Khutbah

Khutbah Jumat: Hindarkan Diri dari Menggunjing di Medsos!

Rab, 29 Januari 2020 | 16:00 WIB

Khutbah Jumat: Hindarkan Diri dari Menggunjing di Medsos!

Di antara tanda keangkuhan adalah gemar mencari dan menceritakan kesalahan orang lain, ketimbang berbenah untuk diri sendiri.

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا محمَّدٍ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِدِنَا محمَّدٍ قَائِدِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ [ق: ١٨]. وقال النبي مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ [رواه البخاري]

 

Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat hafidzakumullah,

Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, saya berwasiat kepada pribadi saya sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya. Semoga usaha takwa kita akan selalu terbawa sepanjang hayat sehingga kelak usaha tersebut dapat menghantarkan kita saat dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala dalam keadaan mati husnul khatimah, amin ya Rabbal Alamin.

 

Hadirin hafidhakumullah,

Kita sekarang berada di zaman informasi tanpa sekat ruang dan waktu. Sebuah kejadian di belahan bumi yang lain, misalnya di Amerika, Jepang dan sebagainya, pada menit itu pula bisa kita mengakses informasinya tanpa menunggu beberapa hari kemudian. Hal ini tercipta dengan mudah setelah berkembangnya teknologi informasi dan media sosial (medsos) di tangan mayoritas masyarakat dunia.

 

Bagai pedang bermata dua, di satu sisi, atas segala kemudahan penyebaran informasi, kita patut bersyukur karena media mencari informasi keilmuan terbuka luas, komunikasi bisnis sangat terbantu. Namun, di satu sisi lain, lewat medsos pula, orang bisa menjadi mudah melanggar norma-norma agama maupun tatanan sosial masyarakat.

 

Dahulu orang hanya bisa membicarakan keburukan orang lain harus menunggu bertemu dan bertatap muka dengan lawan bicaranya terlebih dahulu, bicaranya terbatas dengan waktu dan itu pun pendengarnya hanya terbatas beberapa orang saja. Kini, dengan hadirnya medsos, seseorang bisa menceritakan kekurangan orang lain hanya dengan apa yang ada dalam genggaman tangan, melalui tulisan, gambar, atau video yang bisa diproduksi dalam hitungan menit. Dalam waktu sebentar saja konten itu lalu menyebar ke mana-mana. Jutaan orang bisa mengakses dan hebatnya lagi, gunjingan di media sosial tidak akan pernah hilang sebelum dihapus.

 

Menceritakan keburukan orang lain, dalam agama Islam dikenal dengan istilah ghîbah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diceritakan, suatu ketika Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat:

 

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟

 

Apakah kalian tahu apa itu ghibah?

 

Para sahabat menjawab:

 

اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ

 

“Allah dan Rasulnya yang lebih tahu”

 

Kemudian Nabi menjawab:

 

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ

 

Ghibah adalah ketika kamu mengisahkan teman kamu tentang suatu yang tidak ia sukai.

 

Lalu ada yang tanya kepada Nabi:

 

أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟

 

Bagaimana kalau yang saya katakan itu memang sesuai faktanya, Ya Rasul?

 

إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

 

Ya kalau memang yang kamu katakan itu fatka, berarti kamu menggujingnya. Namun jika yang kamu bicarakan tidak sesuai fakta, maka kamu membuat kedustaan terhadap dirinya” (HR Muslim).

 

Hadirin hafidhakumullah,

Dalam pergaulan kekeluargaan dan masyarakat, kemungkinan besar kita akan menemukan kekurangan-kekurangan orang di sekitar kita. Dan itu wajar, karena di sekeliling kita adalah manusia. Tak ada manusia tanpa kekurangan di dunia ini. Jika harus menuntut adanya manusia suci tanpa salah, seharusnya tuntutan tersebut terlebih dahulu untuk diri kita sendiri ketimbang orang lain. Apabila kita kerap mengaku, “Wah, saya ini manusia biasa yang terkadang tergelincir pada salah dan dosa”, seharusnya seperti ini pula kita bersikap kepada orang lain. Jangan kalau kita melakukan kesalahan minta dianggap wajar, tapi giliran orang lain yang melakukan kesalahan, tidak kita salahkan dan gunjing habis-habisan.

 

Seseorang yang tidak mudah menganggap wajar kesalahan orang lain, ia akan mudah menceritakan kesalahan-kesalahan mereka. Sekarang, fasilitas yang paling praktis untuk menceritakan orang lain cukup banyak, mulai dari WA, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan lain sebagainya. Peluang untuk mengungkapkan isi hati atau menceritakan kekurangan orang lain menganga besar.

 

Pergunjingan kini tak hanya berupa pembicaraan secara lisan melainkan pula bisa berupa tulisan atau konten lainnya. Selama sarana tersebut efektif untuk menyampaikan keburukan, selama itu pula dosa mengalir. Artinya, dosa ghibah bukan hanya bersumber dari lidah tapi juga bisa tangan. Syekh Muhammad bin Salim Ba-Bashil dalam kitab Is’adur Rafiq juz 2, hal. 105 menyatakan:

 

وَمِنْهَا كِتَابَةُ مَا يَحْرُمُ النُّطْقُ بِهِ

 

Artinya: “Di antara maksiat tangan adalah menuliskan satu hal yang haram diucapkan” (Syekh Muhammad bin Salim Ba-Bashil, Is’adur Rafiq, juz 2, hal. 105).

 

Lebih jauh beliau melanjutkan bahwa menggunjing dan jenis dosa menulis yang lain justru dosanya lebih besar dan lebih langgeng. Sebab apa? Karena potensi jangkauan maksiat tersebut lebih luas, dan tidak akan bisa hilang dalam sekejap. Berbeda dengan ucapan, sekali disampaikan, langsung tidak ada bekasnya. Walaupun kebencian yang ditebar juga tetap berbahaya.

 

Oleh karena itu, baik melalui chat, telepon, video, sepanjang ada unsur menggunjingnya, hukumnya adalah haram. Keharaman ini berlaku baik menggunjing sesama Muslim atau pun menggunjing non-Muslim yang mereka tidak menyakiti kita.

 

Dalam kitab Az-Zawajir, Ibnu Hajar al-Haitami menceritakan bahwa Imam al-Ghazali pernah ditanya tentang hukum menggunjing non-Muslim. Kemudian Imam al-Ghazali menjawab:

 

هِيَ فِي حَقِّ الْمُسْلِمِ مَحْذُورَةٌ لِثَلَاثِ عِلَلٍ:

 

“Bagi seorang Muslim menggunjing orang kafir dilarang karena tiga alasan.”

 

الْإِيذَاءُ

 

Pertama yaitu menyakiti hatinya. Menyakiti hati orang lain, selama dia tidak menyakiti kita, baik itu Muslim atau non-Muslim, tidak dibenarkan.

 

وَتَنْقِيصُ خَلْقِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ خَالِقٌ لِأَفْعَالِ الْعِبَادِ

 

Kedua, menganggap kurang ciptaan Allah. Padahal Allah-lah yang menciptakan semua gerak-gerik hamba-hamba-Nya. (Menjelek-jelekkan non-Muslim di luar urusan keyakinannya, sama juga menganggap ada yang kurang sempurna pada ciptaan Allah).

 

وَتَضْيِيعُ الْوَقْتِ بِمَا لَا يُعْنِي

 

Katiga, boros waktu untuk hal-hal yang tidak berguna.

 

Lebih lanjut, Imam Ghazali juga menyatakan:

 

وَأَمَّا الذِّمِّيُّ فَكَالْمُسْلِمِ فِيمَا يَرْجِعُ إلَى الْمَنْعِ مِنْ الْإِيذَاءِ،؛ لِأَنَّ الشَّرْعَ عَصَمَ عِرْضَهُ وَدَمَهُ وَمَالَهُ.

 

Kafir dzimmi (non-Muslim yang tidak memerangi orang Muslim) hukumnya berlaku sebagaimana orang Islam dalam hal masing-masing tidak boleh disakiti. Sesungguhnya syara’ melindungi kehormatan, darah dan hartanya. (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawâjir, [Dârul Fikr, Beirut, 1987], juz 2, halaman 27).

 

Hadirin hafidhakumullah,

Dalam bermedsos, di antara kita banyak pula yang menjadi silent reader atau pembaca pasif. Tidak pernah menuliskan status di Facebook, tidak pernah berkomentar di WA Group, namun aktif membaca ke sana kemari. Menjadi silent reader pun tak lantas terbebas dari jeratan ghibah.

 

Sebagai silent reader, kita juga harus berhati-hati dalam memilih berteman, mem-follow atau men-subscribe siapa? Karena apabila kita salah memilih teman, berada pada grup yang keliru, men-subscribe orang-orang yang gemar menggunjing pihak lain, maka kita akan dengan mudah menjadi otomatis membaca berita gunjingan mereka.

 

Imam Nawawi dalam kitabnya Hilyatul Anwar wa Syi’arul Abrar mengatakan:

 

اِعْلَمْ أَنَّ الْغِيْبَةَ كَمَا يَحْرُمُ عَلَى الْمُغْتَابِ ذِكْرُهَا، يَحْرُمُ عَلَى السَّامِعِ اِسْتِمَاعُهَا وَإِقْرَارُهَا.

 

Menyimak sebuah gunjingan dan membiarkannya itu sama haramnya dengan menggunjing itu sendiri. Bagi penyimak jika mempunyai kemampuan harus mencegah, memberikan nasihat kepada pembuat konten. Minimal, jika tidak mampu manangkal, hatinya harus inkar dan meninggalkan majelis tersebut. Dalam konteks medsos, apabila ada postingan yang arahnya membicarakan keburukan orang lain, segera pindah ke konten lain yang lebih bermanfaat. Jangan justru gunjingan tersebut dibaca sampai selesai.

 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS Al-Hujurat: 12).

 

Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda:

 

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ، وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ»

 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya". (HR Abu Dawud)

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ

 

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

 

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

 

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

 

 

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Semarang