Ramadhan

Tiga Fase Turunnya Kitab Suci Al-Qur’an

Kam, 29 April 2021 | 08:00 WIB

Tiga Fase Turunnya Kitab Suci Al-Qur’an

Ilustrasi Al-Qur'an.

Ada banyak cara Allah memuliakan waktu atau tempat tertentu. Biasanya dengan peristiwa agung yang terjadi pada waktu atau tempat tersebut. Sebut saja bulan Ramadhan, salah satu bulan yang Allah muliakan di antara bulan-bulan lainnya. Salah satu yang menjadi kemuliaan bulan Ramadhan adalah diturunkannya Al-Qur’an, mukjizat terbesar Nabi Muhammad saw sekaligus kitab umat Islam.


Al-Qur’an tidak hanya diturunkan pada malam lailatul qadar pada Bulan Ramadhan saja, tetapi ada tiga fase kitab suci itu diturunkan.


Fase pertama, untuk fase pertama turunnya Al-Qur’an, kitab suci ini diturunkan ke Lauhul Mahfudz secara keseluruhan. Dalil fase pertama ini adalah firman Allah swt berikut,


بَلۡ هُوَ قُرۡءَانٞ مَّجِيدٞ  (21)فِي لَوۡحٖ مَّحۡفُوظِۢ (22)


Artinya, “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh". (QS. Al-Buruj [85]: 21-22)


Para mufassir sepakat, bahwa ayat ini menjelaskan turunnya Al-Qur’an di  Lauhul Mahfudz.


Fase kedua, ini merupakan lanjutan dari fase sebelumnya. Untuk fase kedua turunnya Al-Qur’an, kitab suci ini diuturunkan secara utuh dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izzah pada bulan Ramadhan, bertepatan dengan malam lailatul qadar. Dalil yang menjadi landasan untuk fase ini adalah firman Allah swt berikut,


شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ 


Artinya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)


Ayat al-Quran di atas juga diperkuat hadits berikut,


فُصِلَ القُرْآنُ مِنَ الذِّكْرِ )أي: اللّوح المحفوظ(، فَوُضِعَ فِي بَيْتِ العِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَجَعَلَ جِبْرِيلُ

 

عليه السّلام يَنْزِلُ بِهِ عَلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم


Artinya, “Al-Quran dipisahkan dari ad-Dzikr (Lauhul Mahfudz) lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia. Kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi saw.” (HR. Hakim dalam al-Mustadrak)


Para mufasir, seperti Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, Abdurrahman as-Sa’di dalam Tafsir as-Sa’di, dan pakar tafsir lalinnya, sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan secara utuh dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izzah.


Fase ketiga, ini merupakan fase terakhir dari turunnya Al-Qur’an. Pada fase ini, Al-Qur’an diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat yang turun berangsur sesuai dengan konteks peristiwa saat itu. Dalil yang menjadi dasar fase ketiga ini adalah firman Allah swt berikut,


نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِينُ (193)عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيّٖ مُّبِينٖ (196)


Artinya, “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas." (QS. As-Syu’ara [26]: (193-195)


Sebenarnya, dari Lauhul Mahfudz, Jibril menerima Al-Qur’an dari malaikat penjaga secara berkala selama dua puluh malam. Lalu Jibril menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw berangsur selama dua puluh tahun. Ada yang mengatakan lebih dari itu. (Al-Arjuzah al-Munabihah, hal 86)

 

Sebenarnya bukan Al-Qur’an saja yang diturunkan pada bulan Ramadhan. Tetapi juga kitab-kitab umat terdahulu diturunkan pada bulan suci ini. Rasulullah saw bersabda,


أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الإِنْجِيلُ

 

لِثَلاثَ عَشْرَةَ مَضَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الزَّبُورُ لِثَمَانَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ

 

خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ.

 

Artinya, “Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan. Taurat diturunkan pada hari keenam Ramadhan. Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadhan. Zabur diturunkan pada tanggal delapan belas Ramadhan. Dan Al Qur'an diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.”


Ibnu Katsir juga menjelaskan, “Allah swt mengistimewakan bulan puasa dari bulan-bulan lainnya, dengan  memilihnya sebagai bulan diturunkannya al-Quran. Pada bulan ini, Allah juga menurunkan kitab-kitab yang lain pada para nabi-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, hal 215)


Melalui hadits di atas dan diperkuat pernyataan Ibnu Katsir, kita bisa mengambil poin penting. Allah memuliakan bulan Ramadhan bukan saja dengan diturunkannya Al-Qur’an, tetapi juga semua kitab-kitab umat terdahulu.


Hanya saja, jika kitab-kitab yang lain diturunkan sekaligus kepada para nabi, Al-Qur’an tidak demikian. Tetapi melalui berbagai tahap dan juga berangsur sesuai konteks tertentu.


Mengenai diturunkannya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, Allah swt berfirman,


شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ 


Artinya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)


Terkait ayat di atas, para mufassir (ulama pakar tafsir) sepakat bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an, tepatnya pada malam lailatul qadar. Pada malam itu, al-Quran diturunkan secara utuh (30 juz) dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izzah.


Lauhul Mahfudz merupakan kitab tempat Allah mencatat segala peristiwa yang terjadi di alam semesta. Dari peristiwa terkecil sampai terbesar, yang akan dan telah terjadi, semuanya tercatat di kitab catatan itu. Termasuk setiap daun yang jatuh di bumi ini, tidak pernah terlewat dari sistem input kitab catatan itu. (Tafsir at-Thabari, juz 5, hal. 211)


Sementara Baitul ‘Izzah sendiri merupakan rumah yang berada di langit dunia. Syekh Az-Zarqani (w. 1948 M) dalam kitab Manahil al-‘Irfan menjelaskan, bahwa Baitul ‘Izzah merupakan berita ghaib (di luar logika), yang hanya bisa diketahui melalui Nabi Muhammad saw sebagai orang yang ma’shum (terjaga dari perbuatan maksiat). (Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Quran, juz 1, hal. 45)


Mengenai wujudnya seperti apa, Ibnu Abbas menjelaskan, bahwa Lauhul Mahfudz terbuat dari mutiara putih, panjangnya seukuran jarak antara langit dan bumi, lebarnya sama dengan jarak antara Timur dan Barat, sedangkan kedua sisinya terbuat dari mutiara dan yaqut, sampulnya dari yaqut merah, penanya dari cahaya, dan kalam-Nya telah tertulis di ‘Arsy yang pangkalnya berada di pangkuan seorang malaikat (Irsyad as-Sari Syarah Sahih Bukhari, juz 7, hal. 114)

Terakhir, penulis tutup dengan dua bait syair berikut,


نجمه عليه جبرائيل  #في مدة حتى انقضى التنزيل
 

 

لبث في انزاله سنينا # حسابها زاد على العشرينا


“Jibril berangsur menurunkan Al-Qur’an padanya (Nabi Muhammad saw) selama waktu tertentu, sampai selesai Al-Qur’an diturunkan”


“Turunnya selama beberapa tahun, lebih dari 20  tahun lamanya.” 
(Al-Arjuzah al-Munabihah, hal. 86-87)


Muhammad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon