Hikmah

Kisah Keutamaan Shalawat: Memberhentikan Siksaan

Jum, 10 Agustus 2018 | 00:30 WIB

Tidak diragukan bahwa membaca shalawat merupakan ibadah yang istimewa dan memiliki banyak keutamaan dan manfaat baik bagi pembacanya orang lain maupun bagi orang yang dimaksudkan pembacaannya. Salah satu kisah tentang fadlilah atau keutamaan shalawat adalah apa yang diceritakan oleh Syekh Yusuf bin Ismail An-Nabhani di dalam kitab Afdlalus Shalawât ‘alâ Sayyidis Sâdât.

An-Nabhani mengisahkan bahwa Al-Hafidh As-Sakhawi pernah bertutur:

Seorang ibu datang menghadap kepada Syekh Hasan Al-Bashri. Kepada sang alim itu si ibu bercerita tentang anak perempuannya yang telah meninggal dunia beberapa hari sebelumnya.

“Saya ingin bermimpi melihatnya, Syekh,” katanya kemudian.

Melihat keinginan sang ibu yang begitu kuat Syekh Hasan Al-Bashri kemudian memberi beberapa amalan untuk dilakukan.

“Setelah Shalat Isya lakukanlah shalat sunnah empat rakaat. Di setiap rakaatnya bacalah Surat al-Fatihah dan at-Takatsur sekali. Setelah itu tidurlah dengan posisi miring sambil membaca shalawat kepada Nabi sampai dengan engkau tertidur.”

Maka sang ibu mengamalkan apa yang diajarkan oleh Syekh Hasan. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat anak perempuannya dalam keadaan disiksa. Ia memakai pakaian dari api, kedua tangannya dibelenggu dan kedua kakinya diikat dengan rantai api. 

Ketika terbangun dari tidurnya sang ibu segera menemui Syekh Hasan dan menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi. Mendengar cerita dari sang ibu beliau memberi saran untuk bersedekah dengan harapan Allah berkenan mengampuni anak perempuannya.

Pada malam harinya Syekh Hasan bermimpi seakan berada di pertamanan surga. Di sana ada sebuah kasur yang terbentang. Di atasnya ada seorang perempuan berwajah elok dengan mahkota cahaya bertanggar di kepalanya.

Kepada Syekh Hasan perempuan itu berkata, “Ya Hasan, kau mengenaliku?”

“Tidak,” jawabnya.

Perempuan itu mengatakan, “Aku adalah anak perempuan dari seorang ibu yang kau perintahkan untuk membaca shalawat.”

Syekh Hasan seperti tak percaya. “Ibumu itu menceritakan tentang dirimu bukan dengan keadaan seperti ini,” katanya.

“Apa yang disampaikan ibuku itu memang benar adanya,” timpal perempuan itu.

“Lalu apa yang menjadikanmu mendapatkan kemuliaan seperti ini?”

“Kami ada tujuh puluh ribu jiwa yang sedang mengalami siksaan sebagaimana diceritakan ibuku kepadamu. Satu hari seorang yang saleh lewat di pemakaman kami sambil membaca shalawat Nabi sekali dan menghadiahkan pahalanya untuk kami. Allah menerima shalawat yang dibacanya itu dan membebaskan kami semua dari siksaan, sebab berkah dari laki-lkai saleh tersebut. Kini sampailah aku pada derajat sebagaimana yang engkau lihat ini.”

Bila tujuh puluh ribu ahli kubur bisa diselamatkan dari siksaan hanya dengan satu kali shalawat saja, maka bagaimana dengan orang yang membacanya?

Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)