Nasional

Aksi Kamisan Jelang HUT Ke-80 RI Tuntut Negara Segera Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

NU Online  ยท  Kamis, 14 Agustus 2025 | 20:30 WIB

Aksi Kamisan Jelang HUT Ke-80 RI Tuntut Negara Segera Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

Suasana Aksi Kamisan ke-873 menjelang HUT Ke-80 RI yang digelar di depan Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (14/8/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, suara kritis kembali menggema dari depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (14/8/2025).


Aksi Kamisan ke-873 yang mengangkat tema Katanya Merdeka, Tapi Keadilan Masih Dijajah menyoroti lemahnya penegakan hak asasi manusia (HAM) dan impunitas terhadap pelanggar HAM berat.


Salah satu peserta yang konsisten hadir adalah Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta yang menjadi korban penembakan dalam Tragedi Semanggi I, 13 November 1998.


Dalam refleksinya, Sumarsih mempertanyakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya.


"Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tapi sebagai warga negara kita sudah tidak merdeka lagi ketika penguasa mengeruk keuangan rakyat dengan berbagai cara. Entah melalui kenaikan pajak atau pemblokiran rekening, itu upaya jahat penguasa untuk menindas rakyat," ujarnya kepada NU Online.


Menurutnya, kemerdekaan seharusnya dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari kebebasan bersikap hingga menentukan kesejahteraan masa depan.


Sumarsih menegaskan tuntutannya sederhana yaitu negara harus menegakkan hukum sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.


Ia menolak penyelesaian non-yudisial sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.


"Keadilan yang saya tuntut adalah pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti. Apapun hasilnya, proses hukum harus berjalan," tegasnya.


Ia juga mengungkapkan perubahan sikap Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) setelah Prabowo Subianto menjabat presiden. Jika sebelumnya surat rutin dikirim ke presiden, kini aksi hanya dilakukan di lapangan.


"Di poster kami ada daftar terduga pelanggar HAM berat, salah satunya Prabowo. Negara melindungi para penjahat HAM," kata Sumarsih.


Bagi Sumarsih, Aksi Kamisan bukan hanya tentang kasus keluarganya, melainkan wadah berbagai persoalan rakyat.


"Yang datang ke sini bukan hanya korban pelanggaran HAM, tapi juga warga yang menghadapi konflik agraria, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, hingga perwakilan Papua," ujarnya.


Menutup refleksinya di momen 80 tahun kemerdekaan, Sumarsih menyampaikan satu kata untuk Indonesia hari ini: 'jahat'.