Hikmah

Kisah Ali bin Abi Thalib dan Seorang Bekas Budak

Jum, 5 Juli 2019 | 14:00 WIB

Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai seorang sahabat Nabi Muhammad yang pemberani, alim, berwawasan luas, dan cerdas. Di samping itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang adil dan tidak membeda-bedakan seseorang berdasarkan status sosialnya. Ia menganggap, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tidak peduli apakah dia seorang budak, bekas budak, atau merdeka. 

Dikisahkan, suatu ketika ada dua orang perempuan –yang satu seorang Arab dan satunya seorang bekas budak- mendatangi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mereka berdua sengaja menemui Sayyidina Ali dengan tujuan untuk meminta sesuatu. Maka kemudian Sayyidina Ali menyiapkan satu takar makanan dan uang 40 dirham untuk keduanya. 

Keduanya kemudian mengambil bagiannya masing-masing. Setelah mendapatkan makanan dan uang dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, seorang perempuan bekas budak tersebut langsung pulang. Namun demikian tidak dengan perempuan Arab tersebut. Ia menghadap Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan melayangkan protes. Iya, ia tidak berterimakasih tetapi malah memprotes Sayyidina Ali. 

Perempuan Arab tersebut merasa memiliki status yang lebih tinggi sehingga seharusnya ia mendapatkan bagian yang lebih banyak daripada bekas budak tersebut. “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau beri aku jumlah yang sama seperti perempuan tadi, sedangkan aku ini perempuan Arab dan ia bekas sahaya?” kata perempuan Arab itu. 

Sayyidina Ali bin Abi Thalib merespons protes perempuan Arab tersebut dengan santai. Kata Sayyidina Ali, semua manusia itu memiliki kedudukan yang sama. Ia mengibaratkannya dengan persamaan antara anak cucu Ismail as. dengan anak cucu Ishaq as. Tidak ada keistimewaan atau kelebihan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya sama. 

“Aku tidak menemukan di dalam Kitab Allah kelebihan anak cucu Ismail as. dibandingkan dengan anak cucu Ishaq as.,” jawab Sayyidina Ali bin Abi Thalib, seperti dikutip buku Hayatush Shahabah (Syaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, 2019).

Pada kesempatan lain, Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah menerima kiriman harta dan roti dari Isfahan. Harta dan roti tersebut kemudian dibagi menjadi tujuh bagian dengan jumlah yang sama. Sayyidina Ali bin Abi Thalib kemudian mengundang tujuh pemimpin kaum untuk mengambil harta yang sudah dibagi sama tersebut. Sayyidina Ali bin Abi Thalib juga mengundi untuk menentukan siapa yang berhak mengambil pertama, kedua, hingga ketujuh.

Begitulah cara Sayyidina Ali bin Abi Thalib memperlakukan seseorang. Ia tidak memandang status orang ketika memberikan sesuatu. Oleh karenanya, ia tidak memberi lebih banyak mereka yang statusnya lebih tinggi dan memberi lebih sedikit mereka yang statusnya rendah. Semuanya dibagi rata dan sama. Tidak ada yang lebih banyak ataupun lebih sedikit. (Muchlishon)