Ajie Najmuddin
Kolomnis
Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Dalam Keppres tersebut terdapat 3 poin penting, yakni (1) penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, (2) tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional, dan (3) agar seluruh komponen bangsa memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni.
Tentu kita bertanya, kenapa peringatan Hari Lahir Pancasila perlu dituangkan kembali melalui Keppres yang saat itu ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 1 Juni 2016?
Selain untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia, yang kemudian perlu dilakukan penetapan (kembali) Hari Lahir Pancasila, yang kemudian menjadi salah satu poin pertimbangan munculnya Keppres No 24 Tahun 2016 tersebut, kita juga perlu menilik dinamika pasang surut peringatan Hari Lahir Pancasila yang sejatinya sudah ada sejak era pemerintahan Presiden Sukarno (Bung Karno).
Arsip Juni 1964
Dari beberapa arsip lama yang penulis baca, peringatan Hari Lahir Pancasila, yang kemudian diperingati secara nasional, dimulai sejak tahun 1964. Beberapa media massa pada saat itu, memuat berita penyelenggaraan peringatan ke-19 Hari Lahir Pancasila. Di antaranya Kedaulatan Rakyat (edisi 2 Juni 1964) yang memuat judul pada halaman utama "Peringatan Lahirnja Pancasila" dengan menyertakan beberapa kutipan pidato dari Bung Karno.
"Aku tidak mendapat wahju, aku bukan Nabi.. Aku sekedar menggali Pantjasila di bumi Indonesia sendiri."
Kemudian harian Suara Merdeka (2 Juni 1964) memuat judul "Pantjasila Telah Djadi Landasan Utama Dalam Penjelesaian Revolusi Indonesia". Sedangkan surat kabar milik Partai Nasional Indonesia (PNI), Suluh Indonesia (Sulindo) edisi Selasa 2 Juni 1964 menuliskan: "Pres. Sukarno pd Peringatan ke-19 Lahirnja Hari Pantjasila: Pantjasila jang bisa mentjetuskan/achiri Revolusi Indonesia".
Selain peringatan Hari Lahir Pancasila, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari libur nasional, yang ditetapkan sejak tanggal 1 Juni 1964. Koran Duta Masjarakat (2 Juni 1964) memuat hal tersebut:
"Dengan persetudjuan Paduka Jang Mulia Presiden, pada hari ini, 1 Djuni 1964, lewat Jang Mulia Menteri Koordinator Kesedjahteraan; Menteri Agama telah mengeluarkan Surat Keputusan bahwa tanggal 1 Djuni 1964, Hari Lahirnja Pantjasila ditetapkan sebagai Hari Libur. Keputusan ini berlaku mulai pada tanggal 1 Djuni 1964."
Sejak saat itulah, Hari Lahir Pancasila diperingati dengan menyelenggarakan upacara resmi baik di tingkat pemerintahan, lembaga-lembaga pendidikan, dan lain sebagainya. Juga diperingati sebagai hari libur nasional.
Pada peringatan ke-20 atau kedua bila dihitung dari tahun 1964, penulis juga menemukan arsip pada salah satu artikel di Harian Duta Masjarakat edisi 2 Juni 1965 yang memuat judul "Dengan Pantjasila, Kita Selesaikan Kedua Tahap Revolusi".
Di dalamnya berisi pernyataan dari Pimpinan Pusat (PP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyambut Hari Lahir Pantjasila, yang berharap agar nilai-nilai Pancasila juga menjadi milik seluruh bagian dunia yang tengah berjuang melawan nekolim.
"Hari Lahirnja Pantjasila jang kedua kalinja kita peringati tahun ini, haruslah didjadikan pendorong semangat utk lebih memperhebat ofensif Pantjasilais.. Kita sudah jakin dan harus terus menerus mempertebal kejakinan itu.. Pantjasila.. harus terus diperdjuangkan menjadi milik dunia baru jang bebas dari penindasan, bebas dari tjengkeraman nekolim, adil dan makmur jang diridhoi oleh Tuhan."
Baca Juga
Membela Pancasila, NU Dituduh Kafir
Sempat Dilarang
Selama kurun waktu 6 tahun (1964-1969) peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi agenda nasional, yang dirangkai dengan berbagai macam acara. Tak jarang, ucapan selamat Hari Lahir Pancasila juga kerap menghiasi surat kabar, menjelang atau pada momen awal Juni, yang terkadang disertai dengan ucapan Hari Ulang Tahun Bung Karno (6 Juni). (Lihat Harian DM edisi 2 Juni 1965).
Namun, karena pergantian rezim pemerintahan, Hari Lahir Pancasila sempat tak lagi diperingati. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam buku Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa (Kompas, 2009, hal 189) menuliskan sejak tahun 1970 peringatan Hari Lahir Pancasila dilarang, sampai berakhirnya pemerintahan Soeharto. Hampir tiga dekade kelahiran Pancasila tabu diperingati.
Pada masa itu, hingga beberapa dekade setelahnya, bangsa Indonesia lebih mengenal Hari Kesaktian Pancasila, yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober daripada Hari Lahir Pancasila. Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967 untuk menghormati dan mengenang jasa para korban peristiwa G30S.
Setelah reformasi yang menandai berakhirnya rezim pemerintahan Soeharto, Hari Lahir Pancasila mulai kembali diperingati dengan beragam acara. Dan seperti yang telah dikemukakan di awal, diperkuat kembali dengan Keppres No 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
Begitulah, pasang surut peringatan Hari Lahir Pancasila, yang bahkan sempat menjadi sesuatu yang tabu dan terlarang untuk diperingati pada masa pemerintahan Orde Baru.
Ajie Najmuddin, Pemerhati sejarah NU
ย
Terpopuler
1
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
2
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
5
Kronologi 3 WNI Tertangkap di Gurun Pasir Hendak Masuk Makkah, 1 Orang Meninggal
6
Alasan Tanggal 11-13 Dzulhijjah Disebut Hari Tasyrik dan Haram Berpuasa
Terkini
Lihat Semua