Khutbah

Khutbah Jumat: Jaga Keharmonisan Umat di Tengah Perbedaan Pendapat

Sel, 6 Februari 2024 | 20:00 WIB

Khutbah Jumat: Jaga Keharmonisan Umat di Tengah Perbedaan Pendapat

Keharmonisan umat. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Pada tahun politik seperti saat ini kerapkali kita dipertontonkan perseteruan antar pihak yang disebabkan perbedaan pilihan politik. Perseteruan ini terkadang berdampak pada keretakan sosial yang telah dijalin bertahun-tahun. Dalam konteks itu, topik khutbah Jumat kali ini mengangkat tentang upaya untuk menjaga keharmonisan umat di tengah perbedaan pendapat.


Khutbah Jumat ini berjudul: “Khutbah Jumat: Jaga Keharmonisan Umat di Tengah Perbedaan Pendapat". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi) 



Khutbah I 


الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِعَفْوِهِ تُغْفَرُ الذُّنُوْبِ وَالسَّيِّئَاتِ، وَبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ الْعَطَايَا وَالْعِبَادَاتُ. الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةٌ لِّلْعَالَمِيْنَ، الْمُرْسَلِ إِلَى كَافَّةِ الْمَخْلُوْقِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَتِهِ الْأَطْهَارِ، وَصَحَابَتِهِ الْأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْاِبْتِعَادِ مِنَ الْأَشْرَارِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ 


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Segala puji dan pujian hanyalah milik Allah, Tuhan seluruh mahluk di seantero alam. Shalawat dan salam tidak bosan-bosannya kita haturkan untuk baginda Nabi Muhammad saw berserta para keluarga dan sahabatnya yang telah setia menemani dalam memperjuangkan agama Allah ini.  Atas keseriusan dan totalitas para pejuang itu kita mendapatkan keberkahannya pada saat ini dengan dapat menjalani aturan-aturan Allah dengan mudah dan tenang.


Maka dari itu, sebagai bentuk syukur, kita harus selalu berupaya meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Kualitas ketakwaan di sini bukan hanya dalam ibadah yang berhubungan antara hamba dan Tuhan, tapi juga antar hamba bahkan sesama mahluk lainnya.


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,


Semakin mendekati hari H agenda lima tahunan yakni Pemilu di negeri ini, kita melihat perseteruan yang terjadi tampak semakin runcing. Mirisnya, fenomena ini menjangkiti seluruh elemen masyarakat kita, mulai dari kalangan akar rumput, menengah, bahkan kelas elit. Kita lihat di sekitar dan media-media sosial yang semakin hari diskusinya semakin tidak konstruktif dan argumentatif. Malah cacian dan makian yang justru semakin dihidangkan ke khalayak.


Tidak dapat dipungkiri memang bahwa perbedaan politik kerapkali membutakan hati nurani dan menumpulkan akal sehat sehingga pertikaian pun tidak dapat dihindari. Dalam sejarah Islam sendiri misalnya, sekelas kalangan sahabat yang disebut sebagai generasi terbaik terjadi perpecahan sampai melakukan perang antar sesama yang dikenal dengan perang Jamal dan Shiffin.


Tentu saja fenomena tersebut tidak dibenarkan dan tidak layak ditiru. Justru seyogyanya dijadikan pelajaran bagi generasi setelahnya, termasuk kita saat ini, agar tidak sampai melakukan perbuatan tersebut hanya gara-gara perbedaan pandangan politik. Tidak sebanding kiranya harga yang mesti dibayar antara pertikaian dan perdamaian.


Oleh karena itu, kita harus mengingat sebuah ungkapan yang cukup populer: 


لِكُلِّ رَأْسٍ رَأْيٌ


Artinya: "setiap kepala mempunyai pandangan (masing-masing).


Ungkapan ini mesti dijadikan mindset kita sehingga tidak kagetan dalam menyikapi perbedaan, termasuk perbedaan politik. Sebab setiap orang pasti mempunyai berbagai faktor yang turut mempengaruhi cara pandang dan sikapnya.


Ungkapan ini bisa dibuktikan dengan realita di sekeliling kita, khususnya dalam ruang-ruang diskusi dan rapat yang tidak jarang dijumpai perbedaan yang, sekali lagi, disebabkan beragam sudut pandang. Bahkan tidak jarang juga ditemukan perdebatan yang sengit akibat tidak ada titik temu dan sama-sama kuat argumentasinya.


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,


Jika kita menelusuri dalam Al-Qur'an, memang pada sejatinya perbedaan yang terjadi merupakan skenario Allah dalam mendesain kehidupan manusia. Dalam surat Ar-Rum ayat 22 disebutkan:


وَمِنْ آَيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ


Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, dan berlain-lainan bahasa dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui".


Wahbah al-Zuhaili saat menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa bermacam-macam bahasa dan warna kulit di sini bisa diartikan juga pendapat, ideologi, suku, tradisi, budaya, dan lain sebagainya. Jadi meskipun ayat ini hanya menggunakan diksi bahasa dan warna kulit, namun memiliki cakupan yang sangat luas. 


Maka kita selaku umat Islam sudah pasti meyakini dan menyetujui terhadap kebenaran ayat al-Quran secara umum. Ditambah dengan fakta yang memang mendukung kebenaran tersebut sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menyangkalnya, termasuk mengenai beragam perbedaan dalam hal apa pun sebagaimana disebutkan dalam ayat ini.


Dari sisi teologis, penegasan Allah dalam firman-Nya itu hendak menunjukkan kepada kita selaku manusia -apalagi Muslim- akan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang luar biasa. Kekuasaan-Nya yang tiada batas itu diwujudkan dalam bentuk berbagai macam suku bangsa, kultur budaya, dan pandangan. Melalui kekuasaan itulah Allah mampu menciptakan beragam perbedaan di tengah-tengah kita.


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,


Nabi Muhammad juga pernah memprediksi umatnya akan mengalami banyak perselisihan. Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi disebutkan:


إنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اِخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ


Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat banyak perbedaan - perselisihan. (oleh karenanya) Maka kalian harus berpegang pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk setelahku nanti."


Hadits ini memang biasa digunakan sebagai dalil normatif dalam menyikapi kemunculan kelompok teologi Islam. Namun pada momen kali ini, izinkan khatib untuk menghubungkan prediksi Nabi tersebut dengan konteks saat ini, yaitu banyak perselisihan akibat perbedaan pandangan, termasuk dalam hal politik.


Dengan kata lain, Nabi hendak memperkuat firman Allah sebelumnya untuk melahirkan kesadaran dalam diri umat Islam agar tidak sampai terpecah belah, bermusuhan, serta berkelahi akibat perbedaan pendapat. Kesadaran ini pun harus berbanding lurus dengan sikap dan perbuatan pada saat berinterkasi dengan orang yang berbeda pandangan dengan kita.


Maka dalam hal ini bagi kalangan elit, misalnya, harus mampu menjadi panutan bagi masyarakat di bawahnya. Mereka cukup mempromosikan pilihan politiknya dengan tanpa menjelek-jelekkan kubu lain yang berbeda dengannya. Kalangan elit sendiri dalam konteks politik bisa disebut sebagai para petinggi politik dan pemangku jabatan yang melibatkan partai politik. 


Kalangan elit mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga stabilitas sosial dan nasional. Tindak tanduk mereka akan selalu disorot oleh khalayak, sehingga sudah sepatutnya lebih berhati-hati dalam menyikapi perbedaan politik yang ada. Sikap arif dan dewasa tentu mempunyai nilai tersendiri bagi masyarakat. Terlebih pada zaman saat ini, kebanyakan orang kita sudah mampu memilah mana yang benar dan salah. 


Begitu juga kalangan menengah, yang dalam konteks ini bisa diasosiasikan sebagai akademisi, cendekiawan, pengamat, tokoh, bahkan influencer yang mempunyai pengaruh baik ke kalangan elit maupun akar rumput. Kalangan menengah ini meskipun tidak mempunyai kepentingan an sich dengan politik praktis, namun suara mereka relatif mengandung dampak ke berbagai segmen.


Maka dari itu, kalangan menengah ini juga mempunyai beban yang tidak ringan. Pada satu sisi, mereka dapat memberikan kritikan, aspirasi, dan masukan sebagai bahan renungan kalangan elit. Sedangkan di sisi lain, mereka menjadi penghubung dengan kalangan bawah untuk menjelaskan ide dan program dari kalangan elit. Maka jika tidak bijak, sudah tentu kalangan ini akan mengadu domba antar kedua pihak.


Terakhir adalah kalangan bawah, atau biasa disebut akar rumput selaku lumbung suara dan objek yang disasar oleh kalangan elit. Pada kalangan inilah perseteruan akibat perbedaan politik sering dijumpai. 


Penghinaan, cacian, makian, dan beragam sikap buruk lainnya yang disebabkan perbedaan politik tidak boleh lagi diteruskan. Sebagai masyarakat awam kita tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun. Kita yang gontok-gontokan sana sini, sedangkan kalangan elitnya duduk manis bersama sambil tertawa. Kita jangan mau lagi diadu domba dengan orang lain yang berbeda politik dengan kita, meskipun kita dijanjikan imbalan materi yang menggiurkan.


Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,


Sekali lagi, marilah kita lebih dewasa lagi dalam menyikapi perbedaan politik pada tahun politik saat ini. Perbedaan akan selalu terjadi pada setiap masa, bukan hanya saat ini, melainkan juga pada masa yang akan datang. Sebab hal itu merupakan fitrah alam raya yang sudah dikehendaki Allah. 


Maka sekarang tinggal kita menyikapi fitrah tersebut dengan tidak melakukan justifikasi buruk dan pemaksaan kehendak kepada orang lain agar bisa menjadi satu suara. Perbedaan itu niscaya dan pasti, sedangkan keharmonisan adalah pilihan yang membutuhkan aksi. Mari kita saling menghormati berbagai perbedaan pandangan, terlebih hanya dalam hal politik yang bersifat sementara.


Dalam rumus umum politik itu tidak ada teman atau musuh abadi, semuanya bergantung pada kepentingan dan kontrak yang disepakati. Bila kita tidak mencermati hal semacam ini, sehingga melakukan sikap-sikap yang membuat tatanan sosial tercederai, justru malah kita yang rugi.


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقَ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلَّمُ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ ۰ فَيَاعِبَادَاﷲ, اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالى إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اللهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ،  اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ  اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ


M. Syarofuddin Firdaus, Dosen Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah Ciputat