Hikmah

Pesan Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk Para Hakim

Kam, 3 Januari 2019 | 13:30 WIB

Pesan Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk Para Hakim

Ilustrasi: anulir.com

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai Khalifah Dinasti Umayyah yang bijak, adil, hati-hati, dan sederhana. Dia sangat memperhatikan nasib rakyatnya. Oleh karenanya, ia sangat berhati-hati dan ketat dalam mengangkat para pejabatnya. Hal itu dilakukan agar tidak ada pejabatnya yang melakukan korupsi, menyelewengkan kekuasaan, atau menerima suap sehingga menyengsarakan rakyatnya.   
 
Salah satunya dalam mengangkat seorang hakim. Bagaimanapun juga, posisi hakim sangat krusial. Ia menjadi pemutus perkara yang hak dan yang batil. Hakim juga yang menjadi instrumen utama dalam menegakkan keadilan. Karena itu, menjadi hakim bukan lah perkara yang mudah. Ia harus memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu. 
 
Bagi Khalifah Umar, seorang hakim harus menguasai ilmu syariat dan memiliki kemampuan ilmu agama yang baik. Ini menjadi bekal mereka dalam memutuskan suatu perkara. Di samping itu, merujuk buku Umar bin Abdul Aziz Sosok Pemimpin Zuhud dan Khalifah Cerdas (Abdul Aziz bin Abdullah al-Humaidi, 2015), Khalifah Umar bin Abdul Aziz menegaskan bahwa seorang tidak lah menjadi hakim sehingga dia memiliki lima hal berikut.
 
Pertama, kesucian (iffah). Sifat ini penting untuk menjaga seorang hakim dari segala praktik suap. Sifat ini menjadi benteng agar hakim tidak tergiur dengan urusan-urusan duniawi. Kedua, hilm. Seorang hakim juga harus memiliki sifat ini agar omongan dan bicaranya terjaga dari hal-hal yang tidak layak. 
 
Ketiga, memiliki pemahaman yang baik. Kapasitas dan kompetensi tentang kehakiman sudah menjadi sesuatu yang mutlak dimiliki jika seseorang ingin menjadi hakim. Ia harus memiliki keilmuan yang mendalam serta wawasan yang luas sehingga ia mampu memberikan keputusan yang terbaik dan seadil-adilnya. Seorang hakim juga harus memahami situasi dan kondisi seseorang yang mengalami perkara.
 
Keempat, bersedia berkonsultasi dengan ahlinya. Seorang hakim tidak perlu jaim. Ia harus mau berdiskusi dan berkonsultasi dengan para ahli dari berbagai bidang. Dengan begitu, dia akan mendapatkan banyak gagasan dan pencerahan dari para ahli. Sehingga ia memiliki pemahaman yang komprehensif atas kasus-kasus yang ditanganinya.
 
Kelima, tidak peduli dengan celaan orang lain. Seorang harus memutuskan suatu perkara berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan hati nuraninya. Jika dia sudah mantap bahwa keputusannya itu benar dan adil, maka segera diputuskan. Jangan sampai celaan dari orang lain yang memiliki kepentingan tertentu mempengaruhi keputusannya. 
 
Itu lah lima –enam- pesan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk para hakim. Jika seseorang tidak memenuhi lima atau enam hal tersebut, untuk kemaslahatan bersama maka sebaiknya ia tidak usah menjadi seorang hakim terlebih dahulu. Ia bisa meningkatkan kapasitasnya sehingga nantinya betul-betul menjadi seorang hakim yang adil. (A Muchlishon Rochmat)