Sirah Nabawiyah

Kisah Nabi Muhammad dan Sahabat Disabilitas Amr bin Al-Jamuh

Jum, 16 Agustus 2019 | 08:00 WIB

“Demi Dzat yang diriku yang ada pada tangan-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada orang yang jika ia bersumpah, ia pasti melakukannya. Di antara mereka adalah Amr al-Jamuh. Dan sungguh aku telah melihatnya menginjakkan kakinya yang pincang di surga,” kata Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Ibnu Hibban.

Nabi Muhammad adalah suri teladan bagi umat Muslim dalam hal memperlakukan orang berkebutuhan khusus (disabilitas). Beliau memperlakukan mereka dengan perlakuan yang sangat baik dan penuh hormat. Tidak membedakan mereka dengan sahabatnya yang normal secara fisik.

Hal ini terlihat dari sikap Nabi Muhammad kepada Amr bin al-Jamuh sebagaimana tertera dalam buku Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam (Raghib as-Sirjani, 2011). Amr adalah seorang sahabat yang pincang. Ia memiliki empat orang anak laki-laki yang mengikuti beberapa peperangan bersama Nabi Muhammad.  

Suatu ketika, menjelang Perang Uhud, Amr bin al-Jamuh mengutarakan keinginannya untuk ikut bergabung dengan pasukan umat Muslim melawan kaum musyrik Makkah. Namun keempat anaknya menghalanginya, mengingat kondisi bapaknya yang demikian. Tidak terima dengan itu, Amr bin al-Jamuh mendatangi Nabi Muhammad. Ia mengadu kepada Nabi bahwa alasan dirinya ingin berperang adalah agar kakinya yang pincang bisa menginjak surga.

“Sesungguhnya anak-anakku ingin menahanku untuk keluar bersamamu pada perang (Uhud) ini. Padahal demi Allah, aku benar-benar ingin kakiku yang pincang ini dapat menginjak surga,” kata Amr bin al-Jamuh kepada Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad merespons aduan Amr bin al-Jamuh tersebut dengan jawaban yang menarik. Jawaban yang diberikan kepada Amr berbeda dengan anaknya. Kepada Amr, Nabi mengatakan bahwa Allah sudah memaafkannya sehingga ia tidak memiliki  kewajiban lagi untuk ikut berperang. Sementara kepada anak-anaknya Amr, Nabi mengimbau agar tidak melarang bapaknya tersebut.

“Hendaklah kalian jangan menghalanginya, semoga Allah menganugerahinya mati syahid,” kata Nabi kepada anak-anak Amr bin al-Jamuh.

Amr bin al-Jamuh akhirnya ikut berperang bersama dengan Nabi Muhammad dan pasukan umat Muslim. Ia kemudian terbunuh dalam Perang Uhud. Setelah itu, Nabi bersabda bahwa dirinya melihat Amr bin al-Jamuh menginjakkan kakinya yang pincang di surga.

Nabi Muhammad juga begitu perhatian kepada sahabatnya yang sedang sakit, dengan mengunjungi dan mencurahkan kasih sayangya, sehingga mereka dan keluarganya merasa bahagia. Suatu ketika, Nabi Muhammad dan beberapa sahabatnya menjenguk Sa’ad bin Ubadah yang sedang sakit. Beliau mendapati banyak orang ketika memasuki rumah Sa’ad bin Ubadah. 

Nabi bertanya apakah Sa’ad bin Ubadah sudah meninggal. Keluarga Sa’ad menjawab bahwa Sa’ad bin Ubadah belum meninggal. Nabi kemudian menangis. Para sahabat yang ketika itu berada di rumah Sa’ad bin Ubadah juga ikut menangis setelah melihat Nabi menangis. 

Jika ada sahabatnya yang sakit, Nabi Muhammad selalu mendoakan dan memberikan kabar gembira kepada mereka. Kata Nabi, mereka yang sakit akan memperoleh pahala sebagai hasil dari penyakit yang dideritanya.

“Bergembiralah wahai Ummu al-‘Ala, karena sakitnya seorang Muslim, Allah jadikan penghapus kesalahan-kesalahannya sebagaimana api menghilangkan kotoran pada emas dan perak,” kata Nabi Muhammad menjenguk Ummu al-‘Ala yang tengah sakit. (Muchlishon Rochmat)