Syariah

Hukum Shalat Gerhana Bersama Keluarga di Rumah

Jum, 27 Juli 2018 | 20:45 WIB

Hukum Shalat Gerhana Bersama Keluarga di Rumah

(Ilustrasi: NU Online)

Shalat sunnah gerhana termasuk salah satu shalat yang dianjurkan untuk dilakukan secara berjamaah di masjid sebagaimana shalat istisqa, dan shalat sejenis lainnya. Shalat sunnah gerhana yang dilakukan berjamaah di masjid mengandung keutamaan tersendiri di samping ada khutbah gerhana setelah shalat.

والسنة أن تصلّى في الجامع موضع صلاة الجمعة وينادى لها الصلاة جامعة فيصلى بهم الإمام ركعتين

Artinya, “Shalat sunnah gerhana dianjurkan dilaksanakan di masjid Jami tempat shalat Jumat dan diseru oleh bilal atau muazin dengan panggilan ‘as-shalatu jami‘ah’. Lalu jamaah masjid itu melakukan shalat berjamaah dua rakaat bersama imam,” (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah, [Tanpa catatan kota, Darul Kutub Al-Islamiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 129).

Sebagaimana shalat istisqa (shalat minta air hujan), shalat sunnah gerhana adalah shalat sunnah yang dianjurkan dengan khutbah gerhana setelah shalat sebagaimana sunnah Rasulullah SAW. Syekh Taqiyuddin Al-Hishni dari Mazhab Syafi’i mengutip riwayat kesunnahan khutbah gerhana dari Imam Muslim.

ويسن أن يخطب بعد الصلاة خطبتين كخطبتي الجمعة لفعله صلى الله عليه وسلم رواه مسلم وفيه (قام فخطب فأثنى على الله تعالى) إلى أن قال (يا أمة محمد هل من أحد أغير من الله أن يرى عبده أو أمته يزنيان يا أمة محمد والله لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ولضحكتم قليلا ألا هل بلغت

Artinya, “Dianjurkan menyampaikan dua khutbah gerhana seperti khutbah Jumat setelah shalat sunnah gerhana sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat Imam Muslim. Di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW berdiri lalu berkhutbah, memuji Allah SWT (sampai gilirannya beliau mengatakan) ‘Wahai ummat Muhammad, apakah ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika melihat hamba laki-laki dan hamba perempuan-Nya berzina? Wahai ummat Muhammad, demi Allah, kalau sekiranya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian lebih banyak menangis dan lebih sedikit tertawa. Ketahuilah, sudahkah kusampaikan?’” (Lihat Taqiyyiddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 128).

Kendati demikian, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menyebutkan kebolehan orang yang ingin melakukan shalat sunnah gerhana sendiri atau berjamaah bersama keluarga  di rumahnya. Tetapi Syekh Abdul Qadir menjelaskan bahwa shalat sunnah gerhana yang lebih utama dilakukan di masjid.

ومن أراد أن يصليها وحده في بيته أو مع أهله جاز. والأولى ما ذكرنا

Artinya, “Tetapi orang yang ingin melakukan shalat sunnah sendiri sendiri atau bersama keluarganya di rumahnya, boleh. Tetapi yang lebih utama adalah (shalat sunnah gerhana di masjid) sebagaimana telah kami utarakan,” (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah, [Tanpa catatan kota, Darul Kutub Al-Islamiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 130).

Mereka yang shalat sendiri di rumah tentu saja tidak perlu berkhutbah. Syekh Taqiyyiddin Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar menyebutkan masalah ini sebagai berikut:

ومن صلى منفردا لم يخطب

Artinya, “Orang yang shalat sunnah gerhana bulan sendiri (tidak berjamaah) tidak perlu berkhutbah,” (Lihat Taqiyyiddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 128).

Meskipun tanpa khutbah, kami menyarankan mereka yang mengerjakan shalat sunnah gerhana di rumah baik sendiri maupun berjamaah bersama keluarga untuk merenungkan (tafakur atau muhasabah) pesan Rasulullah SAW dalam khutbah gerhana yang disampaikan di depan para sahabatnya.

Hanya saja kalau tanpa ada uzur, kami menyarankan masyarakat mendatangi masjid yang menyelenggarakan shalat sunnah gerhana berjamaah. Wallahu a‘lam. (Alahfiz K)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua