Hikmah

Pelajaran dari Anjing dan Orang yang Bertukar Hukuman Mati

Sel, 25 Juni 2019 | 15:15 WIB

Ada satu peristiwa menarik di kota Tarsus, Turki. Dalam sebuah perjalanan, terdapat  seorang ulama yang melihat seekor anjing tampak mengikutinya dari belakang. Setiap kali ulama ini berbelok ke kanan, anjing itu juga ikut ke kanan. Demikian pula ketika berbelok ke kiri. Hingga ketika ulama tersebut sampai pada batas kota atau di benteng yang bernama pintu jihad, anjing tadi tiba-tiba kembali ke arah kota lagi. 

Setelah beberapa saat, tiba-tiba tampak anjing yang tadi menguntit dari belakang. Tapi kali ini ia datang tidak sendirian. Ia kembali datang bersama dengan 20 anjing  yang lain. Ternyata pada saat anjing tadi mengikuti ulama yang sedang berjalan tadi, ia melihat ada bangkai hewan di jalan. Anjing tidak langsung melahap bangkai sendirian. Ia perlu mengundang teman-temannya untuk memakan bangkai bersama-sama. Sangat terlihat ada solidaritas antarmereka. 

Anehnya, pada saat mereka semua makan, anjing pengundang malah tidak ikut makan. Ia hanya menikmati pemandangan 20 teman anjingnya tengah lahap makan. Baru setelah kedua puluh anjing tampak kenyang, anjing pengundang tersebut mendekat lalu memakan sisa makanan yang tinggal tulang-tulang yang berserakan. Solidaritas seperti ini dikenal dengan istilah altruisme. 

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika.

Dalam Islam, altruisme sangat dianjurkan sehingga Allah mengapresiasi perilaku sahabat Anshar yang mengutamakan kepentingan Nabi dan sahabat Muhajirin walaupun mereka sendiri dalam keadaan kekurangan.

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9)

Oleh karena itu, para ulama sebagai orang yang dianggap lebih tahu tentang agama seharusnya ketika makan, giliran makannya adalah yang paling terakhir setelah orang-orang lain selesai makan. 

Manusia terkadang perlu belajar fabel. Fabel (bahasa Inggris: fable) adalah cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. Buku Kalilah wa Dimnah termasuk buku yang menceritakan tentang teladan akhlak melalui kisah-kisah binatang. 

Altruisme juga diajarkan dalam sebuah kisah dalam buku terbitan Mesir, Sirajul Muluk karya Abu Bakar at-Turtusi yang merupakan kitab khusus memberikan konseling pada penguasa. 

Satu ketika di Mesir ada masjid terbakar. Umat Islam cepat-cepat berasumsi bahwa yang membakar pasti orang Nasrani, meski sangkaan itu belum benar-benar dibuktikan. Beberapa pemeluk agama Islam mengambil langkah sembrono. Mereka membakar hotel yang dimiliki salah seorang Nasrani. Tak jelas siapa yang menghasud dan membakar marah warga sehingga orang Nasrani mesti menjadi korban balas dendam. 

Para pembakar hotel Nasrani ditangkap. Dan setelah melalui pengadilan, umat Islam yang membakar dieksekusi dengan pidana tiga macam. Pidananya sesuai hasil undian. Ada tiga lembar undian yang masing-masing berbeda isinya. Satu lembar berisi hukuman dibunuh, lembar satunya lagi potong tangan, dan yang terakhir adalah hukuman cambuk. Apabila narapidana kebetulan ketika mengambil undian mendapatkan cambuk, maka dicambuk. Begitu pula yang hukuman potong tangan dan mati. Memang hal ini terlihat sedikit aneh, namun memang pernah terjadi di Mesir di masa silam. 

Ada satu orang yang mendapat hukuman mati, tapi ia tidak siap dieksekusi. Ia mengaku tidak tega dengan ibunya di rumah. “Andaikan aku tidak punya ibu, niscaya aku siap dihukum mati. Bagaimana perasaan ibuku jika tahu anaknya dihukum mati, aku tidak siap,” keluhnya. 

Ada narapidana lain yang mendengar jeritan hati temannya ini. Kebetulan ia mendapatkan jatah hukuman cambuk. Dengan rela hati, kedua manusia tadi bertukar hukuman. 

Tidak diketahui ulama atau orang shalih siapa yang bersedia melakukan hal tersebut karena hal ini termasuk altruisme tingkat tinggi. Apabila masing-masing kita punya jiwa seperti lelaki yang berkenan mengorbankan jiwanya tersebut, tidak akan ada konflik. (Ahmad Mundzir)


Kisah tersebut disarikan dari ceramah KH Abdul Qayyum Manshur saat memberikan taushiyah pada acara Silaturrahim dan Halal bi Halal Ngumpulke Balung Pisah Nahdlatul Ulama di Rumah Dinas Walikota Semarang, Ahad, 23 Juni 2019.