Hikmah

Ketika Rasulullah Maafkan Orang Badui yang Menamparnya

Kam, 21 Desember 2017 | 01:01 WIB

Dikisahkan dalam kitab Nawadhir, Hikayat 45 Mu’jizat Rasul halaman 46 karya Ahmad Syihabuddin Bin Salamah Al-Qulyuby, begini ceritanya:

Suatu hari Rasulullah SAW datang ke rumah putrinya Fatimah radhiallahu ‘anha, Rasul datang dalam keadaan lapar dan meletakkan batu di dalam perutnya. Sayangnya putri kesayangnnya itu mengeluhkan hal yang sama dan tidak memiliki makanan sedikitpun di rumahnya, Fatimah belum makan selama tiga hari. Nabi pun keluar dari rumah kecil itu dengan rasa iba saat melihat cucunya Hasan dan Husain menahan lapar.

Nabi berjalan hingga berada di sebuah sumur pinggir kota Madinah. Dipandanginya sumur tersebut hingga datanglah seorang dari suku badui ingin mengambil air. Rupanya, sosok dari pedalaman Arab tersebut tidak tahu bahwa yang berdiri di dekat sumur tersebut adalah Rasulullah.
  فقال له : يا اعرابي هل لك في اجير تستاجره؟ قال: نعم
قال: تستاجره  بماذا؟ قال: يستسقي من هذا البءر , فدفع الاعرابي له الدلوا فدفع له ثلاث تمرات

Nabi berkata: “Apakah engkau butuh jasa sewa?” 

“Iya,” ucap orang Badui, disusul dengan pertanyaan, “Engkau akan menyewakan apa?”

“Jasa untuk mengambil air di sumur ini,” ucap Nabi. Pemuda tersebut memberi nabi timba untuk mengambil air dengan imbalan tiga biji kurma.

Tak dinyana, Pada saat mengambil air kesekian, tali penyambung timba terputus. Nabi berdiri senyampang melihat timba yang jatuh ke dalam sumur. Badui itu marah besar, melihat pekerjaan Nabi yang belum selesai dan harus terhenti karena timba tak bisa lagi dibuat untuk mengambil air.

Kemarahan Badui berujung pada penamparan, sembari memberikan dua puluh empat kurma pada Nabi, musafir tersebut mengambil timba dalam sumur dan melemparnya pada Nabi.

Tak sedikitpun Nabi beranjak dari tempat berdiri atau marah pada penyewa jasanya tersebut. Nabi hanya tersenyum dan mengambil upah kurma yang diberikan oleh Badui. 

Melihat sikap dan kesabaran Nabi itulah Badui tersebut mulai berpikir, sambil terus melanjutkan perjalannya. Dia terheran sosok yang menawarkan jasa tersebut hanya diam saat ditampar. Barulah Badui merasa ketakutan, dan mulai berpikir seorang yang baru ia tampar adalah Muhammad. 

Badui didera rasa bersalah, dan ketakutan hingga ia memotong tangan yang telah ia gunakan untuk menampar Nabi. Di berjalan hingga sampai Masjid, banyak yang bertanya perihal tangannya yang putus.

فقالوا ما اصا بك ؟ فقال: لطمت وجه انسان, ثم ظننت انه محمد واخفت ان تصيبني العقوبة فقطعت يدي التي لطمته بها.

Aku telah menampar wajah seseorang, dan aku berpikir itu adalah Muhammad, aku takut akan tertimpa musibah, maka aku memotong tangan yang telah kugunakan untuk menamparnya. 

Pemuda dari pedalaman Arab itu terus berjalan sembari membawa potongan tangan kanannya, dan berseru “Wahai sahabat Muhammad, dimanakah Muhammad saat ini?” teriaknya di pelataran Masjid. 

Salman datang dan mengajaknya ke rumah Fatimah di sana, Nabi duduk seraya memangku kedua cucunya Hasan dan Husain. Ketika melihat Nabi, wajahnya penuh rasa takut dan penyesalan.

فلما راه قال: يا محمد اعذرني فاني لم اعرفك, . 

Wahai Muhammad maafkan aku, aku tak tau jika yang kutemui dekat sumur adalah dirimu. 

Nabi tersenyum, bahkan berujar jika pemuda badui adalah penyelamat bagi cucu dan anaknya Fatimah. 

Mengetahui Nabi tak sedikitpun menyimpan rasa marah, pemuda badui mengajukan permintaan pada Nabi untuk mengembalikan tangannya seperti semula. Nabi memegang tangannya dan mengusap beberapa kali. Dengan izin dari Allah tangan kanan pemuda Badui tersebut kembali seperti semula. (Diana Manzila)