Ramadhan

Lailatul Qadar: Pahala Ibadah bagi yang Tak Merasakan Kedatangannya

Kam, 6 Mei 2021 | 07:00 WIB

Lailatul Qadar: Pahala Ibadah bagi yang Tak Merasakan Kedatangannya

Allahlah yang berkehendak apakah seseorang dapat merasakan kehadiran lailatul qadar ataupun tidak. 

Salah satu malam istimewa yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah lailatul qadar. Sebuah malam yang ada pada bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an secara utuh, sebagai pamungkas dan penutup kitab-kitab samawi (langit) sebelumnya, dan diterima oleh nabi akhir zaman sebagai pamungkas dan penutup nabi-nabi sebelumnya pula.


Sebagaimana dijelaskan para ulama, lailatul qadar akan terus terjadi di setiap tahun, tepatnya pada bulan Ramadhan. Malam itu menjadi malam rahasia yang tidak Allah subhanahu wa ta’ala tampakkan kepada semua manusia. Allah subhanahu wata’ala hanya menampakkan kepada orang-orang khusus yang bersungguh-sungguh ingin menjumpai lailatul qadar. Oleh karenanya, tidak heran jika umat Islam berlomba-lomba untuk bisa bertemu dan beribadah pada malam penuh ampunan dan rahmat itu, bahkan Allah subhanahu wata’ala sudah menjanjikan dalam Al-Qur’an, bahwa pahala ibadah pada lailatul qadar melebihi ibadah pada malam lainnya. Namun, dari sini mulai muncul permasalahan, yaitu apakah pahala ibadah berlipatganda itu hanya dikhususkan untuk orang-orang yang mengetahui terjadinya lailatul qadar, atau intinya bertepatan dengan malam tersebut? Simak penjelasannya.


Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H) menjelaskan hal itu dalam kitab Fathul Bari, tepatnya pada bab menjaga hari-hari yang bisa diharapkan bertepatan dengan lailatul qadar. Menurutnya, para ulama berbeda pendapat apakah sama pahala suatu ibadah antara orang yang mengetahui dan tidak mengetahui lailatul qadar, yang bisa disimpulkan dalam dua pendapat.


Pertama, orang beribadah pada lailatul qadar mendapatkan pahala yang sama dengan orang-orang yang mengetahui lailatul qadar, meskipun tidak menyadari bahwa malam itu merupakan lailatul qadar. Pendapat ini merupakan pendapat yang diperkuat oleh Imam at-Thabari, Syekh Muhallab, dan Ibnu al-‘Arabi. Kedua, orang beribadah pada lailatul qadar namun tidak mengetahui malam tersebut sebagai malam qadar, maka pahala yang didapatkan tidak sama dengan pahala orang beribadah yang mengetahui terjadinya lailatul qadar. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama ahli hadits.


Dua pendapat di atas muncul disebabkan sabda Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyi,


مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَيُوَافِقُهَا إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Artinya, “Barang siapa beribadah pada lailatul qadar dan mendapatkannya karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu”. (HR Al-Bukhari)


Melalui hadits di atas, Imam Nawawi mengatakan bahwa yang di maksud “fayuwâfiquhâ” (فَيُوَافِقُهَا) adalah mengetahui, bukan sekadar bertepatan. Oleh sebab itu, pahala orang beribadah pada lailatul qadar dan mengetahui terjadinya lailatul qadar, tidak sama dengan pahala ibadah orang yang tidak mengetahui lailatul qadar. (Lihat, Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz, 4, h. 266).


Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Artinya, “Barang siapa beribadah pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR al-Bukhari).


Melalui hadits ini, Imam Ibnu Hajar sendiri berpendapat bahwa barang siapa beribadah dan bertepatan dengan lailatul qadar, meski tidak mengetahuinya, akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala yang Allah subhanahu wata’ala berikan pada orang-orang yang mengetahui terjadinya lailatul qadar.


Dalam keterangan yang lain, Syekh Abil Fadl al-Ghumari menyampaikan pendapat Imam Nawawi, yaitu:


وقال النووي في حديث (مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ) معناه من قامه ولو لم يوافق ليلة القدر ومن قام ليلة القدر فوافقها حصل له


Artinya, “Berkata Imam Nawawi dalam hadits (مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ) maksudnya, ‘siapa saja yang beribadah pada lailatul qadar, baik yang menjumpai lailatul qadar ataupun tidak, ia mendapatkan pahala” (Syekh Abil Fadl al-Ghumari, Ghayatul Ihsan fi Fadli Syahri Ramadhan, h. 45)


Dengan demikian, penjelasan di atas bisa disimpulkan, bahwa orang yang Allah kehendaki bisa menjumpai lailatul qadar, tentu akan mengetahuinya, sesuai dengan hadits di atas. Akan tetapi, orang beribadah namun tidak mengetahui lailatul qadar bukan berarti tidak mendapatkan kebaikannya, karena ketika kebaikan lailatul qadar didapatkan, maka secara otomatis akan sama antara yang mengetahui dan yang tidak mengetahui, tanpa menutup mata bahwa ada juga orang-orang beribadah dan berkumpul dalam satu tempat namun tidak Allah kehendaki semuanya mengetahui lailatul qadar.


Alhasil, tidak perlu merepotkan diri datang ke tempat-tempat khusus untuk melakukan shalat malam seperti di tepi sungai, di atas loteng, di padang sahara, atau tempat-tempat yang dianggap gampang bisa menemukan lailatul qadar, karena Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan tanda lailatul qadar sesuai dengan kehendak-Nya.

 

Sunnatullah, santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah Bangkalan