Martin Lings: Penulis Sirah Nabawi Berbahasa Inggris dengan Nuansa Kitab Kuning
Selasa, 24 September 2024 | 19:30 WIB
Rifqi Iman Salafi
Kolomnis
Martin Lings atau Abu Bakar Sirajud Din (1909-2005) adalah seorang mualaf berkebangsaan Inggris yang dikenal luas berkat sirah nabawi yang ditulisnya, Muhammad: His Life Based on The Earliest Source. Pemegang gelar Magister Sastra Inggris dari Universitas Oxford ini mengenal Islam lewat seorang pakar perbandingan agama sekaligus penganut Tarekat Alawiyah asal Jerman, Frithjof Schuon.
Lings belajar bahasa Arab sewaktu ia mengajar di University of Cairo dan School of Oriental and African Studies (SOAS) London, Inggris. Selepas masa studi, ia bekerja sebagai penjaga naskah-naskah asal Timur di British Museum dan kurator hal yang sama di British Library. Selain bekerja, suami dari Lesley Smalley itu juga sibuk menjadi pendakwah dan penulis.
Karyanya yang paling masyhur adalah Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources. Buku ini mendapatkan penghargaan National Seerah Award dari Kementerian Agama Pakistan pada 1983. Penghargaan tersebut diraih setelah buku ini dinobatkan sebagai sirah nabawi terbaik dalam Konferensi Sirah Nabawi Nasional di Islamabad, Pakistan di tahun yang sama. Karya ini juga mendapat penghargaan dari Presiden Mesir Husni Mubarak pada tahun 1990.
Buku ini terdiri atas 85 bab. Seluruh bab, kecuali Bab 16, 23, 25, 30, 81, dan 82, secara kronologis membicarakan tentang sirah nabawi, mulai dari janji Allah SWT akan memberi Nabi Ibrahim AS keturunan, hingga peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Jika diperiodisasikan, 79 bab ini dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian: periode prakelahiran Nabi Muhammad SAW, periode dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah, dan periode kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Selain itu, enam bab lainnya (Bab 16, 23, 25, 30, 81, dan 82) membahas cabang-cabang ilmu dalam khazanah keilmuan Islam, yaitu tauhid, peribadatan, Hari Kiamat, dan maqamat dalam sufisme.
Penyertaan enam bab di atas sebenarnya kurang lazim bagi sebuah buku sirah nabawi. Bab-bab dengan substansi demikian banyak ditemui pada buku-buku pengantar Studi Islam. Menurut hemat penulis, kurasi ini dimaksudkan untuk mengenalkan Islam kepada warga Barat sebagai pembaca potensial sirah ini.
Jika ditilik dari referensi yang dipilih, Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources terasa seperti sebuah kitab kuning yang banyak dipelajari di pondok pesantren meskipun menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
Kendati lahir, hidup, belajar, dan berkarir di Barat, Martin Lings sama sekali tak menjadikan satu pun karya orientalis Barat sebagai referensi tulisannya. Ia memilih menggunakan riwayat-riwayat awal yang tersebar pada kitab-kitab hadits dan sirah nabawi sebagai referensi karyanya.
Hal ini tentu menggambarkan konsistensi atas apa yang ia klaim dalam subjudul karyanya, ‘… His Life Based on The Earliest Sources’ yang berarti ‘Kehidupannya Berdasarkan Sumber-Sumber Paling Awal. Pasalnya, sumber-sumber terawal sirah nabawi adalah riwayat-riwayat yang tersebar dalam buku-buku hadits dan sirah. Hal ini juga menambah nilai plus dari karya setebal 362 halaman ini karena menggunakan sumber primer sebagai referensi.
Pengagum karya-karya Shakespeare ini banyak mengutip riwayat-riwayat yang termaktub dalam kitab-kitab yang tergabung dalam Kutubus Sittah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Abi Dawud, dan Sunan Ibni Majah.
Enam kitab hadits tersebut adalah yang paling otoritatif dalam khazanah Studi Hadits di kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah. Selain itu, Lings juga banyak mengutip sirah karya para penulis pionir sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, seperti Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq, Ibnu Sa’ad, dan ath-Thabari.
Kendati mengambal riwayat-riwayat awal tentang kehidupan Nabi Muhammad, namun hal ini tak menjadikan Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources memiliki cita rasa deskriptif-naratif layaknya sumber-sumber yang ia kutip. Buku sirah nabawi ini juga punya langgam yang cenderung analitik seperti halnya sirah nabawi yang ditulis oleh orientalis Barat.
Hal ini terlihat saat Lings mendeskripsikan kebencian yang ditunjukkan oleh musuh-musuh Nabi Muhammad SAW ketika beliau berdakwah (2006: hlm. 76):
“… generally speaking, whereas the Arabs were in favour of the man but against the message, the Jews were in favour of the message but against the man.”
Artinya, “Secara umum bisa dikatakan bahwa orang-orang Arab menyukai orangnya (Nabi Muhammad) tetapi membenci risalah yang dibawakan, sementara orang-orang Yahudi menyetujui risalah yang dibawakan namun membenci siapa yang membawakan.”
Keterangan di atas merupakan analisis Lings mengenai perbedaan alasan kebencian para musuh Nabi Muhammad SAW terhadap dakwahnya. Orang-orang Arab, maksudnya Suku Quraisy, menyukai Nabi Muhammad secara personal karena dia termasuk ke dalam kalangan bangsawan, yakni Bani Hasyim. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang berintegritas dan berkelakuan baik. Hanya saja, mereka membenci Muhammad karena ia mendakwahkan risalah yang bertentangan dengan keyakinan yang telah diwariskan turun temurun, terutama dalam hal penyembahan berhala.
Orang-orang dari kalangan suku-suku Yahudi yang tinggal di Madinah seperti Bani Qaynuqa’, Bani Nadir, dan Bani Qurayzhah, mengamini risalah yang dibawakan Nabi Muhammad karena selaras dengan ajaran yang mereka yakini selama ini. Mereka memang tengah menunggu sejak lama penyempurna nubuwat Tuhan yang fondasinya telah diletakkan Nabi Musa.
Kendati demikian, mereka kecewa karena yang membawanya adalah nabi yang berdarah Arab, bukan bangsa Yahudi seperti mereka. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi Madinah membenci dakwah Nabi Muhamammad.
Berdasarkan pemaparan di atas, Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources merupakan buku sirah nabawi yang unik. Martin Lings mampu mengolaborasikan dengan apik tradisi penulisan sirah nabawi versi Barat dan Timur. Di kalangan pembaca Barat, buku ini akan menjadi pembanding yang sistematis bagi buku-buku sejarah Nabi versi Barat yang cenderung memojokkan Nabi Muhammad SAW.
Di sisi lain, buku ini juga layak dikaji oleh pembaca muslim di Tanah Air, di mana bahasa Inggris lebih populer di tengah masyarakat ketimbang bahasa Arab. Masyarakat bisa memperdalam kemampuan bahasa Inggris sekaligus menambah pengetahuan tentang sosok panutan yang begitu purna, Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam
Rifqi Iman Salafi, alumnus Sastra Inggris UIN Jakarta, Pesantren Al-Hikmah 2 Brebes, dan Pesantren Darus-Sunnah Ciputat
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
3
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
4
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
5
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
6
Acara NU pada Masa Kolonial: Tak Hanya di Masjid atau Pesantren, tapi Juga di Bioskop
Terkini
Lihat Semua