Sirah Nabawiyah

Khittah Umat Nabi Muhammad Kini: Merujuk kepada Ulama

Sen, 31 Januari 2022 | 17:30 WIB

Khittah Umat Nabi Muhammad Kini: Merujuk kepada Ulama

Ilustrasi ulama. (Foto: NU Online)

Ketika Rasulullah SAW telah wafat, para sahabat menjadi rujukan umat dalam setiap urusan, baik menyangkut agama, politik, dan sosial. Setelah sahabat tidak ada, generasi selanjutnya ialah tabi’in yang disebut juga generasi salaf, atau yang sering disebut salafus shalih. Dan setelah itu ulama mutaqaddimin. Mereka semua mendapat pengakuan langsung dari Allah SWT dan Rasulullah SAW.


Habib Luthfi bin Yahya dalam bukunya Secercah Tinta (2012) mengungkapkan, predikat yang diberikan Rasulullah kepada generasi berikutnya ialah ulama’i ka an-nabi bani isra’il (ulama dari kalangan umatku seperti para Nabi di kalangan Bani Israil).


Dari pengakuan dan predikat yang dinyatakan langsung oleh Nabi Muhammad tersebut menegaskan keistimewaan ulama dari kalangan umat Nabi SAW yang sebanding dengan Nabi di kalangan Bani Israil. Dari petunjuk tersebut, tidak ada alasan bagi umat Nabi Muhammad untuk tidak mengikuti ulama yang merupakan pewaris para Nabi (al-ulama waratsatul anbiya).


Kriteria ulama yang dapat diikuti tentu saja yang mewarisi akhlak Nabi Muhammad dan mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya, tidak membuat kerusakan di muka bumi, mampu hidup berdampingan dengan sesama makhluk Allah swt, dan lain sebagainya.


Istilah ulama sendiri merujuk kepada seseorang yang mumpuni dalam bidang ilmu agama, berakhlak baik, menjadi teladan hidup bagi masyarakat, dan sifat-sifat mulia lainnya. Ulama senantiasa mengisi sendi-sendi kehidupan dengan laku positif yang berdampak kebaikan secara luas. Keberadaan ulama mendatangkan rahmat, bukan laknat. Dakwahnya juga merangkul, bukan memukul, mengajak bukan mengejek.


Hadits Riwayat Ad-Dailami dari Anas r.a, Rasulullah SAW bersabda: ittabi’ul ulama’a fainnahum suruuhud dunyaa wamashaa biihul akhirah. 


“Ikutilah para ulama karena sesungguhnya mereka adalah pelita-pelita dunia dan lampu-lampu akhirat.” (HR Ad-Dailami)


Hadits di atas tentu saja semakin memperkuat pengakuan Rasulullah terhadap para ulamanya. Namun, saat ini sebagian masyarakat masih ada yang terjebak dengan simbol-simbol agama yang melekat melalui pakaian. Akibatnya, meskipun seorang itu tidak berilmu, bahkan secara perilaku dan ucapan tidak mencerminkan akhlak mulia, tetapi kerap diikuti sebagai seorang yang dianggap mengerti agama.


Padahal, keistimewaan para ulama yang layak diikuti banyak diungkap dari berbagai hadits di antaranya hadits yang berbunyi: man shafahani aw shafaha man shafahani ila yaumil qiyamah dakhalal jannah (barang siapa yang bersalaman denganku atau bersalaman dengan orang yang bersalaman denganku hingga hari kiamat, maka ia masuk surga).


Hadits itu disebut sebagai hadits musalsal bil mushafahah al-mamariyah, Muhammad bin Ja’far Al-Katani dalam risalah al-musalsalat.

 

Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon