Syariah

Trading Swap-Option dalam Sistem Bisnis Islam

Rab, 7 Oktober 2020 | 15:30 WIB

Trading Swap-Option dalam Sistem Bisnis Islam

Trading swap-option pada dasarnya merupakan turunan dari akad jual beli tempo (bai bi al-ajal) dan akad salam (pesan) dalam Islam.

Trading merupakan istilah lain dari aktivitas jual beli di pasar turunan (pasar  derivatif). Yang namanya jual beli, maka pasti ada harga dan barang yang diniagakan. Apa saja barang yang diniagakan dalam trading?

 

Karena tempat transaksi dilakukan pada lingkup “pasar modal”, maka sudah barang tentu, objek yang dijualbelikan dalam pasar turunan ini, adalah tidak berupa objek fisik. Meski demikian, bukan berarti barang  yang dijualbelikan dalam pasar modal ini adalah barang fiktif (ma’dum).

 

Barangnya sudah pasti ada. Hanya saja, yang ditampilkan dalam board (papan) bursa hanya indeks harga barang atau surat-surat berharga, seperti saham, obligasi, EBA, dan lain sebagainya, atau bahkan keuangan, misalnya: pergerakan dolar terhadap rupiah atau mata uang lain.

 

Indeks merupakan gambaran dari kondisi barang , sehingga tipe jual beli dalam pasar modal semacam ini adalah masuk rumpun bai’ syaiin maushuf fi al-dzimmah (jual beli sesuatu dengan karakteristik barang yang diketahui).

 

Paling tidak, objek yang diperjualbelikan dalam pasar modal terdiri dari barang yang bisa dipesan dengan karakteristik tertentu, meski barang itu belum dicetak. Tipe jual beli semacam ini masuk dalam rumpun bai’ ainin ghaibah (jual beli barang yang belum pernah dilihat), namun dengan ciri barang yang akan dicetak itu sudah diketahui. Misalnya, adalah barang inden. Dalam mazhab Hanafi sering dikenal dengan akad istishna’ (inden barang).

 

Jika “objek yang dijualbelikan” itu bukan terdiri dari ‘ain (benda fisik), maka objek yang dijualbelikan dalam pasar modal adalah produk investasi. Itu sebabnya ada saham dan obligasi yang mewakili produk investasi ini.

 

Dengan memahami objek barang yang diperjualbelikan sebagai sesuatu yang hanya diketahui berdasarkan karakteristiknya saja (indeks), baik itu produk yang berjamin aset fisik maupun produk yang berjamin investasi, maka akad jual beli turunan (trading) yang terjadi di dalam pasar turunan (pasar derivatif) adalah ada dua kemungkinan, yaitu: (1) jual beli tempo (bai’ bi al-ajal), dan (2) jual beli salam (akad pesan).

 

Turunan Jual Beli Tempo (Swap-Option) dalam Pasar Derivatif

 

Jual beli tempo (bai’ bi al-ajal) ditandai dengan akad penyerahan barang di waktu kini (waqtu hadlir), dengan harga yang akan diserahkan kemudian (‘inda hulul al-ajal). Masalah kapan penyerahan harganya itu dilakukan adalah tidak menjadi soal. Yang terpenting dan harus kita perhatikan dalam praktik semacam ini adalah keberadaan penyerahan harga dan barang tersebut.

 

Sejauh ini, berdasarkan hasil pengamatan peneliti, ada dua model akad penyerahan harga di pasar derivatif (pasar turunan), yaitu (1) salah satu “harga atau barang diserahkan kemudian” dengan ketentuan “harga dan barang” juga berlaku di waktu kemudian, dan (2) salah satu “harga dan barang disepakati harganya di waku kini” dengan penyerahan salah satunya di waktu kemudian, namun dengan ketetapan “harga atau barang yang sudah disepakati” di waktu kini.

 

Trading dengan Penyerahan Salah Satu Harga atau Barang di Waktu Kemudian dengan Menyesuaikan Harga/Barang di Waktu Kemudian

 

Pada sistem trading yang pertama ini, salah barang diserahkan saat terjadinya akad sell (jual), sementara harga menunggu trennya saat penyerahan berlangsung. Tak urung, harga ada kalanya naik, dan adakalanya turun.

 

Suatu misal, saya menjual saham A kepada anda saat ini (misalnya: tanggal 7 Oktober 2020). Saat saya menyerahkan saham itu kepada anda, tidak ada satu pun kesepakatan harga yang kita bangun bersama. 

 

Suatu misal, saat tanggal 10 Oktober, anda tiba-tiba memutuskan untuk membayar saham yang sudah saya serahkan ke anda tersebut, maka harga saham saya yang sudah anda terima, anda bayar sesuai dengan tren pergerakannya di tanggal 10 itu.  Nah, akad penyerahan seperti ini termasuk rumpun riba al-yad, yaitu riba karena jual beli tempo. Hukumnya adalah haram, disebabkan illat gharar (spekulatif) yang terjadi dan illat majhul (tidak diketahuinya) harga barang saat di majelis akad, yakni tanggal 7 Oktober.

 

Pola pertukaran semacam ini, dalam dunia  trading di pasar derivatif dikenal dengan istilah swap. Karena sifatnya yang spekulatif, maka seringkali praktik transaksi ini digabung dengan istilah option, sehingga muncul idiom swap-option.

 

Sebenarnya antara option dengan swap sendiri merupakan dua hal yang berbeda. Option itu lebih menyerupai bai’ munabadzah, yaitu jual beli dengan sistem lempar kerikil pada sebuah sistem  barang yang berjalan terus. Barang yang terkena lemparan adalah barang yang dibeli.

 

Alhasil, jika pada swap, harganya tidak pasti sebab harus menyesuaikan dengan harga mendatang. Sementara pada option, harganya pasti, namun barangnya yang tidak pasti sebab barangnya belum lewat dan tidak pasti di masa mendatang.

 

Jadi, ringkasnya adalah bahwa swap merupakan istilah lain dari praktik jual (sell). Sementara option, lebih menyerupai pada praktik beli (buy). Keduanya adalah haram karena sifat spekulatifnya.

 

Trading dengan Penyerahan Salah Satu Harga atau Barang di Waktu Kemudian dengan Harga/Barang di Waktu Kini

 

Perbedaan akad ini dengan akad trading sebelumnya adalah adanya kesepakatan yang dibangun antara dua pihak yang saling  bertransaksi atas harga dan barang.

 

Jika hal ini berlaku pada swap, maka harga saham adalah mengikuti harga terkini, meskipun penyerahan harganya dilakukan di kemudian hari. Akad seperti ini memenuhi unsur jual beli tempo (bai’ bi al-ajal).

 

Adapun bila hal itu diterapkan pada option, maka barang yang diserahkan adalah barang dihargai pada saat terkini, lengkap dengan volume barang saat harga itu diserahkan. Akad semacam ini termasuk memenuhi akad sistem salam (pesan barang) atau akad bai’ syaiin maushuf fi al-dimmah (jual beli barang yang diketahuinya karakteristiknya).

 

Jadi, suatu misal, saya menjual ke anda sebuah saham, dengan harga dipatok 100 ribu rupiah di tanggal 6 Oktober. Lalu, anda membayar saham itu di tanggal 10 Oktober, sebesar 100 ribu rupiah. Tak urung akad ini adalah boleh, sebab memenuhi unsur jual beli  tempo.

 

Meskipun harga pergerakan saham yang saya jual ke anda pada tanggal 6 Oktober itu, saat tanggal 10 sudah berubah menjadi 110 ribu rupiah, maka utang harga yang wajib anda bayar, adalah tetap sebesar 100 ribu dan tidak boleh berubah menjadi 110 ribu. Jika berubah menjadi 110 ribu, maka akadnya menjadi riba al-yad. Dan jika tidak berubah, anda tetap membaar 100 ribu, maka akadnya masuk rumpun jual beli tempo (bai’ bi al-ajal) yang hukumnya adalah sah secara syariat.

 

Ringkasan

 

Alhasil, swap-option pada dasarnya merupakan turunan dari akad jual beli tempo (bai bi al-ajal) dan akad salam (pesan) dalam Islam. Sah atau tidaknya akad, bukan dilihat dari istilah swap atau optionnya, melainkan harus dilihat dari praktiknya.

 

Dari kedua praktik trading swap-option di atas, maka apabila ditemui praktiknaya adalah menyerupai praktik penyerahan harga atau barang di muka dengan ketentuan harga atau barang itu menyesuaikan dengan kondisi mendatang, maka akad semacam ini termasuk sistem kontrak yang fasidah (tidak sah), sehingga hukumnya haram disebabkan illat gharar (ketidakjelasan harga dan barang) serta termasuk akad riba yang diharamkan.

 

Namun, apabila swap-option itu mengikuti ketentuan kesepakatan harga atau barang saat di majelis akad itu terjadi, maka sistem kontrak tersebut adalah boleh, dan termasuk rumpun akad jual beli tempo dan salam yang benar, sehingga hasilnya juga halal. Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur