Hikmah

Ulama Lebih Banyak Tafakur daripada Menghujat

Rab, 25 Juli 2018 | 01:00 WIB

Watak seorang ulama yang dikatakan dalam Al-Qur’an sebagai orang yang takut kepada Allah itu dalam kesehariannya lebih banyak tafakur terhadap fenomena alam, terhadap kemahakuasaan Allah. Ulama bukan orang yang justru mencari keburukan orang lain, juga menghujat. 

Rais Majelis Ilmi Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) KH Ahsin Sakho Muhammad mencontohkan, bagi seorang ulama, ketika melihat unta, ia akan berpikir: teracaknya besar, menembus pasir-pasir yang panas, bisa tahan tidak minum berjam-jam; kerongkongan bisa disuling air yang sudah masuk.

Berarti, lanjutnya, yang menciptakan unta itu haruslah Zat Yang Maha Luar Biasa. Karena, unta tak bisa menciptakan dirinya sendiri? Begitu juga manusia. Seluruh organ tubuhnya bukan dirinya yang menciptakan.

Kiai  Ahsin mengutip  sebuah ayat Al-Quran:

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?"

Kalau seandainya seseorang yang meneliti diri sendiri, meneliti tentang mata misalnya, akhirnya (mereka berkesimpulan), “oh hebat banget”. Berarti zat yang menciptakan mata itu jauh lebih hebat. Itu siapa? Allah. Kalau sampai kepada Allah, kalau sampai kepada Allah, berarti kita harus Allahu akbar. 

"Begitu juga ulama yang meneliti ajaran agama Islam. Hebat banget ya, shalat lima waktu pada waktu terbit fajar, Allahu akbar, Allahu akbar; pada waktu matahari bergerser menuju ke barat terjadi pergeseran alam semesta, Allahu akbar, Allahu akbar; pada waktu bayangan melebihi benda itu sendiri, Allahu akbar, Allahu akbar; begitu malam datang, terbenamnya matahari, Allahu akbar, Allahu akbar; begitu mega merah datang, Allahu akbar, Allahu akbar. Hebat banget. Ada orang Barat yang meneliti siklus waktu azan yang dilakukan orang Islam mulai subuh, dzuhur, dia tersentak banget, Ini hebat banget, ajaran siapa sih? (Juga menepakuri dan menyingkap hikmah di balik ibadah) seperti zakat, ibadah haji." 


يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرً


"Allah memberikan hikmah. Hikmah itu memahami seluk-beluk rahasia ajaran agama. Siapa yang diberikan hikmah, mampu untuk memahami ajaran Islam, subtansinya itu, maka dia itu diberikan kebaikan yang sangat banyak sekali." 

Jadi, menurut pakar tafsir yang ahli qiraah sab'ah ini, seorang ulama itu lebih banyak tafakurnya. (Abdullah Alawi)