Ulin Nuha Karim
Kolomnis
Apa yang anda lakukan ketika di malam hari tiba-tiba terjadi mati lampu dan keadaan menjadi gelap gulita? Seketika mungkin ada yang mengeluh kesal. Ada juga yang bersedih karena mungkin pekerjaannya terganggu. Atau bahkan ada yang mengumpat kegelapan dengan penuh kemarahan.
Berbeda sekali dengan sebuah kisah Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam beberapa literatur hadits mursal-nya yang juga termaktub dalam Kitab Tafsir Jalalain karya Syekh Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli sebagai berikut:
Pada suatu malam yang syahdu. Rasulullah saat itu sedang berdua dengan istrinya, Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu anha. Saat mereka berdua sedang asyik bercengkrama. Tetiba pelita penerang rumah sederhana namun penuh bahagia itu padam seketika. Keadaan berubah menjadi gelap gulita.
Dengan tenang, Sang Nabi lantas berucap penuh wibawa:
إِنَّا للهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
Baca Juga
Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana
Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.
Artinya, “Sesungguhnya kita semua adalah kepunyaan Allah, dan hanya kepada-Nyalah kita semua kembali.”
Mendengar ucapan suaminya yang demikian. Sayyidah ‘Aisyah pun mencoba meminta penjelasan dengan berkata,
“Sesungguh (yang mati) ini hanyalah lampu penerangan.”
Ya, mungkin saat itu sependek pemikiran Sayyidah ‘Aisyah, kalimat tarji’ (bacaan innalillahi) hanya diucapkan ketika terjadi musibah yang luar biasa. Seperti ketika ada saudara muslim meninggal dunia atau terjadi bencana alam yang merenggut banyak korban jiwa.
Tetapi ternyata bagi nabi lain, beliau kemudian menjelaskannya dengan berkata,
“Segala sesuatu yang menyusahkan seorang mukmin maka itu adalah musibah.”
Demikianlah sudut pandang dan perilaku Rasulullah dalam memaknai musibah. Nabi selalu mengikut sertakan Allah dalam segala sisi kehidupan, dalam setiap perkara. Baik itu dalam hal sesederhana lampu yang padam. Apalagi dalam perkara yang lainnya, sudah barang tentu Rasulullah tak luput untuk mengingat Allah ta’ala.
Lewat kisah ini, Rasulullah mengajarkan kita betapa mengingat Allah memberikan dampak yang sangat positif bagi kehidupan kita. Ketika kita waspada dan hati kita senantiasa terikat dengan Allah ta’ala, saat mengalami hal yang tak sesuai rencana, maka pastinya kita tidak akan mudah merana dan gundah gulana.
Dalam keadaan senang pun kita tak akan sombong, lupa diri, terlalu berbangga dan jumawa. Karena kita menyadari, bahwa segala perkara tak lepas dari kuasa Sang Pencipta. Allah pun adalah sebaik-baiknya zat yang mengatur segala takdir kehidupan manusia.
Ustadz Ulin Nuha Karim, Santri Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
4
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua