Syariah

Tata Cara Shalat Jenazah yang Tak Diketahui Jenis Kelaminnya

Jum, 14 Desember 2018 | 09:00 WIB

Shalat jenazah adalah salah satu jenis ibadah yang berstatus fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Ketika sudah terdapat salah satu dari penduduk yang melaksanakan kewajiban ini, maka kewajiban melaksanakan shalat jenazah bagi penduduk lainnya menjadi gugur.

Sudah maklum sekali bahwa tata cara shalat jenazah adalah dengan cara melakukan empat takbir. Takbir pertama disertai niat menshalati mayit, lalu setelah itu membaca Surat Al-Fatihah. Takbir kedua membaca shalawat nabi. Takbir ketiga membaca doa-doa yang ditujukan kepada mayit, seperti doa:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِوَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَنَجِّهِ مِنْ النَّارِ

Dhamir “hu” yang terdapat dalam doa-doa di atas diubah menjadi dhamir “ha” ketika mayit yang hendak dishalati adalah perempuan sehingga doanya menjadi:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَها وَارْحَمْها وَعَافِها وَاعْفُ عَنْها وَأَكْرِمْ نُزُلَها وَوَسِّعْ مُدْخَلَها وَاغْسِلْها بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّها مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْها دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِها وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهاوَأَدْخِلْها الْجَنَّةَ وَنَجِّها مِنْ النَّارِ

Setelah melaksanakan takbir yang ketiga selanjutnya melaksanakan takbir keempat yang diiringi dengan  salam. Cara demikian adalah ketentuan yang ringkas dalam pelaksanaan shalat jamaah.

Permasalahan terjadi ketika seseorang yang hendak akan melaksanakan shalat mayit, rupanya tidak mengetahui jenis kelamin mayit. Dalam keadaan demikian, bagaimanakah ketentuan shalat yang harus dilakukannya?

Dalam keadaan demikian, para ulama’ Mazhab Syafi’iyah berpandangan bahwa dibebaskan bagi seseorang yang hendak menshalati mayit yang tidak diketahui alat kelaminnya untuk menggunakan dhamir “hu” atau “ha” dalam bacaan doa setelah takbir ketiga.

Menggunakan dhamir “hu” dengan dimaksudkan pada lafadz شخص (seseorang) atau ميت yang dalam gramatika arab keduanya tergolong lafal yang mudzakkar (laki-laki) atau boleh juga dalam doa setelah takbir ketiga melafalkan dengan menggunakan dlamir “ha” dengan dimaksudkan pada lafal جنازة (jenazah) yang dalam gramatika arab tergolong muannats (perempuan).

Bebasnya memilih dua kategori ini dikarenakan ketiga lafal di atas (شخص, ميت, جنازة) dapat mengakomodasi mayit yang berkelamin laki-laki dan perempuan sehingga boleh saja memilih pelafalan salah satu jenis doa di atas pada kasus mayit yang tidak diketahui alat kelaminnya.

Keterangan ini seperti yang dijelaskan dalam Kitab Mughnil Muhtaj:

والقياس أنه لو لم يعرف أن الميت ذكر أو أنثى أن يعبر بالمملوك ونحوه ويجوز أن يأتي بالضمائر مذكرة على إرادة الشخص أو الميت ومؤنثة على إرادة لفظ الجنازة

Artinya, “Secara qiyas, sungguh jika tidak diketahui apakah mayit laki-laki atau perempuan, maka kata ‘mayit’ dilafalkan dengan kata mamluk atau lafal lain yang sama, dan boleh (dalam doa) untuk menggunakan dhamir mudzakkar (laki-laki) dengan menghendaki kata ‘As-Syakhs’ atau ‘Al-Mayyit’ dan boleh pula menggunakan dhamir muannats (perempuan) dengan menghendaki kata ‘al-janazah,’ (Lihat Syekh Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, juz I, halaman 343).

Adapun pelafalan niat shalat jenazah pada mayit yang tidak diketahui status kelaminnya tidak perlu dipertegas dengan dhamir mudzakkar atau muannats dalam pelafalan niatnya sebab hal ini tidak diwajibkan. Cukup dengan menggunakan kata isyarat seperti dengan menggunakan niat demikian:

أصلي على هذا الميت فرضا لله تعالى

Artinya, “Saya niat menshalati  mayit ini sebagai shalat fardhu karena Allah ta’ala.”

Dengan menggunakan kata “mayit ini” yang ditujukan pada mayit yang ada di depannya, maka sudah dianggap cukup, walau orang yang menshalati sejatinya tidak mengetahui alat kelamin dari mayit. Pasalnya, kata “mayit ini” sudah mengakomodasi mayit laki-laki atau perempuan. Wallahu a’lam. (Ustadz Ali Zainal Abidin)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua