Hikmah

Penghormatan Luar Biasa Abu Bakar kepada Sang Menantu

Jum, 28 September 2018 | 10:15 WIB

Mertua adalah sosok yang sangat disegani atau bahkan “ditakuti” oleh menantu. Seorang menantu, ketika sedang berada bersama mertuanya, umumnya dia akan menjaga ucapan maupun perangainya. Namun bagaimana apabila ada mertua yang justru luar biasa hormat kepada menantunya?

Hal demikian bisa saja terjadi, jika sang menantu memiliki keistimewaan yang luar biasa dibanding dirinya sendiri. Sebagaimana kisah Sayyidina Abu Bakar ash-Shidiq radliyalllahu ‘anh yang tunduk dan patuh kepada menantunya, Nabi Muhammad ﷺ. 

Pada saat Abu Bakar menemani Rasulullah ﷺ berhijrah, beliau sangat khawatir dan cemas akan keadaan sahabat yang sekaligus menantunya tersebut. Sebab Nabi sudah menjadi incaran utama untuk dibunuh oleh kawanan penjahat terkemuka dari golongan kafir Quraisy, termasuk pamannya sendiri, Abu Lahab.

Malam itu, 27 Shafar, tahun 14 kenabian, rumah Rasulullah ﷺ sudah dikepung oleh sebelas pembunuh kelas kakap. Rencana keji ini dipimpin oleh Abu Jahal. Namun atas mukjizat dari Allah ﷻ, ketika Nabi keluar menuju rumah Abu Bakar, tidak ada satu pun dari pembunuh itu yang dapat melihatnya.

Dari arah selatan Makkah, Abu Bakar bersama Nabi berjalan menuju ke arah Yaman. Beliau menempuh jarak 5 mil, hingga sampai di bukit Tsur, bukit yang tinggi, banyak bebatuan tajam dan terjal, sehingga mengakibatkan kaki mulia Nabi menjadi lecet berdarah. Dengan penuh cinta, Abu Bakar menuntun Nabi, hingga mereka sampai di gua yang berada dipuncak bukit. 

Sesampainya di depan gua, Abu Bakar berkata: 

والله لا تدخله حتى أدخل قبلك، فإن كان فيه شيء أصابني دونك

“Demi Allah, janganlah engkau masuk, sebelum aku masuk. Karena jika di dalam sana ada sesuatu yang membahayakan, biarlah aku yang mengalaminya, bukan engkau.” 

Dia masuk, lantas membersihkannya. Ia menemukan beberapa lubang di dinding gua, lantas merobek bajunya untuk menyumbat lubang-lubang yang ada. Ternyata kain yang di pakai tidak cukup untuk menyumbat semua lubang di gua itu. Tersisa dua lubang, dan Abu Bakar menutupinya dengan kedua kakinya. 

“Masuklah,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah ﷺ. 

Nabi pun masuk ke gua, merebahkan kepalanya di pangkuan sahabat setianya, hingga beliau tertidur. Beberapa saat kemudian, ternyata kaki Abu Bakar digigit hewan berbisa di balik lubang yang ia tutupi. Abu Bakar tidak berani bergerak sedikit pun, karena khawatir mengganggu istirahat Nabi. Menahan rasa sakit yang luar biasa, tak terasa air matanya jatuh mengenai wajah mulia Rasulullah ﷺ. 

Rasul pun terbangun dan bertanya, “Apa yang terjadi, wahai Abu Bakar?”

“Aku tersengat, wahai Rasulullah. Bapak dan Ibuku menjadi tebusanmu,” jawabnya. 

Lantas, Nabi meludahi kaki Abu Bakar, hingga rasa sakit yang ia rasakan menjadi hilang seketika. 

Demikianlah sekelumit kisah ketawadhuan Abu Bakar kepada Nabi. Meskipun ia lebih tua,tetapi ia tetap rendah hati. Semoga kita tidak menjadi orang angkuh seperti Abu Jahal, tetapi menjadi orang yang tawadhu’ seperti Abu Bakar. 

M. Iqbal Harimi, warga NU Kabupaten Jember


Tulisan ini disarikan dari kitab "al-Rahiq al-Makhtum" karya Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri