Sirah Nabawiyah

Kisah Pernikahan Rasulullah dengan Siti Juwairiyah di Bulan Sya’ban

Rab, 23 Maret 2022 | 13:00 WIB

Kisah Pernikahan Rasulullah dengan Siti Juwairiyah di Bulan Sya’ban

Ilustrasi Rasulullah saw. (Foto: NU Online)

Bernama lengkap Juwairiyah binti Harits bin Dhirar bin Hubaib bin Khuzaimah al-Khuza’iyah al-Musthaliqiyah, putri pimpinan Klan Musthaliq Harits bin Dhirar ini menjadi wanita yang sangat beruntung karena diperistri oleh Rasulullah saw pada bulan Sya’ban bersamaan dengan peristiwa Perang Bani Musthaliq.


Lebih tepatnya pernikahan tersebut terjadi pada Sya’ban tahun 6 H berdasarkan pendapat yang lebih benar (asḫaḫ) sebagaimana dikemukakan Sejarawan Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Rahiqul Makhtum, sementara jika merujuk pada pendapat Nuruddin al-Halbi dalam Sirah al-Ḫalbiyah terjadi pada Sya’ban tahun 4 H.


Lain lagi jika menurut Ali Muhammad ash-Shallabi dalam as-Sirah an-Nabawiyah ‘Ardhu Waqa’ii wa Tahlilul Ahdats yang mengatakan bahwa sejumlah ulama berpendapat bahwa Perang Bani Musthaliq (dan berarti juga pernikahan Nabi dengan Siti Juwairiyah) terjadi pada Sya’ban tahun 5 H. 


Ulama yang dimaksud ash-Shallabi ini di antaranya adalah Musa bin ‘Uqbah, Ibnu Sa’ad, Ibnu Qutaibah, al-Baladzary, adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar al-Atsqalani, Ibnu Katsir, Alkadzri Bik, al-Ghazlai, dan al-Buthi.


Kekalahan Klan Mushthaliq

Klan Musthaliq merupakan bagian dari suku Khuza’ah, sementara nama ‘Musthaliq’ sendiri diambil dari nama kakek klan tersebut. Klan Musthaliq merupakan salah satu kelompok yang terlibat pertempuran dengan tentara Muslim karena beberapa alasan sebagaimana dikemukakan oleh ash-Shallabi berikut:


Pertama, klan ini telah memberi dukungan kepada kelompok Quraisy untuk melancarkan perlawanan terhadap kaum Muslim. Mereka juga turut serta dalam Perang Uhud sebagai lawan.

 

Kedua, mereka telah mendominasi jalur utama yang menuju Kota Makkah sehingga menjadi penghalang yang sangat kuat dan mengakibatkan kaum Muslim sulit memasuki kota suci itu.


Ketiga, upaya Klan Musthaliq untuk menghimpun pasukan dan melancarkan serangan kepada kaum Muslim yang diorganisir oleh komandan perang bernama Harits bin Abi Dhirar.

 

Rasulullah yang mendengar kabar ini langsung menggalang tentara Muslim sebagai bentuk perlawanan. Karena kedua belah pihak bertemu di sebuah pangkalan air bernama Muraisi’ di daerah Qadid, pertempuran ini juga memiliki nama Perang Muraisi’.


Dari faktor ketiga ini, jelas bahwa Rasulullah dan pasukan Muslim tidak menyerang musuh terlebih dulu, tetapi melakukan perlawanan karena kaumnya memperoleh gangguan dengan cara diperangi sebagaimana disebutkan di atas. Dalam pertempuran ini Klan Musthaliq berhasil dikalahkan oleh tentara Muslim.


Terkait perang ini, Rasulullah pernah menyinggung dalam satu haditsnya yang berbunyi:


إنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أغَارَ علَى بَنِي المُصْطَلِقِ وهُمْ غَارُّونَ، وأَنْعَامُهُمْ تُسْقَى علَى المَاءِ، فَقَتَلَ مُقَاتِلَتَهُمْ، وسَبَى ذَرَارِيَّهُمْ، وأَصَابَ يَومَئذٍ جُوَيْرِيَةَ.


Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhamad saw menyerang Bani Musthaliq secara mendadak saat kondisi musuh sedang lengah, yaitu ketika mereka sedang memberi minum hewan ternak mereka. Kemudian terjadilah perang hingga mereka banyak yang terbunuh dan tertawan, dan pada hari itulah Juwairiyah binti Harits bin Dhirar tertawan.” (HR Bukhari dan Muslim)


Nabi menikahi Juwairiyah

Tidak sedikit anak-anak dan perempuan yang dibawa oleh Klan Musthaliq dalam peperangan ini, sebagai wujud kasih sayang agama Islam, Nabi tidak membunuh mereka melainkan hanya menjadikannya tawanan.

 

Tawanan perang dibagi kepada seluruh tentara Muslim yang terlibat dengan cara diundi. Kebetulan putri Harits bin Abi Dhirar bernama Juwairiyah jatuh di tangan Tsabit bin Qais bin Syams atau pada anak pamannya.


Untuk diketahui, Juwairiyah merupakan sosok wanita yang sangat cantik rupawan. Setiap orang yang melihatnya pasti akan dibuat jatuh hati padanya. Kecantikannya itu bahkan pernah membuat cemburu istri Nabi, sampai-sampai Siti ‘Aisyah pernah berkata saat melihat Juwairiyah sebagai tawanan perang dan mencari Nabi untuk meminta bantuan:


“Demi Allah, aku tidak melihatnya kecuali dari pintu kamarku, namun aku tidak menyukainya dan aku menduga beliau (Rasulullah) akan melihatnya seperti aku juga.”


Juwairiyah bermaksud untuk membebaskan dirinya dari status sebagai tawanan perang. Hingga akhirnya ia menemui Rasulullah untuk meminta bantuan. Sungguh di luar dugaan, Rasulullah justru menawarkan yang lebih dari itu, yaitu menjadikan Juwairiyah sebagai istri Nabi. Mendapat penawaran itu ia pun menerimanya.


Setelah pernikahan tersebut, para tawanan perang yang berada di tangan para sahabat sebanyak 100 orang pun dilepaskan karena status mereka sekarang sebagai kerabat Rasulullah. Akan menjadi tabu jika para sahabat menawan kerabat Nabi yang sangat mereka hormati itu. Karena kemurahan hati ini mereka pun memeluk agama Islam.


Lebih dari itu, Harits bin Dhirar yang semula menjadi panglima perang melawan pasukan Muslim pun akhirnya masuk Islam setelah putrinya menikah dengan Nabi dan pasukannya memeluk Islam. 


Karena kejadian di atas, Perang Bani Musthaliq dinilai sebagai pertempuran yang penuh berkah karena banyak membuat ratusan pasukan lawan memeluk agama Islam. Ash-Shallabi dalam as-Sirah an-Nabawiyah ‘Ardhu Waqa’ii wa Tahlilul Ahdats mengatakan:


تعتبر غزوة بني المريسيع من الغزوات الفريدة المباركة التي أسلمت عقبها قبيلة بأسرها


Artinya: “Perang Bani Muraisi’ dianggap sebagai perang yang istimewa dan berkah karena setelahnya satu kabilah beserta seluruh penduduknya masuk Islam.”


Referensi:

Safyurrahman al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Muntada al-Tsaqafah, 2013), halaman 279-280)


Abil Farj al-Halbi, Sirah al-Ḫalbiyah, (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 2013), juz II, halaman 378)


Ali Muhammad ash-Shallabi, Sirah an-Nabawiyah ‘Ardhu Waqa’ii wa Tahlilul Ahdats, (Beirut: Darul Ma’rifah, 2008), halaman 571-574.


Penulis: Muhamad Abror

Editor: Fathoni Ahmad