Syariah

Fiqih Bencana: Restrukturisasi Utang Nasabah

Ahad, 21 Oktober 2018 | 08:15 WIB

Fiqih Bencana: Restrukturisasi Utang Nasabah

Ilustrasi (Antara)

Saat bencana melanda, tidak hanya harta benda yang ada ada di hadapan mata yang mengalami kerusakan. Namun, juga banyak harta lain yang turut ludes musnah karenanya. Hal ini mengundang persoalan hukum lain khususnya terkait dengan dana nasabah perbankan yang berada di wilayah bencana. 

Baru-baru ini, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyampaikan adanya perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah perbankan. Menurut OJK, perlakuan khusus ini diperuntukkan guna membantu pemulihan ekonomi debitur nasabah perbankan syariah serta kondisi perekonomian wilayah terdampak bencana.

Perlu diketahui bahwa perlakuan khusus nasabah perbankan ini didasarkan pada POJK 45/POJK.03/2017 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam. Menurut siaran pers salah satu anggota Dewan Komisioner OJK, Zulmi, Ada empat perlakuan OJK dan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan. 

Pertama, penilaian kualitas kredit. Penetapan Kualitas Kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga. Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan Kualitas Kredit tetap mengacu pada PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga

Kedua, kualitas kredit yang direstrukturisasi. Kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner.

Ketiga, pemberian kredit baru kepada debitur yang terkena dampak. Adapun kualitas kredit baru tersebut dilakukan secara terpisah menimbang kualitas kredit lama yang sudah ada. 

Keempat, pemberlakuan untuk bank syariah. Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain. 

Baca juga:
Fiqih Solusi Kredit Macet Nasabah akibat Bencana (I)
Fiqih Solusi Kredit Macet Nasabah akibat Bencana (II)
Fiqih Wajib Hilangnya Relasi Kemitraan Kreditur-Debitur akibat Bencana
Jika menimbang empat kebijakan ini sejatinya ada beberapa poin penting yang membutuhkan analisa penanganan dan perhatian dengan cermat, antara lain: 

Pertama, terkait dengan restrukturisasi pembiayaan. Sejatinya restrukturisasi dana nasabah tidak harus menunggu bencana. Model pembiayaan perbankan syariah, bagi nasabah yang mengalami kemacetan dalam kredit dengan akad musyarakah atau ijarah, umumnya mengambil solusi penjadwalan ulang bagi pembiayaan yang sudah diberikan. Restrukturisasi dilakukan dengan tetap tidak menghapuskan pokok utang yang diberikan. Restrukturisasi hanya bersifat menghilangkan cicilan yang harus dilakukan oleh nasabah, tanpa memandang kondisi nasabah. Repotnya adalah apabila sang penanggung utang telah wafat, sementara ia meninggalkan anak istri yang tidak tahu menahu soal utang tersebut. Ketika hendak melakukan pemulihan kondisi ekonominya dari awal, ternyata ia masih menerima warisan utang lama dari almarhum suami penanggung pembiayaan musyarakah. 

Kedua, jika akad pembiayaan yang dipungut dengan jalur mudlarabah dan musyarakah tetap memaksa diberlakukannya restrukturisasi, maka secara tidak langsung sifat kesyariahan perbankan syariah menjadi dipertanyakan. Karena di dalam kedua akad ini tersimpan makna untung rugi dibagi secara bersama-sama. Antara pihak perbankan dan pihak pelaku usaha sama-sama memiliki andil dalam permodalan dan turut menanggung segala resiko usaha. 

Ketiga, terkait dengan dana nasabah yang wafat akibat bencana. Dalam kondisi normal, nasabah yang meninggal, harta warisnya bisa diurus oleh ahli warisnya dengan ketentuan menyerahkan beberapa dokumen/identitas ahli waris meliputi buku tabungan, bilyet deposito asli nasabah, fotocopy surat kematian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), surat keterangan selaku ahli waris yang disahkan oleh camat atau lurah, KTP nasabah yang meninggal dunia, Kartu Keluarga, KTP seluruh ahli waris yang ditinggalkan, mengisi surat pernyataan ahli waris yang diketahui oleh Camat atau Lurah, Surat Kuasa Pencairan Dana. Dalam kondisi bencana, jangankan fotocopy identitas, untuk selembar dokumen pun kadang sulit ditemukan oleh para ahli waris. Jangankan dokumen nasabah yang sudah meninggal, dokumennya sendiri pun kadang sudah tidak terurus. Ini setidaknya juga menjadi pokok persoalan dalam fiqih. Selanjutnya, dana dan simpanan nasabah ini hendak dikemanakan oleh perbankan? 

Keempat, persoalan pembiayaan lewat jual beli murabahah perbankan. Apakah juga akan turut disertakan dalam proses restrukturisasi? Jual beli murabahah dengan jalur jual beli kredit atau jual beli tempo sejatinya tidak menyimpan unsur kerugian ditanggung bersama antara nasabah dan perbankan. Jual beli murabahah merupakan mutlak tanggungan nasabah. Namun, menimbang konstituen produk pembiayaan ini umumnya berjumlah paling besar di dunia perbankan dan sekaligus masyarakat kecil penggunanya, apakah dibenarkan apabila perlu restrukturisasi pembiayaan? Dan atas dasar apa? 

Keempat persoalan terakhir merupakan bagian dari kasus kasuistik efek bencana terhadap lembaga keuangan syariah. Keempat-empatnya memerlukan solusi bersama dengan menimbang segi tata aturan syariah dan menimbang kondisi bencana. Tidak hanya nasabah yang menjadi korban yang mengalami resiko kehilangan harta benda dan nyawa, akan tetapi aset perbankan yang berada di wilayah / lokasi bencana juga turut musnah dan hilang. Komprehensifitas tindakan dan penanganan nasabah mutlak menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah. Dalam kesempatan mendatang, insyaallah penulis akan menyajikan bahasan terkait dengan hal ini. Wallahu a’lam bish shawab.


Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua