Syariah

Syarat agar Perdagangan di Bursa Efek Sah secara Fiqih

Sen, 18 Juni 2018 | 02:00 WIB

Syarat agar Perdagangan di Bursa Efek Sah secara Fiqih

Ilustrasi (bbj.hu)

Pasar efek atau yang dikenal dengan istilah bursa efek, secara tradisional pada dasarnya adalah gambaran dari sebuah pasar surat berharga perusahaan yang terjadi di antara wakil-wakil perusahaan, baik emiten (perusahaan penerbit efek) maupun investor selaku pembeli efek. Keberadaan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berperan selaku hakim yang menengahi transaksi, sementara saksi-saksinya terdiri atas perusahaan efek, biro administrasi efek, dan bank kustodian selaku tempat menyimpan efek-efek yang hendak diperjualbelikan. Sederhananya, sistem ini menyerupai orang yang jualan rumah dengan sejumlah pihak yang turut dilibatkan untuk menjamin keabsahan transaksi jual beli rumah. Dengan demikian, menimbang dari sisi sistem operasionalnya, maka bursa efek adalah boleh dari sisi fiqih.

Baca: Cara Gampang Mengenal Bursa Saham dalam Tinjauan Fiqih
Akan tetapi, karena dalam bursa efek, pihak yang terlibat dan berperan dalam transaksi di satu sisi adakalanya pemilik perusahaan sendiri, sementara di sisi yang lain kebanyakan dihuni oleh wakil-wakil perusahaan yang terdiri atas akuntan publik (wakil emiten) dan perantara pedagang efek (wakil investor), maka setidaknya ada syarat ketentuan agar sebuah perdagangan efek menjadi sah secara fiqih. Apakah syarat itu?

Pertama, yang harus diperhatikan adalah soal ketentuan harga. Dalam wahana fiqih klasik, sebuah harga dalam transaksi jual-beli adalah disyaratkan harus ma‘lûm (diketahui secara jelas). Bayangkan, Anda pergi ke warung kopi, lalu membeli kopi ditambah mengambil pisang goreng, sementara Anda tidak tahu berapa harga pisang goreng tersebut dijual. Maka hukum asal mengambil pisang goreng tadi adalah tidak diperbolehkan. Mengapa? Karena harganya tidak ma‘lum bagi Anda. Inilah, syarat ma‘lum ini bersifat mutlak dalam fiqih Syafi’iyah, namun tidak dalam fiqih ahnaf (istilah lain dari ulama kalangan madzhab Hanafi). 

Tidak hanya berhenti sampai di situ, syarat ma’lum ini juga berlaku untuk barang yang memiliki dua harga. Tidak boleh menjual sebuah aset dengan dua harga sekaligus. Misalkan, seorang tuan tanah menjual tanah miliknya secara kredit dan tunai tanpa ada kejelasan transaksi di majelis khiyarnya, yaitu antara dibeli secara kreditkah, atau tunaikah. Jika terjadi hal yang semacam ini, maka sudah barang pasti tidak diperbolehkan. Pihak penjual dan pembeli harus menetapkan harga terlebih dahulu. Seperti misalnya: “Aset ini saya beli secara tunai”. Atau ucapan seorang pembeli: “Aset ini saya beli secara kredit.” Jika dibeli secara kredit, berarti transaksinya masuk unsur transaksi jual beli kredit (bai’ taqshith). Jika dibeli secara tunai, maka transaksinya masuk unsur jual beli tunai (hālan). Jika dibeli dalam bentuk tangguh, maka transaksinya masuk unsur jual beli tangguh (bai’muajjalan). Intinya bahwa harus ada kejelasan harga sebelum berpisah majelis. 

Terkait dengan ketentuan harga wajib bersifat ma’lum ini, Imam Nawawi dalam Al-Muhadzab, Juz 2 halaman 20-21 menjelaskan sebagai berikut:

روى أبو هريرة رضي الله عنه قال “نهى رسول الله عن بيعتين في بيعة” فيحتمل أن يكون المراد به أن يقول بعتك هذا بألف نقداً أو بألفين نسيئة فلا يجوز للخبر ولأنه لم يعقد على ثمن معلوم ويحتمل أن يكون المراد به أن يقول بعتك هذا بألف على أن تبيعني دارك بألف فلا يصح للخبر ولأنه شرط في عقد وذلك لايصح فإذا سقط وجب أن يضاف إلى ثمن السلعة بإزاء ما سقط من الشرط وذلك مجهول فإذا أضيف إلى الثمن صار مجهولاً فبطل

Artinya: “Abu Hurairah RA telah meriwayatkan bahwasannya Rasulullah SAW telah melarang dua transaksi dalam satu transaksi jual beli. Salah satu model transaksi sebagaimana dimaksud dari hadits ini adalah seandainya ada yang berkata aku jual aset ini seharga 1000 secara tunai dan 2000 secara kredit. Dengan demikian, maka tidak boleh [sebuah transaksi dilakukan] hanya berdasar suatu kabar, karena sama saja dengan tidak dilaksanakan dengan harga yang ma’lum. Hadits ini juga memuat maksud bilamana seseorang berkata, aku jual ini dengan harga 1000 dengan syarat kamu menjual rumahmu padaku sebesar 1000. Transaksi semacam tidak sah dilaksanakan bila hanya berdasar khabar. Dan karena keberadaan harga ma’lum adalah disyaratkan dalam aqad maka tidak sah bilamana model transaksi terakhir terjadi. Apabila transaksi (harga tidak ma’lum) terlanjur terjadi, maka jalan keluarnya adalah wajib disandarkan pada “harga umum barang dijual” dengan mengabaikan apa-apa yang menjadikan gugur transaksi dari sisi syarat. Hal yang menggugurkan transaksi adalah ketidaktahuan harga, sehingga apabila transaksi dipaksa bersandar pada harga majhul ini, maka jadilah transaksi majhuul sehingga (harus) batal.”

Apakah unsur “kejelasan harga” ini ada dalam pasar bursa? 

Harga sebuah efek dalam pasar bursa efek ditentukan oleh Perusahaan Efek. Fungsi dari Perusahaan Efek ini diatur dalam PP No. 45 Tahun 1995 Pasal 32. Personalia Perusahaan Efek ditetapkan oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). 

Dalam ilustrasi jual beli rumah, sebagaimana tulisan sebelumnya, peran perusahaan efek ini layaknya Pak RT yang merupakan bawahannya Pak Kepala Dusun. Pak RT memiliki warga yang berada di bawah naungannya. Perusahaan Efek juga memiliki warga yang menjadi anggotanya, yaitu terdiri dari perusahaan-perusahaan emiten dan investor, atau wakil-wakil dari keduanya. Fiktif atau tidak fiktifnya sebuah efek, dan berapa harga efek dari masing-masing aset perusahaan anggota, adalah merupakan ketetapan perusahaan efek. Emiten dan Investor tidak bisa membuat sendiri harga efek yang hendak dijual atau dibeli oleh keduanya. Nah, jelas bukan? 

Demikianlah, sebagai kesimpulan akhir dari kajian bursa efek ini, berdasar harga, keberadaan jual beli efek di pasar bursa adalah tidak memiliki kendala hukum secara fiqih. Adanya pihak penjamin efek, seperti Bapepam dan perusahaan efek, menjadikan harga efek menjadi ma’lum oleh wakil-wakil perusahaan. Wakil-wakil perusahaan tinggal melakukan analisa pergerakan pasar untuk mendapatkan deviden / keuntungan jual beli, kemudian melakukan aksi borong efek atau melegonya jika didapati ada trend positif pasar.

Dengan demikian, tinggal satu catatan yang bisa menjadi kendala secara fiqih, yaitu wakil yang diangkat oleh perusahaan. Namun, sisi personal wakil ini tidak bersangkutan langsung dengan hukum pasar bursa. Hukum personalia wakil berhubungan erat antara individu wakil dengan perusahaan yang diwakilinya. Jujur atau tidak jujur seorang wakil berpengaruh terhadap relasinya dengan perusahaan.

Semoga keterangan singkat ini mampu mengurai pernik fiqih transaksi pasar bursa efek. Kajian berikutnya insyaallah akan dibicarakan beberapa trending topic dewasa ini, pasar binary option sebagai soal turunan dari pasar bursa. Insyaallah! Akhirnya semoga bermanfaat! Wallahu a’lam bish shawab. 


Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pesantren Hasan Jufri Putri P. Bawean, Gresik, Jatim

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua