Jateng

40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!

NU Online  ·  Ahad, 15 Juni 2025 | 13:00 WIB

40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!

KH Said Aqil Siradj memberikan taushiyah dalam acara haul 40 hari wafatnya KH Alamudin di kompleks Pondok Pesantren Al-Fadllu wal-Fadhilah Kaliwungu, Kendal, Sabtu (14/6/2025). 

Kendal, NU Online Jateng

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj memberikan taushiyah dalam acara haul 40 hari wafatnya KH Alamudin Bahrul Atho bin KH Dimyati Rois atau yang akrab disapa Gus Alam, di kompleks Pondok Pesantren Al-Fadllu wal-Fadhilah Kaliwungu, Kendal, Sabtu (14/6/2025). 


Dalam taushiyahnya, Kiai Said menyampaikan bahwa Gus Alam wafat dalam keadaan syahid, karena meninggal dunia dalam perjalanan pulang dari menjalankan amanah mulia, yakni mengurusi cabang pesantren Al-Fadlu 4 di Desa Tegal Glagah, Brebes.


"Beliau wafat syahid. Karena baru saja pulang dari melaksanakan kewajiban yang diembannya, yakni ngopeni, memelihara pesantren Al-Fadlu 4. Itu bukan perjalanan biasa, tapi perjalanan jihad. Saya yakin, Gus Alam husnul khatimah," tuturnya.


Lebih lanjut, Kiai Said menegaskan bahwa wafatnya Gus Alam merupakan kehilangan besar, namun pesantren tidak boleh mati. Menurutnya, keberadaan pesantren harus terus dijaga dan dikembangkan meski telah ditinggal para pengasuhnya.


"Syaikhona KH Dimyati Rois wafat, Gus Alam juga wafat. Tapi pesantren ini harus tetap hidup, bahkan harus makin berkembang. Jangan sampai berhenti hanya karena ditinggal pendirinya. Justru semangat mereka harus kita lanjutkan," tegasnya.


Ia menyebut bahwa pesantren adalah benteng peradaban Islam. Di dalam pesantren, ilmu-ilmu keislaman dipelihara dan ditransformasikan secara istiqamah. Tanpa pesantren, katanya, ilmu agama hanya akan menjadi simbol atau nama semata—tanpa ruh dan gerak.


"Pesantren itu bukan hanya bangunan fisik. Ia adalah sumber kehidupan ilmu, spiritualitas, dan akhlak. Kalau pesantren mati, maka ilmu Islam hanya tinggal papan nama," lanjutnya.


Sebagai bentuk keyakinannya, Kiai Said mencontohkan perkembangan beberapa pesantren besar. Misalnya, saat ia mondok di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada tahun 1968, jumlah santri hanya sekitar 2.000 orang. Kini, santrinya mencapai lebih dari 43.000 jiwa. Begitu pula dengan Pondok Ploso dan Sidogiri yang dulunya hanya memiliki 5.000-6.000 santri, kini melampaui angka 20.000.


"Saya yakin, Al-Fadllu wal-Fadhilah juga akan terus maju. Dulu saya mondok di Lirboyo, sekarang umur saya 72. Santri sekarang ribuan kali lipat lebih banyak. Ini tanda bahwa pesantren tidak mati. Malah semakin hidup," ungkapnya penuh harap.

 

Selengkapnya klik di sini.