Sirah Nabawiyah

Cara Rasulullah Menolak Masakan Istri yang Tidak Sesuai Seleranya

Ahad, 9 Desember 2018 | 14:00 WIB

Seorang sahabat mengenang Rasulullah saw sebagai manusia yang terbaik secara khalq dan khuluq. Maksud khalq adalah ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisik. Sementara khuluq adalah ciptaan Alllah yang bersifat batiniah. Dengan demikian, Rasulullah adalah seorang yang terbaik, baik secara fisik maupun akhlak.  

Testimoni tentang keagungan, khususnya akhlak, Rasulullah juga datang dari Allah langsung dalam QS. Surat Al-Qalam ayat 4. Di situ disebutkan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang sangat agung (Wa innaka la’ala khuluqin adzim). Dalam ayat lain, Allah juga menegaskan bahwa pada diri Rasulullah terdapat sifat-sifat suri teladan yang baik. 

Rasulullah menjadi teladan bagi umatnya dalam segala aspek kehidupan. Tidak hanya dalam urusan ibadah, tapi juga urusan-urusan lainnya seperti berteman, bertetangga, bahkan hingga berumah tangga. Termasuk tetap bersikap baik kepada istri dan tidak menyakitinya, meski apa yang diperbuat istri tidak sesuai dengan apa yang dia ‘kehendaki.’ Rasulullah telah memberikan teladan tentang hal itu. 

Dalam buku Kisah-kisah Romantis Rasulullah (Ahmad Rofi’ Usmani, 2017), disebutkan bahwa Rasulullah pernah menolak masakan istrinya yang tidak sesuai dengan seleranya. Meski demikian, Rasulullah menolaknya dengan cara yang baik dan halus sehingga tidak sampai membuat istrinya sakit hati.

Begini ceritanya, pada hari itu Rasulullah mengajak Khalid bin Walid menemui salah satu istrinya, Maimunah bin Harits. Sebagaimana diketahui, Maimunah adalah saudara perempuan ibu Khalid, Lubabah al-Sughra binti Harits. Dengan demikian, Khalid adalah keponakan dari Maimunah, istri Rasulullah.

Ketika Rasulullah dan Khalid tiba di bilik Maimunah, istri Rasulullah itu menuju ke dapur dan memasak daging dhabb (sejenis biawak) yang diperoleh dari saudaranya yang tinggal di Nejd, Hafidah binti Harits. Selang beberapa waktu, Maimunah berhasil menyelesaikan masakannya. Ia langsung menghidangkan masakannya itu untuk Rasulullah dan Khalid.

Pada saat Rasulullah menjulurkan tangannya untuk mengambil hidangan Maimunah itu, seseorang tiba-tiba memberikan informasi bahwa itu adalah daging dhabb. Segera saja Rasulullah langsung menarik kembali tangannya. Beliau tidak jadi memakan masakan Maimunah itu.

Khalid yang berada di samping Rasulullah penasaran. Ia kemudian bertanya kepada Rasulullah perihal daging dhabb itu. Apakah halal atau haram? Dan mengapa Rasulullah mengurungkan niatnya untuk mengambilnya dan tidak jadi memakannya?

“Daging dhabb tidak haram. Hanya saja daging dhabb ini tidak terdapat di daerah kaumku. Karena itu aku kurang merasa berselera untuk memakannya,” kata Rasulullah dengan nada halus dan santun.

Setelah mendengar penjelasan itu, Khalid –yang memang doyan dengan dhabb- langsung memakan masakan yang dihidangkan Maimunah itu. Ia memakannya dengan begitu lahap. Sementara Rasulullah hanya melihatnya dan tidak melarang Khalid untuk berhenti memakannya.

Demikian cara Rasulullah menolak masakan istri yang tidak sesuai dengan seleranya. Beliau menggunakan alasan yang bisa diterima oleh istrinya. Cara menyampaikannya pun dengan santun dan halus sehingga istrinya tidak marah. (A Muchlishon Rochmat)