Perjalanan haji adalah perjalanan spiritual yang kompleks. Daya tariknya tak pernah lekang untuk dibabar. Ragam cerita dipaparkan kepada sanak-saudara sekembali di Tanah Air. Mulai dari eksotisme Ka’bah, pergumulan dengan manusia seantero dunia, serta kerap diselingi cerita-cerita di luar nalar. Begitulah setidaknya yang tergambar dari penuturan para jemaah haji sepulang dari Tanah Suci.
Lalu, bagaimana bila yang berhaji adalah wartawan? Buku berjudul Lelaki Buta Melihat Ka’bah kiranya bisa menjadi jawaban. Buku itu merupakan kumpulan catatan/laporan berita berbentuk feature seorang juru warta, Muhammad Subarkah, yang berkesempatan menunaikan ibadah haji tahun 2011 silam.
Naluri kuli tinta adalah menelisik. Melaporkan ragam peristiwa. Mencari hal yang berbeda dan aktual untuk kemudian dilaporkan kepada publik. Selama musim haji, banyak media massa cetak, elektronik, maupun online menampilkan segmen khusus pemberitaan pelaksanaan haji. Hal ini dilakukan mengingat terdapat dua ratus ribu lebih jemaah haji Indonesia yang dinantikan kabarnya oleh keluarga di Tanah Air.
Selain menampilkan berita haji, demi memperkaya laporannya, tak jarang sejumlah media massa mengirimkan wartawannya secara khusus guna meliput pelaksanaan rukun Islam terakhir tersebut. Alasan utamanya agar sang wartawan meliput hal-hal yang dianggap berbeda dari pemberitaan haji pada umumnya. Di sinilah letak keunggulan berita haji yang sering ditulis dalam bentuk feature.
Karena setiap hari dituntut membuat berita serta ditambah catatan-catatan khas seputar haji, membuat sang wartawan memiliki setumpuk warta feature yang hampir pasti akan dijadikan buku setiba di Tanah Air. Begitulah yang tercermin dari feature ala Subarkah yang memberikan atmosfer buku haji yang berbeda. Buku Subarkah ini menampilkan sisi lain ibadah haji; karena pada umumnya buku seputar haji didominasi bertema ritual, tata cara, serta hikmah berhaji.
Catatan-catatan khas Subarkah di antaranya: kamar barokah. Kamar yang digunakan khusus untuk bermesraan bagi pasangan suami-istri yang naik haji secara berbarengan. Pengelolanya ternyata adalah orang Indonesia. Walaupun bertarif mahal, tetapi rupanya ramai peminat.
Pun, persoalan kebiasaan jemaah haji Indonesia yang memang dikenal “doyan” belanja. Banyak pelayan toko di Arab Saudi bisa berbahasa Indonesia sebagai jurus pemikat. Tak cuma cerita unik tersebut. Masalah klasik yang menyedihkan juga dipaparkan: terutama nasib perempuan pekerja migran Indonesia yang sering mengalami permasalahan dengan majikannya --seolah-olah telah menjadi cerita keseharian.
Bertemu dengan beragam saudara seantero dunia juga dipaparkan secara apik. Ada pengalaman berbincang dengan jemaah haji Taiwan yang kemudian bertukar informasi seputar perkembangan Islam di sana. Bertemu dengan jemaah haji Rusia yang menumpangi mobil dengan menempuh jarak lima ribu kilometer.
Subarkah juga menyindir “misi” mukimin (orang Indonesia yang bermukim di Arab Saudi). Simak misalnya ketika ia membandingkan hajinya orang dahulu dengan sekarang. Orang dahulu berhaji sembari menuntut ilmu. Bahkan beberapa di antaranya menjadi ulama besar yang disegani. Bahkan ada kampung bernama Zaqaq Zawa (Kampung Jawa); di mana dulunya menjadi tempat tinggal Syekh Nawawi al-Bantani, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari menuntut ilmu. Sekarang, ghirah tersebut tampaknya hilang berganti dengan menjadi para penjaja makanan. Banyak resto maupun warung makan kebanyakan pengelolanya berasal dari orang Indonesia.
Dari 48 catatan yang dibukukan, ada satu catatan Subarkah paling haru; di mana seorang lelaki Afrika yang tunanetra berjalan sendirian dari lantai dua Masjidil Haram menuju Ka’bah. Meski banyak yang ingin membantu, tapi tawaran itu ditolak. Dengan hanya bermodal memegang tongkat, ia menuruni tangga dan mencoba menembus kerumunan orang berthawaf. Setelah bersusah payah sekian lama, akhirnya ia sampai juga di dekat Ka’bah lalu menjalankan thawaf. Semua yang melihatnya terharu seraya menitikkan air mata.
Baca Juga
Sistem Akustik Canggih di Masjidil Haram
Buku kumpulan catatan berhaji wartawan Subarkah ini kiranya sangat bermanfaat bagi siapa saja. Lebih-lebih bagi yang hendak berhaji. Memang masih banyak hal yang belum digali. Maka semakin banyak wartawan peliput haji yang kemudian membukukan catatan berhajinya, praktis bakal kian menambah wawasan dalam mengenali seluk beluk Arab Saudi serta pelaksanaan ibadah haji. Menampilkan berita haji secara berbeda serta menelisik hal-hal yang luput dari arus utama pemberitaan haji adalah keistimewaan buku hajinya para wartawan.
Data Buku:
Judul: Lelaki Buta Melihat Ka’bah
Penulis: Muhammad Subarkah
Penerbit: Republika
Cetakan: Pertama, Sepetember, 2012
Tebal: xvi + 289 halaman
ISBN: 978-602-7595-15-6
Peresensi: Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih, Nahdliyin Kudus
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Ketentuan, Doa, dan Amalan Sunnah Saat Wukuf di Arafah
Terkini
Lihat Semua