Syariah

Hukum Menyimpan Daging Kurban Melewati Hari Tasyrik

Rab, 29 Juni 2022 | 15:20 WIB

Hukum Menyimpan Daging Kurban Melewati Hari Tasyrik

Hukum Menyimpan Daging Kurban Melewati Hari Tasyrik

Ada masa di mana Rasulullah saw melarang sahabat untuk menyimpan daging kurban melebihi tiga hari. Rasulullah saw meminta para sahabat untuk mengonsumsi daging kurban sesuai kebutuhan selama tiga hari. Selebihnya Rasulullah saw meminta para sahabat untuk berbagi daging kurban.


Rasulullah saw memberikan waktu tiga hari kepada para sahabat yang memiliki kelebihan daging untuk mendistribusikannya kepada mereka yang membutuhkan karena kondisi kritis di masyarakat.


Di masa kemudian kondisi pangan masyarakat membaik. Rasulullah saw lalu mencabut larangan penyimpanan daging. Rasulullah saw setelah itu mempersilakan para sahabatnya untuk mengawetkan daging kurban melebihi hari tasyrik sekalipun.


Dari sini ulama fiqih kemudian memutuskan bahwa pengawetan atau penyimpanan daging kurban tidak dilarang. Ulama fiqih menganjurkan penyimpanan sepertiga daging kurban yang menjadi kuota konsumsinya, bukan dua pertiga daging kurban yang seharusnya didistribusikan sebagai sedekah kepada orang lain.


تنبيه: لا يكره الادخار من لحم الأضحية والهدي، ويندب إذا أراد الادخار أن يكون من ثلث الأكل، وقد كان الادخار محرما فوق ثلاثة أيام ثم أبيح بقوله صلى الله عليه وسلم لما راجعوه فيه كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ مِنْ أَجْلِ الدَّافَّةِ وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِالسَّعَةِ فَادَّخِرُوْا مَا بَدَا لَكُمْ رواه مسلم


Artinya, “Peringatan: tidak makruh menyimpan daging kurban dan daging dam. Pekurban dianjurkan menyimpan sepertiga daging yang memang dialokasikan untuk dikonsumsi. Dulu penyimpanan daging melebihi tiga hari sempat diharamkan tetapi kemudian dibolehkan berdasarkan sabda Rasulullah saw ketika para sahabat kembali bertanya kepadanya, ‘Dulu memang kularang kalian menyimpannya karena tamu. Kini Allah memberikan kelapangan-Nya. Oleh karena itu, simpanlah daging yang telah jelas bagimu,’” (As-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’anil Minhaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997 M/1418 H], juz IV, halaman 388).


Imam Rafi’i mengatakan, tamu yang dimaksud adalah sekelompok baduwi yang memasuki Kota Madinah di masa Rasulullah. Mereka tidak berdaya oleh paceklik dan kelaparan yang mendera mereka di pedalaman. Tetapi ada ulama yang menafsirkan, kata “dāffah” adalah musibah yang melanda masyarakat. (As-Syarbini, 1997 M/1418 H: IV/388).


Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan daging kurban sendiri tergantung pada pemerataan terutama sekali bagi orang-orang yang mengalami kesulitan pangan seperti Arab badui yang masuk ke dalam Kota Madinah untuk mendapatkan makanan. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)