Artinya, “Shalat sunnah gerhana dianjurkan dilaksanakan di masjid Jami tempat shalat Jumat dan diseru oleh bilal atau muazin dengan panggilan ‘as-shalatu jami‘ah’. Lalu jamaah masjid itu melakukan shalat berjamaah dua rakaat bersama imam,” (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah, [Tanpa catatan kota, Darul Kutub Al-Islamiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 129).
Sebagaimana shalat istisqa (shalat minta air hujan), shalat sunnah gerhana adalah shalat sunnah yang dianjurkan dengan khutbah gerhana setelah shalat sebagaimana sunnah Rasulullah SAW. Syekh Taqiyuddin Al-Hishni dari Mazhab Syafi’i mengutip riwayat kesunnahan khutbah gerhana dari Imam Muslim.
Artinya, “Dianjurkan menyampaikan dua khutbah gerhana seperti khutbah Jumat setelah shalat sunnah gerhana sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat Imam Muslim. Di dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW berdiri lalu berkhutbah, memuji Allah SWT (sampai gilirannya beliau mengatakan) ‘Wahai ummat Muhammad, apakah ada yang lebih cemburu daripada Allah ketika melihat hamba laki-laki dan hamba perempuan-Nya berzina? Wahai ummat Muhammad, demi Allah, kalau sekiranya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian lebih banyak menangis dan lebih sedikit tertawa. Ketahuilah, sudahkah kusampaikan?’” (Lihat Taqiyyiddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 128).
Kendati demikian, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menyebutkan kebolehan orang yang ingin melakukan shalat sunnah gerhana sendiri atau berjamaah bersama keluarga di rumahnya. Tetapi Syekh Abdul Qadir menjelaskan bahwa shalat sunnah gerhana yang lebih utama dilakukan di masjid.
Artinya, “Tetapi orang yang ingin melakukan shalat sunnah sendiri sendiri atau bersama keluarganya di rumahnya, boleh. Tetapi yang lebih utama adalah (shalat sunnah gerhana di masjid) sebagaimana telah kami utarakan,” (Lihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghuniyah, [Tanpa catatan kota, Darul Kutub Al-Islamiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 130).
Mereka yang shalat sendiri di rumah tentu saja tidak perlu berkhutbah. Syekh Taqiyyiddin Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar menyebutkan masalah ini sebagai berikut:
Artinya, “Orang yang shalat sunnah gerhana bulan sendiri (tidak berjamaah) tidak perlu berkhutbah,” (Lihat Taqiyyiddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 128).
Meskipun tanpa khutbah, kami menyarankan mereka yang mengerjakan shalat sunnah gerhana di rumah baik sendiri maupun berjamaah bersama keluarga untuk merenungkan (tafakur atau muhasabah) pesan Rasulullah SAW dalam khutbah gerhana yang disampaikan di depan para sahabatnya.
Hanya saja kalau tanpa ada uzur, kami menyarankan masyarakat mendatangi masjid yang menyelenggarakan shalat sunnah gerhana berjamaah. Wallahu a‘lam. (Alahfiz K)
Terpopuler
1
Penjelasan Nuzulul Qur’an Diperingati 17 Ramadhan, Tepat pada Lailatul Qadar?
2
Khutbah Jumat: Ramadhan Momentum Lestarikan Lingkungan
3
Hukum Jamaah dengan Imam yang Tidak Fashih Bacaan Fatihahnya
4
Kisah Unik Dakwah Gus Mus di Pusat Bramacorah hingga Kawasan Lokalisasi
5
Jangan Keliru, Ini Perbedaan Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qadar
6
194.744 Calon Jamaah Reguler Lunasi Biaya Haji, Masih Ada Sisa Kuota Haji 2024
Terkini
Lihat Semua