. Sebab sabun diperlukan untuk sekedar membersihkan badan. Namun tetap kami sarankan pilih sabun yang bau wanginya tidak terlalu menyengat dan dipakai seperlunya saja.

 

Demikian penjelasan yang dapat kami kemukakan, semoga bisa menjadi panduan. Dan saran kami dalam menjalankan ibadah haji pilihlah pendapat yang sekiranya tidak memberatkan diri sepanjang itu tidak merusak haji dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat. Sebab, ibadah haji adalah ibadah yang sangat berat baik fisik maupun non fisik. Dan jangan lupa untuk selalu memperhatikan kesehatan. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)