Syariah

Ilustrasi Produk Deposito dan Reksadana Syariah dalam Kasus Keseharian

Rab, 17 Januari 2018 | 13:00 WIB

Ada tiga pelaku usaha patungan, sebut saja Ahmad, Ridlo, dan Rizqi. Ahmad bergerak selaku pelaku usaha dan sekaligus pemodal.  Ridlo dan Rizqi keduanya hanya bergerak selaku pemodal. Beda antara Ridlo dan Rizqi adalah bahwa modal Ridlo diperoleh dari hasil patungan tiga orang saudaranya, sementara modal Rizqi murni dari modal pribadi. 

Kesepakatan yang dibangun di antara ketiga pemodal ini adalah bahwa Ahmad selaku pelaksana dan selaku pemodal, dia akan mendapatkan gaji sebesar 5 juta per bulan. Sementara untuk Ridlo dan Rizqi akan mendapat bagian dari keuntungan saja (deviden) karena ia hanya bergerak selaku investor (pemodal). Modal dari ketiga orang ini jika diperinci akan tersusun sebagai berikut:

• Ahmad mengeluarkan modal Rp100 juta 
• Ridlo mengeluarkan modal Rp300 juta
• Rizqi mengeluarkan modal Rp100 juta.

Jadi, total modal yang terkumpul adalah sebesar 500 Juta

Dengan demikian, persentase kepemilikan saham perusahaan dari ketiganya adalah sebagai berikut:

• Ahmad  = (100 juta : 500 Juta) x 100% = 20%
• Ridlo  = (300 juta : 500 Juta) x 100% = 60%
• Rizqi  = (100 juta : 500 Juta) x 100% = 20%

Setelah dilakukan pengelolaan usaha, ternyata di akhir tahun usaha tersebut menghasilkan keuntungan bersih sebesar 500 juta. Dengan demikian, maka bagian dari masing-masing pemodal tersebut setelah dipotong biaya operasional (gaji pengelola) adalah sebagai berikut:

• Keuntungan  = 500 juta
• Gaji pengelola  = 5 juta x 12 Bulan = 60 juta
• Sisa keuntungan  = 440 juta
• Bagian Ahmad  = 20% x 440 Juta  =   88 juta
• Bagian Ridlo  = 60% x 440 Juta  = 264 juta
• Bagian Rizqi  = 20% x 440 Juta  =   88 juta

Jika sebelumnya Ridla mendapatkan modal dari hasil patungan 3 orang saudaranya, maka jika masing-masing saudara tersebut memberikan sumbangsih 100 juta, maka ketiganya akan menerima bagian sebesar 88 juta. Adapun, karena ketiga saudara Ridla tersebut mengambil “wakil usaha” kepadanya, maka bila diawal kerjasama antara Ridla dan saudaranya terdapat perjanjian bahwa Ridla akan mendapatkan nisbah 50% dari keuntungan modal yang diamanahkan, maka Ridla berhak menerima bagiannya sebesar 132 juta. Sementara ketiga saudaranya masing-masing menerima 44 juta per orang. 

Antara Ridla dengan saudaranya di sini aqadnya adalah musyarakah. Sementara Ridla dengan ketiga kawannya yang mengadakan usaha patungan tersebut, aqadnya adalah mudlarabah. 

Jika kasus di atas di bawa ke permasalahan perbankan, maka saudara Ridla tersebut ibaratnya adalah nasabah selaku pemilik modal yang asli. Sementara Ridla, adalah ibarat pihak bank yang berlaku sebagai mudharib. Produk perbankan yang diambil antara relasi Ridla dan saudaranya adalah ibarat penyalur Deposito. Sementara, Rizqi dengan ketiga pemodal lainnya adalah ibarat mengambil produk Reksadana. Keuntungan mana yang lebih besar dari masing-masing pihak, bisa dilihat sendiri dari ilustrasi tersebut. 

Bilamana terjadi kerugian dalam usaha? Apakah saudara Ridlo juga ikut menanggung akibatnya? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Jika aqad yang dipakai Ridlo dengan saudaraanya adalah wadi’ah yadu al-dlammanah, maka Ridlo wajib bertanggung jawab mengganti dana dari ketiga saudaranya. Namun jika Ridla mengambil aqad yadu al-amanah, maka Ridla tidak berhak menanggung kerugian, disebabkan karena dalam usaha ada kemungkinan resiko untung dan rugi. Lebih jelasnya, adalah bila saudara Ridla tahu ke mana uang akan diinvestasikan oleh Ridla sehingga ia mengetahui resiko untung rugi dari sebuah usaha, maka Ridla boleh berlepas tangan terhadap uang saudaranya. Namun, bila saudara Ridla tidak mengetahui ke mana uang tersebut diinvestasikan, maka Ridla terkena beban kewajiban mengganti dana tersebut. Hal ini bisa diketahui hukumnya dengan menangkap makna dhahir nash:

عن ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال : كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة، اشترط على صاحبه أن لا يسلك به بحرا ولا ينزل به واديا ، ولا يشتري به دابة ذات كبد رطبة ، فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأجاز شرطه

“Abbas bin Abdul Muthallib ketika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya untuk tidak mengarungi lautan, dan menuruni lembah, dan tidak membeli hewan. Jika persyaratan itu dilanggar, maka ia harus manggung resikonya. Ketika persyaratan itu didengar oleh Rasulullah SAW, beliau membolehkannya.” (Lihat: Abu Bakar Mas’ud bin Ahmad al-Kasany, Badai’ul Shanai’, Penerbit: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Juz 6, hlm. 79)

Dengan demikian, kerugian usaha yang mutlak ditanggung oleh Ridlo adalah besaran kerugian sesuai dengan saham yang dimilikinya dalam usaha berdasar prosentase yang dimilikinya. Hal yang sama juga berlu untuk besaran yang harus ditanggung oleh Ahmad dan Rizqi. Masing-masing yang beraqad menanggung kerugian menurut besaran saham kepemilikannya. 

Demikianlah sedikit perbedaan ilustrasi antara relasi nasabah deposito, perbankan dan jalur usaha, dengan nasabah reksadana–perbankan dan jalur usaha. 

Semoga bermanfaat!


Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, JATIM

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua