Shalawat/Wirid

Hizib Al-Barr: Sejarah Penyusunan, Keutamaan, dan Teknis Membacanya

Sel, 10 Agustus 2021 | 04:00 WIB

Hizib Al-Barr: Sejarah Penyusunan, Keutamaan, dan Teknis Membacanya

Membaca hizib al-Barr

Imam Abul Hasan asy-Syadzili (593-656 H) selain dikenal sebagai ulama yang sangat alim, seorang faqih (alim ilmu fiqih), muhaddits (ahli hadist), juga dikenal sebagai ulama tasawuf. Keilmuannya sangat luas. Ilmunya bak lautan dalam luasnya, bagai gunung dalam kokohnya, dan laksana langit dalam ketinggiannya. Ia menjadi salah satu ulama yang sangat disegani oleh ulama semasanya dan ulama setelahnya hingga saat ini. Ia dikenal sebagai ulama ahli tarekat. Salah satu tarekat yang sangat masyhur di kalangan umat Islam adalah tarekat Syadiliyah. Tarekat ini merupakan peninggalan Imam asy-Syadzili yang terus berkembang dan diamalkan.


Luasnya keilmuan Imam Syadzili terlihat dari berbagai hizib yang disusunnya. Setiap hizib yang ditulis mengandung banyak faidah. Di dalamnya terdapat ilmu, etika, tauhid, penyebutan keagungan Allah swt dan kuasa-Nya. Juga terdapat penyebutan hinanya manusia dan kekurangannya, penyebutan bahayanya maksiat dan dampaknya, dan berbagai faedah lainnya. Dengan demikian, pembaca tidak hanya fokus membaca wirid, namun juga bisa intropeksi bahwa dirinya sangat hina dan sangat membutuhkan Allah. Di antara hizib yang sangat masyhur yang ditulis oleh Imam Abul Hasan asy-Syadzili selain Hizib Nashar adalah Hizib al-Barr atau yang juga disebut dengan Hizbul Kabîr lisy Syâdzili.


Sejarah Penyusunan
Dalam kitab Syarhu Hizbil Barr dijelaskan, suatu saat Imam asy-Syadzili duduk bersama al-Ârifbillâh Sayyid Abdul Wahab Musthafa. Saat itu Imam asy-Syadzili menceritakan, ia pernah bermimpi bertemu salah satu wali Allah yang sangat saleh, yaitu Sayyid Abdul Wahab Husnain al-Hashafi, kakak Sayyid Abdul Wahab Musthafa. Dalam mimpinya Sayyid Abdul Wahab Husnain meminta kitab kepada Imam asy-Syadzili. Kemudian beliau memberikan isyarat untuk mengambil kitab yang diminta dalam sebuah lemari. Setelah kitab itu diambil dan diberikan kepadanya oleh Imam asy-Syadzili, setelah dibuka kitab itu ternyata berisikan banyak kitab, di antaranya ada kitab Safînatun Najâ, dan dua bacaan hizib, yaitu Hizib al-Barr dan Hizib Bahar.


Mendengar cerita itu, Sayyid Abdul Wahab Musthafa menyuruh Imam asy-Syadzili untuk menulis dua hizib tersebut. Setelah ia mendapatkan perintah dari adik kandung wali Allah yang hadir dalam mimpinya, Imam asy-Syadzili dengan senang hati untuk segera menyusunnya. Ia memulai dengan Hizib al-Barr. Hanya saja, ia sangat bingung mau dimulai dengan apa Hizib al-Barr ini. Sebab, perjumpaannya dengan Sayyid Abdul Wahab Msuthafa tidak mendapatkan arahan dan petunjuk apa pun. Ia hanya diperintah untuk menulisnya.


Di sela-sela kebingungannya Imam asy-Syadzili sempat tertidur sebentar dan bermimpi didatangi oleh Sayyid Abdul Wahab Husnain dengan membawa permadani kecil yang masih tergulung rapi. Namun setelah dihamparkan permadani kecil itu seakan tidak ditemukan ujungnya. Saat itu beliau berkata kepada Imam asy-Syadzili:


كُلَّمَا شَدَدْتَ الْبِسَاطَ سَيَمْتَدُّ مَعَكَ


Artinya, “Semakin engkau menghamparkannya, maka ia semakin panjang.”


Setelah itu, Imam asy-Syadzili terbangun dan menyimpulkan mimpinya, bahwa hizib yang akan ia susun memang terhitung sangat kecil dan tidak terlalu banyak, namun semakin dibaca maka manfaat dan berkahnya akan semakin luas. Selanjutnya Imam Syadzili menyusunnya menjadi beberapa lembar dan diberi nama Hizib al-Barr yang kemudian populer juga dengan sebutan Hizbil Kabîr. Di dalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir, shalawat, dan beberapa penjelasan tauhid, serta keagungan Allah dan kehinaan manusia. (Abdurrahman bin Muhammad al-Fasi, Syarhu Hizbil Barr, [Maktabah Azhariyyah lit Turâts: 2002], halaman 18-19).


Keutamaan Hizib al-Barr
Keutamaan Hizib al-Barr tidak perlu diragukan. Di samping penyusunnya sangat ikhlas dan atas restu serta perintah dari wali Allah, ternyata juga memiliki keutamaan yang sangat erat hubungannya dengan Rasulullah saw. Bahkan, isi dari Hizib al-Barr melalui petunjuk Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana pengakuan dari Imam asy-Syadzili sendiri, yaitu:


وَاللهِ مَا وَضَعْتُ فِيهِ حَرْفًا إِلَّا بِاِذْنٍ مِنْ رَبِّي، وَأَمْرٍ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. مَنْ قَرَأَ حِزْبَنَا فَلَهُ مَا لَنَا وَعَلَيْهِ مَا عَلَيْنَا. لَهُ سِرٌّ عَظِيْمٌ لَا يَعْلَمُهُ اِلَّا اللهُ


Artinya, “Demi Allah! Tidak aku tulis satu huruf pun kecuali ada izin dari Allah dan perintah dari Rasulullah saw. Barangsiapa membaca hizibku (Hizib al-Barr), maka aku jamin kehormatan padanya, dan ia mendapatkan rahmat darinya. Di dalamnya terdapat rahasia yang sangat agung, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.” (Al-Fasi, Syarhu Hizbil Barr, halaman 28). 


Keutamaan lain yang bisa didapatkan sebab membaca hizib bar adalah akan mendapatkan jaminan syafaat dari kakek penulis, yaitu Nabi Muhammad saw. Jaminan ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam as-Syadzili:


مَنْ حَفِظَهُ فَهُوَ مِنْ أَصْحَابِي، وَمَنْ قَرَأَ حِزْبَنَا هَذَا كَانَ دَاخِلًا فِي شَفَاعَةِ جَدِّي رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَعْنِي شَفَاعَةً خَاصَةً


Artinya, “Barangsiapa yang menghafalnya, maka ia bagian dari sahabatku; barangsiapa yang membaca hizibku ini, maka ia termasuk orang yang akan mendapatkan syafaat kakekku, Rasulullah saw, yaitu mendapatkan syafaat secara khusus.” (Al-Fasi, Syarhu Hizbil Barr, halaman 63).


Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, Hizib al-Barr tidak hanya menjadi salah satu wirid dan bacaan biasa. Selain sebagai media untuk mendekatkan diri pada Allah, juga sebagai penyelamat bagi pembacanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan mendapatkan kemuliaan dan di akhirat akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw. Tentunya, hizib yang satu ini sangat penting untuk dibaca demi bisa meraih kemuliaan itu.


Komentar Ulama 
Rampungnya penulisan Hizib al-Barr kemudian mendapat pujian dari para ulama. Banyak ulama yang sangat mengagumi dan memujinya, di antaranya adalah Syekh Zaki Mubarak. Dalam kitab at-Tashawwuful Islâmi ia mengatakan:


وَسَنَكْتَفِي بِالْكَلَامِ عَنِ الْأَحْزَابِ بِحِزْبِ الْبَرِّ لِلشَّاذِلِي، وَهُوَ أَفْضَلُ الْأَحْزَابِ  مِنْ حَيْثُ الَّلفْظِ وَالْمَعْنَى، فَهُوَ تُحْفَةٌ قَلِيْلَةٌ وَفِي مَعْنَاهُ قُوَّةٌ رُوْحِيَّةٌ وَعَقْلِيَّةٌ عَدِيْمَةُ الْمِثَالِ


Artinya, “Dan kami mengambil cukup dari pembahasan tentang hizib-hizib pada Hizib al-Barr karya Imam asy-Syadzili. Hizib ini adalah hizib paling utama, baik dari segi lafal dan maknanya. Ia merupakan karya yang (isinya) sedikit, namun maknanya mampu memberikan kekuatan ruhiyyah dan ‘aqliyyah. Ia juga tidak ada bandingnya.” (Zaki Mubarak, at-Tashawwuful Islâmi fîl Adab wal Akhlâk, [Beirut, Dârul Kutub wal Watsâ-iq al-Qaumiyyah: 2006], juz II, halaman 92).

    
Teknis Pembacaan
Adapun tata cara membaca Hizib al-Barr sebenarnya tidak memiliki waktu secara khusus. Ia boleh di baca kapan pun dan di mana pun. Namun menurut Sayyid Abdurrahman al-Fasi, sebaiknya Hizib al-Barr dibaca dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi setelah shalat Subuh sampai waktu Dhuha dan malam hari setelah shalat Maghrib sampai masuk waktu Isya’. Kebiasaan ini sebagaimana yang telah menjadi tradisi di kalangan para Sadah Syadziliyah. Wallâhu a’lam bisshawâb. (Al-Fasi, Syarhu Hizbil Barr, halaman 63).

 

 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan.