Syariah

Saat Dua Pihak Merugikan Orang Lain, Mana yang Bertanggung Jawab?

Ahad, 13 Oktober 2019 | 14:30 WIB

Saat Dua Pihak Merugikan Orang Lain, Mana yang Bertanggung Jawab?

Soal ganti rugi, yang penting diperhatikan adalah tentang siapa penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. (Ilustrasi: rau.ua)

Sebuah contoh kasus: ada seseorang menyobek perut orang lain dan mengeluarkan isi perutnya. Namun, orang yang disobek perutnya tersebut, belum meninggal. Lalu datang orang lain yang tiba-tiba memukul tengkuk si korban ini dengan sengaja dan dengan alat yang bisa membunuh. Akhirnya terbunuhlah dia. Siapakah yang wajib dikenai had (pidana) pembunuhan? Pihak yang menyobek perut, ataukah pihak yang memukul tengkuk dengan alat yang bisa membunuh?
 
Para ulama dari kalangan Hanafiyah dalam kasus ini memutuskan bahwa yang wajib dikenai had (pidana) pembunuhan adalah pihak yang memukul tengkuk si korban dengan benda yang bisa membunuh. 
 
فالقاتل هو الذي ضرب العنق
 
Artinya: “Pihak yang disebut pembunuh adalah pelaku yang memukul tengkuk” (Abu Muhammad Ghânim ibn Muhammad al-Baghdady, Majma’u al-Dlammânât fi Madzhabi al-Imâm al-A’dham Abi Hanîfah, Kairo: Dâr al-Salâm, 1999 M, halaman 171)
 
Yang dijadikan dasar analisis dalam hal ini adalah bahwa ada pihak ketiga yang turut terlibat. Pihak pertama adalah pelaku yang menyobek perut. Pihak kedua adalah korban. Dan pihak yang ketiga adalah pihak yang memukul tengkuk. 
 
Pihak pertama adalah pihak yang disebut menjadi penyebab tidak langsung (mutasabbib). Pihak ketiga merupakan pihak yang berperan sebagai penyebab langsung (mubasyir). Pihak pertama tidak dikenai had pembunuhan karena ia bukan menjadi penyebab langsung kematian. Pihak yang menjadi penyebab langsung itulah yang dikenai had ganti rugi akibat pembunuhan. 
 
Kasus di atas ini diqiyaskan dengan orang yang menggali sumur. Lalu kemudian ada seseorang yang mendorong orang lain sehingga tercebur ke dalam sumur sehingga berujung kematian. Pihak manakah yang dikenai wajib ganti rugi? Sudah barang tentu, had ganti rugi wajib diberlakukan atas orang yang secara sengaja telah mendorong orang lain sehingga jatuh ke dalam sumur. Adapun pihak penggali merupakan mutasabbib (penyebab tidak langsung). Baginya tidak berlaku had ganti rugi. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama yang menyatakan: 
 
من أردى غيره في بئر فالضمان على المردي وحده دون الحافر, لأن الأول مباشر والثاني متسبب, والمباشر مقدم في الضمان
 
Artinya: “Barangsiapa yang mendorong orang lain ke dalam sumur maka dlaman (ganti rugi) wajib diberlakukan atas orang yang mendorong (sendirian), tanpa melibatkan penggali sumur. Hal ini disebabkan, pihak pertama adalah berlaku sebagai penyebab langsung, sementara pihak kedua (penggali sumur) adalah penyebab tidak langsungnya. Sehingga dalam kasus ini, penyebab langsung merupakan yang harus didahulukan dalam dlaman dibanding pihak tidak langsung” (Syamsudin Muhammad ‘Arfah al-Dasûqy, Hasyiyah al-Dasûqy ‘ala Al-Syarhi al-Kabir li al-Dardîri, Tanpa Kota: Thaba’ah Daru Ihyâi al-Kutubi al-‘Arabiyyah, tanpa tahun, juz 3, halaman 444).
 
 
Sebenarnya ada kemungkinan bagi pihak yang menggali tersebut, atau pihak yang menyobek perut untuk turut dilibatkan dalam menerima had hukuman. Namun, ada pertimbangan yang harus dilibatkan, yaitu ada tidaknya kerja sama yang dilakukan antara pihak yang menjadi penyebab langsung (mubasyir) dengan pihak yang menjadi penyebab tidak langsung (mutasabbib). Jika ditemukan adanya kerja sama maka hukum yang berlaku adalah mempertimbangkan ta’addudi al-sabab (banyaknya sebab). Akan tetapi, bila tidak ada korelasi antara mubasyir dan mutasabbib, maka hukum yang diberlakukan adalah mendahulukan penyebab langsung sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Mengapa? 
 
Menurut Al-Dasûqy, hal ini berdasar pertimbangan bahwa: 
 
لأن التسبب الحافر أضعف من تسبب المكره
 
Artinya: “Sifat ketidaklangsungan sebagai penyebab terbunuhnya orang oleh penggali merupakan yang bersifat lemah dibanding sifat penyebab dari orang yang memaksa orang lain jatuh ke dalamnya” (Syamsudin Muhammad ‘Arfah al-Dasûqy, Hasyiyah al-Dasûqy ‘ala Al-Syarhi al-Kabir li al-Dardîri, Tanpa Kota: Thaba’ah Daru Ihyâi al-Kutubi al-‘Arabiyyah, tanpa tahun, juz 3, halaman 444).
 
Itulah sebabnya, yang wajib didahulukan atas putusan hukumnya adalah pihak yang berlaku sebagai penyebab langsung (pihak yang mendorong atau pihak yang memukul tengkuk korban) dan bukannya pihak yang menggali atau pihak yang menyobek perut korban. Adakalanya pihak yang menggali dan sekaligus pihak yang menyobek perut korban, hanyalah berlaku sebagai pihak yang melaksanakan tugas profesi. Pihak yang menyobek perut korban, berlaku sebagai dokter. Sementara pihak yang menggali, karena dia hanya orang suruhan, sehingga tidak berlaku korelasi antara pembunuh dengan keduanya. 
 
Dengan mencermati kasus di atas, kita bisa mengembangkan kasus serupa untuk kerusakan yang diakibatkan tindakan kesalahan orang lain akibat mengundang ternak kita agar masuk ke ladang orang lain sehingga kemudian berakibat merusaknya. Siapa yang berperan selaku pihak yang bertanggung jawab dan menanggung ganti rugi? Pemilik ternak ataukah pihak yang mengundang? Sudah barang pasti, pihak yang mengundanglah yang wajib menempuh ganti rugi, karena ia merupakan penyebab langsung masuknya ternak kita ke ladang orang lain sehingga menimbulkan kerugian. Wallahu a’lam bi al-shawab
 
 
Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur