Nasional

2 Tantangan Besar dalam Penerapan Masjid Hijau di Indonesia

NU Online  ·  Sabtu, 14 Juni 2025 | 15:09 WIB

2 Tantangan Besar dalam Penerapan Masjid Hijau di Indonesia

Direktur Jendera Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Abu Rokhmad pada Focus Group Discussion Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid di Permata Hotel Bogor, Jawa Barat pada Jumat (13/6/2025) (Foto: Rikhul Jannah/NU Online)

Bogor, NU Online
Direktur Jendera Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Abu Rokhmad menyebutkan bahwa terdapat dua tantangan besar dalam penerapan masjid hijau atau ecomasjid di Indonesia.


Pertama, tantangan kesenjangan kesadaran sosial. Ia menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam mengembangkan masjid hijau adalah minimnya pemahaman umat mengenai pelestarian alam.


“Tidak atau sebelum semua masjid memiliki kesadaran yang sama tentang pentingnya masjid itu harus menerapkan prinsip-prinsip yang ramah lingkungan,” ujar Prof Abu pada Focus Group Discussion Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid di Permata Hotel Bogor, Jawa Barat pada Jumat (13/6/2025).


Prof Abu menyampaikan bahwa kesadaran ini tidak hanya dibebankan pada satu pihak saja, tetapi semua penghuni masjid harus memiliki kesadaran yang sama.


“Sebenarnya bagi takmir masjid dan jamaahnya harus peduli akan konsep ecomasjid ini,” katanya.


Kedua, tantangan ekonomi. Ia mengungkapkan bahwa penerapan teknologi hijau seperti panel surya, daur ulang air, dan tanaman vertikultur membutuhkan investasi awal yang tidak sedikit. Banyak masjid di pedesaan atau daerah pinggiran tidak memiliki akses pada sumber dana yang memadai.


“Harga untuk alat listrik yang menggunakan otomatis itu kan lumayan ya. Belum lagi alat untuk daur ulang air. Jadi, tantangan besar juga bagi masjid di daerah-daerah,” ujar Prof Abu.


Sementara itu, Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab menyampaikan bahwa kesadaran akan masjid hijau perlu dibangun sejak dini melalui pengalaman dan pengetahuan. Menurutnya, perilaku sadar akan alam perlu ditanamkan dari sekarang.


“Diisi dahulu otaknya dengan pengetahuan, kemudian akan ada proses pengalaman-pengalaman, spiritual setelah itu akan menumbuhkan kesadaran, baru lahirlah perilaku-perilaku keagamaan yang peduli terhadap pelestarian alam,” ucapnya.


Gus Aab menegaskan bahwa takmir masjid dan jamaah harus memiliki kesadaran dan mendukung konsep masjid hijau, seperti mematikan lampu pada siang hari dan memanfaatkan angin alami dengan membuka jendela.


“Jadi jangan dianggap kalau menghidupkan lampu di siang hari itu tidak tadbir, maka menghindari dari penggunaan yang tidak perlu, kadang-kadang di masjid airnya dibiarkan mengalir, lampu-lampu kadang tidak dimatikan,” katanya.