Sirah Nabawiyah

Kisah Pernikahan Rasulullah dan Ummu Salamah di Bulan Syawal

Sen, 23 Mei 2022 | 13:00 WIB

Kisah Pernikahan Rasulullah dan Ummu Salamah di Bulan Syawal

Ilustrasi Rasulullah saw. (Foto: NU Online)

Memiliki nama lengkap Hindun binti Abu Umayyah Hudzafah bin Al-Hughirah Al-Qurasisyiyah Al-Makhzumiyah, wanita yang mempunyai julukan Ummu Salamah ini beruntung karena diperistri oleh Rasulullah saw setelah suami tercintanya, Abu Salamah, meninggal dunia dalam Perang Badar.


Para sejarawan mengatakan bahwa pernikahan Nabi Muhammad dan Ummu Salamah terjadi pada bulan Syawal tahun 4 H. Salah satunya pendapat ini dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir dengan mengutip sejarawan Al-Waqidi dalam Al-Bidâyah wan Nihâyah. (Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wan Nihâyah, t.t: juz IV, h. 103)


Ummu Salamah dan suaminya, Abu Salamah, merupakan sepasang Muslim yang sangat taat dan memiliki kontribusi dalam memperjuangkan dakwah Rasulullah saw di masa awal. Mereka pernah mengikuti hijrah sebanyak dua kali. Sebab, keduanya pernah terlibat dalam peristiwa hijrah ke Habasyah bersama sahabat yang lainnya demi menyelamatkan akidah dari kaum musyrikin. 


Kemudian, keduanya sempat kembali ke Makkah lalu hijrah ke Madinah bersama Rasulullah dan Muslim yang lainnya. Sang suami juga termasuk sosok sahabat Nabi yang aktif terlibat dalam peperangan demi menegakkan agama Allah. (Ali Muhammad ash-Shallabi, As-Sîrah an-Nabawiyah, 2008: 543)


Ummu Salamah merupakan seorang istri yang sangat patuh dan mencintai suaminya. Dikisahkan, sekali waktu ia berkata kepada suaminya, “Aku pernah mendengar, seorang istri yang ditinggal mati suaminya akan mendapat balasan surga. Dan jika ia tidak menikah lagi (sepeninggal suaminya), maka Allah akan mengumpulkan keduanya di surga kelak. Oleh karena itu, aku berjanji tidak akan menikah lagi setelah engkau tiada.”


Mendengar ucapan istrinya itu, Abu Salamah berkata dengan nada tidak setuju, “Apakah kau mau mematuhiku?” “Tentu,” jawab Ummu Salamah. “Jika aku sudah meninggal, menikahlah,” pinta Abu Salamah. Abu Salamah pun berdoa untuk istrinya, “Ya Allah, berilah Ummu Salamah sepeninggalku sosok suami yang lebih baik dariku, yang tidak membuatnya sedih dan tidak menyakitinya.”


Setelah suaminya meninggal, Ummu Salamah berkata, “Siapa laki-laki yang lebih baik dari Abu Salamah?” Tidak lama kemudian Rasulullah saw sambil berdiri di depan pintu menyatakan pinangannya kepada keponakan atau anak Ummu Salamah. Menanggapi hal itu, Ummu Salamah berkata, “Aku akan mendatangi Rasulullah sendiri, atau bersama keluargaku.” Keesokan harinya Rasulullah melamarnya. (Syamsuddin adz-Dzahabi, Siyaru A’lâmin Nubalâ, 1982: juz II, h. 203)


Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa setelah suaminya meninggal, Ummu Salamah sowan ke Rasulullah. Ummu Salamah kemudian diperintahkan untuk berdoa yang baik-baik untuk suaminya, sebab ucapannya akan diaminkan oleh malaikat. Ummu Salamah kemudian berdoa sesuai yang diajarkan Rasulullah, “Ya Allah, ampunilah aku dan dia (Abu Salamah) dan berilah aku atas kematiannya itu dengan ganti yang lebih baik.”


Doanya kemudian dikabulkan oleh Allah swt. Dan ia memperoleh pengganti yang lebih baik dari suaminya, yaitu Rasulullah saw. Kisah ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Muslim berikut,


عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ أَوْ الْمَيِّتَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ قَدْ مَاتَ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً قَالَتْ فَقُلْتُ فَأَعْقَبَنِي اللَّهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي مِنْهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه مسلم(


Artinya, “Dari Umma Salamah, dia berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘Jika kalian menjenguk orang sakit atau bertakziah ke orang meninggal, maka ucapkanlah kebaikan. Sebab, malaikat akan mengamini apa yang kalian katakan. Ummu Salamah berkata, ‘Ketika Abu Salamah meninggal, aku mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh Abu Salamah sudah meninggal.’”


“Rasulullah pun bersabda padanya, ‘Berdoalah, ‘Ya Allah, ampunilah aku dan dia (Abu Salamah) dan berilah aku atas kematiannya itu dengan ganti yang labih baik.’ Ummu Salamah berkata, ‘Maka aku pun berkata demikian. Allah pun memberiku ganti yang lebih baik darinya, yaitu Nabi Muhammad saw.’” (HR Muslim)


Mulanya Ummu Salamah sedikit minder saat menerima lamaran Rasulullah. Di antaranya adalah mengingat dirinya janda yang mempunyai beberapa anak dan usianya sudah tak lagi muda. Namun, semua ini tidak menjadi pertimbangan Rasulullah. Bahkan saat ia menyampaikan usianya yang sudah tua, Rasulullah menjawab, “Usiaku jauh lebih tua darimu.”


Hikmah pernikahan

Selain sebagai balasan untuk Ummu Salamah dan suaminya karena sudah turut berjuang dalam menegakkan agama Islam di masa-masa awal (sekaligus untuk menghibur setelah suaminya meninggal), ada sejumlah alasan mengapa Rasulullah menikahi wanita dari Bani Makhzum itu.


Diketahui, Ummu Salamah berasal dari Bani Makzum. Kabilah ini tidak menyukai Rasulullah, sementara kabilah tersebut memiliki kedudukan mulia di tengah-tengah kaum Quraisy. Dengan menikahi putri dari kalangan mereka, maka menunjukkan bahwa Rasulullah tidak pernah sedikit pun memusuhi mereka, sehingga hubungan kabilah tersebut dengan sang nabi membaik.


Selain itu, dengan menjadi istri Rasulullah, Ummu Salamah berjasa besar dalam periwayatan hadits. Ia terhitung meriwayatkan sebanyak 388 hadits dari beliau. Tiga belas di antaranya disepakati oleh Imam Bukhari dam Muslim, tiga hadits tersendiri diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dan tiga belas hadits diriwayatkan sendiri oleh Imam Muslim. Dengan begitu, ia turut andil dalam menyebarkan ilmu pengetahuan. (Syamsuddin adz-Dzahabi, Siyaru A’lâmin Nubalâ, 1982: juz II, h. 210) (Muhamad Abror)