Hikmah

Mengaca dari Kaum Sombong yang Ingin Saingi Tuhan

Ahad, 23 Juni 2019 | 06:30 WIB

Terinspirasi kitab sejarah yang mengisahkan keindahan dan kenikmatan surga, Syaddad bin Aad, keturunan dari anak seorang raja bernama Aad, memimpikan surga berada di dunia. Ia pun merealisasikan ambisinya dengan membangun sebuah kota yang dinamai Iram yang mempekerjakan ribuan pekerja dalam jangka waktu 300-an tahun. Ia menata Kota Iram sedemikian rupa dengan pohon-pohon dan aliran sungai yang dilapisi emas dan perak.

Ia tidak mengatur sendiri mega proyek yang ia impikan ini. Ia berkolaborasi dengan saudaranya yang bernama Syadid. Keduanya memimpin kerajaan dengan kejam. Syaddad termasuk orang yang diberikan umur panjang hingga mencapai 1200 tahun. Ia juga menikahi kurang lebih 1000 perempuan dan merupakan penguasa dunia pertama setelah Nabi Nuh AS.

Namun, dasar niat yang dimiliki Syaddad dalam membangun surga di dunia ini bukan untuk mensyukuri nikmat dari Allah namun wujud kesombongan untuk menyaingi kekuasaanNya. Allah pun mengutus seorang Nabi untuk mengajak Syaddad dan kaum ‘Aad kepada kebenaran. Nabi yang diutus oleh Allah adalah Nabi Hud AS.

Namun bukannya Syaddad dan anak buahnya mengikuti ajakan Nabi Hud AS, mereka malah mengabaikan dan melecehkannya. Bahkan mereka menantang Nabi Hud AS untuk menurunkan azab dari Allah sebagai bukti kebenaran ajakannya.

Kesombongan inilah yang menyebabkan Allah tak segan-segan menimpakan adzab kepada kaum ‘Aad dengan kemarau berkepanjangan selama tiga tahun lamanya. Mereka pun kehilangan lahan pertanian dan perkebunan serta surga dunia yang selama ini mereka bangun dan bangga-banggakan.

Adzab ini pun tak membuat mereka jera dengan tetap tidak mengikuti ajakan Nabi Hud AS untuk beriman kepada Allah. Allah pun kembali menurunkan adzab berupa angin Samun yang memporak-porandakan wilayah mereka sampai gunung-gunung pun ikut hancur. Berhembus kencang selama delapan hari tujuh malam angin ini membuat sebagian Kaum ‘Aad takut dan tewas.

Kisah ini termaktub dalam QS Al Haqqah ayat 6-8 yang artinya: “Adapun kaum ‘Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu liat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka."

Inilah gambaran nasib pemimpin dan kaum sombong yang terlena dengan kemewahan dunia dan kekayaan yang mereka miliki. Mereka berani melupakan Allah, mengingkari Nabi yang diutus kepada mereka, dan ingin mengalahkan kekuasaan Allah yang tanpa batas.

Perlu kita sadari bahwa semua orang pasti mengharapkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup di dunia. Namun semua itu tidak bisa diukur dari banyaknya harta dan pengikut yang dimiliki. Banyak orang yang berambisi mengumpulkan harta sebanyak mungkin untuk meraih kebahagiaan. Namun sebenarnya harta justru bisa menjauhkan seseorang untuk meraih kebahagiaan karena dapat membutakan hati nurani bahkan bisa membuatnya jauh dari Sang Pencipta.

Kita harus mengingat bahwa kehidupan di dunia pasti akan mengalami pasang surut. Kadang bahagia, kadang sedih. Terkadang merasa dekat dengan Allah, terkadang terasa jauh hingga hati menjadi gersang. Ketika kita berada di bawah, maka janganlah putus asa dan ketika berada di posisi atas maka janganlah kecongkakan dan kesombongan menutupi hati kita.

Kehidupan di seluruh zaman dan masa selalu mengalami perubahan. Karena memang setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Kita sendiri lah yang mampu dan mengetahui apa yang terbaik yang bisa kita lakukan.

Harus ada "paksaan" kepada diri sendiri untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah jika kita merasa jauh. Harus ada komitmen untuk menyadari bahwa manusia adalah makhluk kecil tak berdaya di hadapan-Nya. Kepada Allah lah semua pergerakan kehidupan ini berasal dan kepadanya pula semua akan dikembalikan.

Muhammad Faizin (Disarikan dari Materi Ngaji Ahad (Jihad) Pagi oleh KH Sujadi, Tafsir Surat Al Fajr ayat 1-7 di Gedung PCNU Pringsewu, Lampung)