Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Pandemi, Hari Raya, dan Hal yang Mesti Dilakukan

Sen, 10 Mei 2021 | 04:45 WIB

Khutbah Idul Fitri: Pandemi, Hari Raya, dan Hal yang Mesti Dilakukan

Khutbah Idul Fitri adalah momentum tepat menghimpun solidaritas, terutama di masa pandemi yang membuat banyak orang menderita.

Materi khutbah Idul Fitri berikut ini menekankan pentingnya bagi umat Islam merajut tali silaturahim dan saling membantu di masa-masa susah seperti sekarang. Jamaah juga diingatkan tentang pentingnya mempertahankan kualitas ibadah Ramadhan untuk diteruskan pada hari-hari pasca-Ramadhan. 

 


Teks khutbah Idul Fitri berikut ini berjudul "Khutbah Idul Fitri: Pandemi, Hari Raya, dan Hal yang Mesti Dilakukan". Untuk mencetak naskah khutbah ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)  



Khutbah I


اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللّٰهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللّٰهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (سورة يونس: ٥٨)


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Wasiat takwa senantiasa dan akan terus mengawali setiap khutbah. Karena dalam kehidupan abadi di akhirat kelak, tidak ada yang bermanfaat bagi kita kecuali takwa dan amal shalih. Untuk itu, marilah kita berusaha untuk selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ta’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh larangan-Nya.


Hadirin jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Pagi ini, kita berkumpul di tempat yang penuh berkah ini menyambut datangnya bulan Syawal. Kita telah melepas kepergian Ramadhan. Bulan yang mulia, bulan kebaikan, bulan yang penuh berkah, bulan taubat dan bulan berbagai macam ketaatan dan amal shalih itu telah pergi meninggalkan kita. Setelah berpisah dengan bulan taubat, marilah kita tetap bertaubat. Setelah berpisah dengan bulan ketaatan, marilah kita tetap istiqamah berbuat taat. Setelah berpisah dengan bulan Al-Qur’an, marilah kita tetap membaca Al-Qur’an. Setelah kita berpisah dengan bulan tarawih, marilah kita tetap melaksanakan shalat-shalat sunnah. Setelah kita berpisah dengan bulan puasa, marilah kita tetap melaksanakan berbagai puasa sunnah. 


اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Betapa besar kegembiraan seorang Mukmin dengan kebaikan-kebaikan yang mampu ia laksanakan di bulan Ramadhan. Dan betapa mulia seorang Mukmin yang tetap berbuat taat setelah meninggalkan Ramadhan. Memang kegembiraan dengan datangnya hari raya Idul Fitri sangatlah besar dan agung. Namun kegembiraan akan menjadi bertambah agung dan besar ketika seorang Mukmin yang bertakwa mendapati sesuatu yang menggembirakannya dalam catatan amalnya di akhirat kelak, di saat banyak orang ketika itu tengah merugi dan celaka.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Hari ini adalah hari yang agung, hari raya yang mulia. Dalam hadits disebutkan bahwa di suatu hari raya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


لِكُلِّ قَوْمٍ عِيْدٌ وَهذَا عِيْدُنَا (رواه البخاري وغيرُه)


Maknanya: “Setiap kaum memiliki hari raya dan hari ini adalah hari raya kita”  (HR al-Bukhari dan lainnya).


Hari raya adalah hari kegembiraan dan kebahagiaan. Kegembiraan dan kebahagiaan kaum Muslimin di dunia adalah ketika mampu menyempurnakan ketaatan kepada Allah. Mereka berharap pahala dari Allah karena yakin bahwa dengan karunia dan rahmat-Nya, Allah akan menganugerahkan pahala kepada mereka. Allah ta’ala berfirman:


قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (سورة يونس: ٥٨)


Maknanya: “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”  (QS Yunus: 58)


اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Hadirin jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Di antara perilaku yang ditekankan oleh syariat untuk kita lakukan pada momen bahagia seperti hari raya adalah silaturahim. Perilaku ini diajarkan kepada kita oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan perbuatan dan perkataanya. Setelah Jibril pertama kali membawa wahyu kepada beliau, beliau menceritakan hal itu kepada Sayyidah Khadijah mengenai apa yang terjadi. Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata:


اثْبُتْ يَا ابْنَ عَمِّ وَأَبْشِرْ، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وتَصْدُقُ الْحَدِيْثَ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ، وَتَقْرِيْ الضَّيْفَ، وتُعِيْنُ عَلَى النَّوَائِبِ (رواه البخاري)


Maknanya: “Tetaplah teguh Wahai anak pamanku dan berharaplah yang baik, sungguh engkau adalah orang yang betul-betul menyambung tali silaturahim, jujur dalam berbicara, memberi kepada orang yang fakir, menjamu tamu dan membantu orang lain dalam kesulitan-kesulitan” (HR al-Bukhari).


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Menyambung silaturahim dengan kerabat adalah termasuk salah satu kewajiban. Sebaliknya memutus silaturahim adalah termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ (رواه البخاري)


Maknanya: “Tidak akan masuk surga (bersama orang-orang yang lebih awal masuk surga) orang yang memutus silaturahim” (HR al-Bukhari dan Muslim).


Allah ta’ala berfirman:


فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (سورة محمّد: ٢٢-٢٣)


Maknanya: “Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan silaturahim?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dibuat tuli pendengarannya dan dibutakan penglihatannya” (QS Muhammad: 22-23)

Yang dimaksud dengan Rahim atau Arham yang wajib disambung adalah para kerabat kita baik dari jalur ayah atau ibu, seperti paman dan bibi serta putra putri mereka


اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Memutus silaturahim artinya apabila seseorang melakukan sesuatu yang menyebabkan renggang dan putusnya hubungan dengan kerabatnya. Hal itu seperti tidak mengunjungi mereka dalam momen kebahagiaan atau momen kesedihan, tidak menelepon mereka sama sekali atau tidak mau memberikan bantuan kepada kerabat yang membutuhkan padahal ia mampu. 


Hari raya adalah salah satu momen kegembiraan. Karenanya pada hari ini kita sangat dianjurkan untuk menyambung silaturahim dengan keluarga dan kerabat kita. Silaturahim dapat dilakukan dengan berbagai cara di musim pandemi seperti saat ini. Tidak harus memaksakan diri mudik untuk bersilaturahim dengan keluarga karena hal itu bisa sangat membahayakan diri dan orang lain di masa pandemi. Saling menelepon atau berkirim pesan misalkan adalah cara silaturahim yang paling aman di saat-saat seperti ini.  


Janganlah kita terjerat dengan tipu daya setan yang mendorong kita untuk mengatakan, “Kerabatku itu telah menyakitiku, maka aku tidak akan mengunjunginya,” “Kerabatku itu tidak mengunjungiku maka aku memutus hubungan dengannya,” dengan dalih membalas perlakuan buruk dengan keburukan. Perilaku semacam ini adalah sebab terhalang dari kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 


لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلٰكِنَّ الْوَاصِلَ مَنْ وَصَلَ رَحِمَهُ إِذَا قَطَعَتْ (رواه البخاري)


Maknanya: “Orang yang sempurna silaturahimnya bukanlah orang yang membalas silaturahim dengan silaturahim, akan tetapi orang yang sempurna silaturahimnya adalah orang yang menyambung silaturahim terhadap kerabatnya yang memutus silaturahim dengannya” (HR al-Bukhari).


Hadits ini menyatakan bahwa silaturahim seseorang terhadap kerabat yang memutus silaturahim dengannya lebih utama daripada silaturahim terhadap kerabat yang menyambung shilaturahim dengannya. Allah ta’ala berfirman:
 

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (سورة فصّلت: ٣٤)


Maknanya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS Fushshilat: 34).


Yang dimaksud “tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik” adalah seperti menyikapi marah dengan sabar, tindakan yang bodoh dibalas dengan sikap bijak dan memberi maaf, dan perbuatan buruk dibalas dengan perbutan baik. Sikap seperti ini akan menyatukan hati dan mengubah keadaan.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kami juga mengingatkan kita semua pada momen bahagia di hari raya ini di daerah-daerah tertentu yang tidak ada larangan, untuk saling mengunjungi antartetangga dan teman serta saling berbagi dan memberi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: 


حَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَحَابِّيْنَ فِيَّ حَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَنَاصِحِيْنَ فِيَّ حَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَزَاوِرِيْنَ فِيَّ حَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَبَاذِلِيْنَ فِيَّ (رواه ابن حبَّان)


Maknanya: “Mahabbah (kecintaan dan pemberian nikmat)-Ku aku berikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, mahabbah-ku aku berikan kepada orang-orang yang saling menasehati karena-ku, mahabbah-Ku aku berikan kepada orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku dan mahabbah-Ku aku berikan kepada orang-orang yang saling memberi karena-Ku” (HR Ibnu Hibban).


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:


مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَتِرَ مِنَ النَّارِ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَلْيَفْعَلْ (رواه مسلم)


Maknanya: “Barang siapa yang dapat melindungi dirinya dari neraka walaupun dengan bersedekah dengan separuh dari buah kurma, hendaklah ia lakukan” (HR Muslim).


Di masa-masa sulit seperti saat ini, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan, banyak orang sulit mencari pekerjaan, banyak orang jatuh miskin, banyak orang membutuhkan bantuan, maka jangan lupakan sedekah. Kita mulai bersedekah dan membantu kerabat kita yang membutuhkan. Karena bersedekah kepada kerabat tercatat dua pahala, pahala silaturahim dan pahala sedekah. Lalu kita bersedekah dan membantu tetangga-tetangga kita yang membutuhkan. Dan jika kita mampu, setelah itu kita bersedekah dan membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan. Dengan sedekah, bisa jadi kita akan dihindarkan dari wabah dan berbagai penyakit dan keburukan. Bahkan dengan sedekah, bisa jadi kita akan dihindarkan dan dijauhkan dari api neraka serta dimasukkan langsung ke dalam surga.


اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kami juga mengingatkan hadirin sekalian untuk berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وأَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ (رواه مسلم)


Maknanya: “Barang siapa berpuasa Ramadhan dan mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka hal itu menyerupai puasa setahun penuh” (HR. Muslim)


Janganlah kita lewatkan kebaikan yang sangat agung ini, apalagi kita sudah terbiasa berpuasa sebulan penuh selama Ramadhan. Karena pahala besar seperti ini belum tentu akan kita dapat dalam amalan sunnah yang lain.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Idul Fitri pada pagi hari yang penuh keberkahan ini. Semoga Allah segera mengangkat segala wabah dan musibah dari negeri yang kita cintai ini. Dan mudah-mudahan kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan pada tahun yang akan datang.


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah II


اللّٰهُ أَكْبَرُ  اللّٰهُ أَكْبَرُ  اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ  وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُولُهُ، فَاللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. 

أما بعد فَأُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى تَمَامِ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ، وَأَتْبِعُوا رَمَضَانَ بِصِيَامِ سِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ، لِيَكُونَ لَكُمْ كَصِيَامِ الدَّهْرِ وَصَلِّ اللّٰهُمَّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا أَمَرْتَنَا، فَقُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ، 

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيْمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

 

Ustadz Nur Rohmad, Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Hukum dan Peribadatan, DMI Kab. Mojokerto


 

Baca naskah khutbah lainnya: