Syariah

Uang Kertas Klasik dan Pengaruhnya terhadap Inflasi

Sen, 2 April 2018 | 08:30 WIB

Uang Kertas Klasik dan Pengaruhnya terhadap Inflasi

Ilustrasi (© Reuters)

Tulisan terdahulu menyebutkan bahwa, uang kertas dulunya merupakan pengganti dari uang logam dengan peran fungsi tambahan uang, yakni sebagai tanda bukti kepemilikan atas suatu logam mulia (emas dan perak) yang disimpan di pandai besi. Dengan demikian, jika disamakan dengan macam-macam surat berharga dewasa ini, maka ia menyerupai sebuah sertifikat hak kepemilikan. Bedanya, hak milik itu tidak bisa diambil dan dimanfaatkan oleh pemegang surat bukti tersebut (bretton wood system). Barang yang menjadi jaminan selalu ada pada tempat penyimpanan harta, yakni para pencetak logam mulia yang terdiri dari tukang pandai besi.

Penggunaan uang kertas dengan peran dan fungsi sebagaimana di atas berlangsung lama, sampai terbentuknya negara modern. Dan mata uang kertas pertama yang dikenal oleh kalayak modern adalah mata uang dolar dengan gambar Benjamin Franklin yang diabadikan sebagai simbol gambar, dan dianggap sebagai Bapak Penemu Uang Kertas. Apakah ini benar? 

Catatan sejarah, sebenarnya membuktikan bahwa hal itu ada benarnya dan ada juga salahnya. Sisi kebenarannya adalah memang ia merupakan Bapak Uang Kertas modern yang saat ini dipergunakan oleh Amerika. Tidak benarnya, karena catatan sejarah membuktikan bahwa Cina adalah bangsa yang pertama kali menggunakan uang kertas yang saat itu berbahan dasar kulit kayu. Bahkan Cina sudah menggunakan uang kertas ini sejak abad ke-2 Masehi. Uang kertas modern, baru diadopsi oleh Amerika pasca ekspedisi Marcopolo, yakni sekitar abad ke-13 Masehi. Jadi, 11 tahun sudah Cina menggunakan mata uang kertas itu, baru kemudian Amerika mengadopsinya. Uang kertas sendiri masuk ke tanah air yaitu kurang lebih awal abad ke-16 Masehi, yaitu era sebelum kemerdekaan. Namun, dalam kesempatan ini kita tidak akan banyak bercerita soal sejarah bagaimana introduksinya uang kertas tersebut, dan siapa tokoh-tokohnya. Kita hanya akan fokus pada aspek kajian perkembangan fungsi mata uang sehingga ia berperan sebagai alat tukar yang mengandung nilai tukar barang. 

Kembali kita garis bawahi bahwa awal mula uang kertas adalah sebagai surat tanda bukti atas kepemilikan suatu aset logam mulia. Aset cadangan ini, di era negara modern tidak lagi dipegang oleh para tukang pandai besi. Akan tetapi, ia dikelola oleh negara. Dan sebagai bukti penjagaan atas aset, seluruh cadangan emas yang dijadikan jaminan resmi uang kertas mulai dihandel oleh negara. Oleh karena itu pula, agar semua orang tidak merasa berhak menerbitkan sebuah keping mata uang – baik logam maupun kertas - maka pencetakan uang menjadi diambil oleh negara. Sampai di sini, maka uang kertas menjadi memiliki fungsi tambahan lain, yaitu sebagai “representasi” atas suatu aset emas dan perak yang disimpan dalam brankas negara. Perubahan terjadi pada tempat penyimpanan representasi emasnya. Jika, uang kertas klasik merupakan representasi atas suatu aset logam mulia yang terdapat pada tukang pandai besi, maka uang kertas modern merupakan representasi atas suatu aset logam mulia yang disimpan oleh negara dengan alasan keamanan. 

Pernyataan bahwa uang kertas merupakan pernyataan atas kepemilikan suatu aset emas yang disimpan dalam bentuk cadangan negara ini ternyata berujung pada masalah. Semenjak terbentuknya unit perbankan sebagai tempat menyimpan uang, dengan rasio suku bunga yang ditetapkan untuk sejumlah deposit (tabungan), ternyata menyisakan permasalahan yang tidak kecil. Andaikan saat itu, sistem ekonomi syariah, dengan murabahah dan mudharabahnya sudah diterapkan, tetap saja hal itu akan menyisakan masalah baru bila mana kebijakan suku bunga ini diadopsi oleh perbankan. Bagaimana hal itu terjadi? Perhatikan tabel berikut ini!



Bayangkan bahwa Tabel di atas adalah ilustrasi penduduk satu negara yang seluruhnya menabung pada satu Bank X! Dan ingat, bahwa kita masih fokus pada pembahasan uang kertas sebagai representasi dari sebuah aset cadangan emas! Jumlah Total uang simpanan merupakan sebuah angka riil uang yang memiliki jaminan atas aset emas. Kebijakan perbankan yang menetapkan rasio suku bunga simpanan sebesar 2,5% deposit, dapat memunculkan uang baru yang tidak memiliki jaminan atas aset simpanan emas bukan? Dengan demikian, selisih antara “angka fiat” dengan “angka riil” sebesar 1,5 juta rupiah, adalah terdiri atas lembaran kertas uang tanpa cadangan aset. Dan andaikan seluruh nasabah itu meminta aset emas yang dijaminkan, maka ada kurang lebih 1,5 juta rupiah yang hanya berupa lembar uang kertas tidak bernilai, disebabkan tidak memiliki stok jaminan. 

Bca juga: Sejarah Uang sebagai Alat Tukar
Permasalahan di atas adalah awal bagi munculnya teori penciptaan uang fiat, sebagaimana uang yang kita pergunakan saat ini. Dan ilustrasi sebagaimana yang sudah disampaikan di atas, adalah bukan yang tidak pernah terjadi dalam sejarah. Hubungan bilateral antara Perancis dan Amerika pada kisaran 1960-an, pernah tercatat sebagai faktor lahirnya uang fiat dewasa ini. 

Suatu ketika, banyak lembaran mata uang dolar beredar di lingkup masyarakat Perancis. Karena banyaknya peredaran tersebut, yang menyebabkan mata uang Perancis menjadi jatuh, akhirnya Perancis memutuskan untuk mengakuisisi semua dolar tersebut. Setelah terkumpul, Perancis kemudian memanfaatkan jalur resmi praktik perbankan, bahwa setiap lembar mata uang adalah representasi cadangan emas negara.. Perancis memanfaatkan lembaran dolar Amerika tersebut untuk meminta cadangan emas Amerika. Dan karena hal itu adalah legal dalam kancah dunia perbankan, Amerika mahu tidak mahu harus mensetujuinya. Jadilah kemudian, hampir separuh cadangan emas Amerika diangkut ke Perancis. Dengan demikian, yang di Amerika saat itu hanya tersisa lembaran uang tanpa nilai. Inilah yang melatarbelakangi pernah jeblognya ekonomi Amerika pada kisaran awal tahun 1960-an. Ini juga yang selanjutnya menjadi latar belakang terbitnya Fiat Money, atau mata uang fiat, sebagaimana yang kita temui sekarang ini. Insyaallah akan kita kupas pada tulisan berikutnya! Wallahu a’lam.


Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jawa Timur

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua