Hikmah

Nasihat Ulama untuk Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Rab, 4 Oktober 2017 | 20:53 WIB

Dalam al-Tibr al-Masbûk fî Nashîhah al-Mulûk, Imam Abû Hâmid al-Ghazali mengisahkan Khalifah ‘Umar bin Abdul Azîz ra (682-720 M) meminta penjelasan tentang keadilan kepada salah seorang ulama bernama Muhammad bin Ka’b al-Qurazi. Beliau menjawab:

كل مسلم أكبر منك سنّا فكن له ولدا, ومن كان أصغر منك فكن له أبا, ومن كان مثلك فكن له أخا, وعاقب كل مجرم علي قدر جرمه, وإياك أن تضرب مسلما سوطا واحدا علي حقد منك فإن ذلك يصيرك إلي النار.

“(Terhadap) setiap muslim yang lebih tua umurnya darimu, jadilah seorang anak. Untuk yang lebih muda darimu, jadilah seorang ayah. Untuk yang sebaya denganmu, jadilah seorang saudara. Hukumlah setiap penjahat sesuai dengan kejahatannya. Dan hati-hatilah, satu cambukanmu terhadap seorang muslim karena dendam (kemarahan) pribadimu, maka perbuatan itu akan menjadikanmu ahli neraka.” (Imam Abû Hâmid al-Ghazali, al-Tibr al-Masbûk fi Nashîhat al-Mulûk, Beirut; Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988, hlm 20)

****

Sebagai seorang pemimpin, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mencitrakan kerendahan hati di hadapan pengetahuan. Tanpa segan beliau meminta nasihat kepada seorang ulama. Mengamalkan amanat Rasul bahwa pengetahuan harus terus dicari hingga napas terakhir. Di sela-sela kesibukannya yang padat, bahkan seringkali tidak memejamkan mata untuk beristirahat, Khalifah Umar bin Abdul Aziz masih menyempatkan diri mempelajari banyak hal, tentang agama, mengatur negara dan lain sebagainya. Teladan seorang pemimpin yang baik.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah murid langsung Sayyidina Abdullah bin Umar RA dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr RA. Beliau menerima pendidikan agama yang intensif. Jauh sebelum menjadi khalifah, beliau telah mempelajari isi ayat Al-Qur’ân yang berbicara tentang keadilan. Allah berfirman (Q.S. al-Nahl [16]: 90):

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan(mu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, melarang dari perbuatan keji, munkar, dan permusuhan. Dia memberimu pengajaran agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Ayat di atas mengandung dua unsur pokok, yaitu positif (adil, kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat) dan negatif (keji, munkar dan permusuhan). Adil adalah titik awal dalam unsur positif dan meninggalkan permusuhan adalah titik akhir dari unsur negatif. Untuk dapat melakukannya, diperlukan pemahaman tentang adil yang luas. Mungkin, karena alasan itulah, Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA terus mengembangkan pemahamannya tentang keadilan, memahaminya dari berbagai persepsi untuk memperluas penerapannya.

Persepsi adil yang diberikan Imam Muhammad al-Qurazi ini bersifat ke dalam diri. Bermain dalam konstruksi jiwa. Seorang yang hendak berlaku adil, harus menyimpan persepsi tersebut dalam dirinya. Beliau menggunakan bahasa perumpamaan yang mudah dipahami, menyentuh langsung common sense manusia, yakni hormat anak kepada orang tuanya, kasih sayang orangtua kepada anaknya, dan keakraban saudara dengan saudaranya yang lain. Kemudian beliau mengingatkan bahwa seorang pemimpin harus berhati-hati dalam menegakkan hukum. Tidak boleh sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya. Semuanya akan ditagih oleh Allah di akhirat kelak.

Karena itu, kita perlu berdoa, semoga para pemimpin kita bisa meneladani Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dapat berlaku adil meski kepada burung yang butuh tempat berteduh. Seorang pemimpin itu satu kakinya berada di surga dan satunya di neraka. Bagi yang gagal menjaga amanat kepemimpinannya, hukum Tuhan akan sangat berat di akhirat kelak. Tapi, bagi yang berhasil melaksanakan amanat-Nya, Kanjeng Nabi Muhammad Saw bersabda (H.R. Imam al-Thabrani: “Yaum min imâm ‘âdil afdal min ‘ibâdah sittîna sannah—sehari dari pemimpin yang adil lebih utama daripada ibadah 60 tahun.” Wallahu a’lam.

Muhammad Afiq Zahara, alumnus Pondok Pesantren al-Islah, Kaliketing, Doro, Pekalongan dan Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.