Sirah Nabawiyah

Perhatian Nabi Muhammad terhadap Enam Hak Dasar Perempuan

Rab, 30 Oktober 2019 | 07:30 WIB

Perhatian Nabi Muhammad terhadap Enam Hak Dasar Perempuan

Ilustrasi: NU Online

“Hai manusia, sungguh Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Surat Al-Hujurat ayat 13).

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kemanusiaan yang sama karena berasal dari asal yang sama. Semenjak Islam datang, tidak ada lagi pembedaan antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam nilai kemanusiaannya.

Hal itu berbalik dengan praktik-praktik yang terjadi pada umat terdahulu atau zaman Jahiliyah, yang merendahkan harkat dan martabat serta mengeliminasi hak-hak perempuan. Bahkan ironisnya, perempuan diperlakukan ‘bukan sebagai manusia’ namun dianggap properti yang bisa diwariskan kepada anak-anaknya.

Nabi Muhammad—dengan ajaran Islam- hadir untuk membela dan mengangkat derajat kaum hawa. Dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki nilai dan kedudukan yang sama di dunia. Hanya mereka yang bertakwalah yang memiliki kedudukan yang paling mulia di sisi Allah. Beliau juga menetapkan hak-hak perempuan, baik sebagai seorang anak, istri, saudara, atau pun ibu.

Merujuk pada Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011), ada beberapa hal atau ketentuan yang ditetapkan Nabi Muhammad dalam rangka mengangkat dan memuliakan derajat perempuan, serta memulihkan hak-hak perempuan. Pertama, melarang membunuh anak perempuan. Pada masa Jahiliyah, orang merasa malu atau khawatir jika memiliki anak perempuan. Malu karena anak perempuan dianggap merupakan aib keluarga. Khawatir tidak dapat memberi makan mereka. Oleh karenanya, mereka mengubur hidup-hidup anak perempuannya yang baru saja lahir.

Nabi Muhammad mengharamkan praktik semacam itu dan menilainya sebagai sebuah perbuatan kriminal. Tidak hanya itu, Nabi juga menyebutkan bahwa membunuh anak perempuan termasuk salah satu perbuatan dengan dosa paling besar, di samping menyekutukan Allah dan berzina dengan tetangga.

Kedua, berbuat baik kepada perempuan. Nabi Muhammad menganjurkan umatnya agar berbuat baik kepada perempuan sejak mereka masih kecil. Juga menanggung keperluan anak perempuan. Jika seseorang melaksanakan anjuran Nabi tersebut, maka dia akan terselamatkan dari api neraka.

Di samping itu, Nabi Muhammad juga menyerukan kepada umatnya agar mendidik perempuan dengan baik. Bahkan Nabi Muhammad meluangkan waktunya satu hari dari sepekan untuk memberikan pengajaran kepada sahabat perempuan. 

Ketiga, meminta izin perempuan ketika hendak menikahkannya. Nabi Muhammad menegaskan bahwa perempuan memiliki hak untuk menolak atau menerima lamaran nikah yang datang kepadanya. Wali harus meminta izin perempuan ketika hendak menikahkannya. Seorang wali tidak boleh memaksanya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak diinginkannya. 

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya. Dan seorang gadis harus diminta izinnya tentang dirinya, dan izinnya itu adalah diamnya,” kata Nabi Muhammad dalam satu hadits riwayat Muslim.

Keempat, berbuat baik kepada istri. Ketika perempuan sudah menjadi seorang istri, maka dia harus diperlakukan dengan baik dan penuh martabat. Jika suami melakukan hal demikian, maka ia akan mendapatkan pahala. Sebaliknya, jika hak istri diabaikan atau disia-siakan, maka suaminya akan berdosa. 

Kelima, perempuan memiliki hak untuk berpisah dengan suaminya (khulu’). Suatu ketika, istri Tsabit bin Qais mendatangi Nabi Muhammad. Kepada Nabi, dia mengungkapkan keinginannya untuk berpisah dengan Tsabit bin Qais karena suatu hal. Hanya saja, istri Tsabit takut berpisah dengan Tsabit akan membawa kepada kekufuran. 

Nabi Muhammad mengonfirmasi keinginan istri Tsabit tersebut. Nabi kemudian memerintahkan dia untuk menceraikan Tsabit setelah perempuan tersebut tetap bersikukuh dengan pendiriannya, berpisah dengan Tsabit.   

Keenam, menetapkan hak harta istri. Nabi Muhammad menetapkan bahwa seorang istri memiliki hak harta yang independen secara penuh, sama seperti seorang suami. Oleh karenanya, mereka diperbolehkan melakukan jual-beli, sewa-menyewa, menghibahkan, mewakilkan, atau transaksi lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.

Demikianlah perhatian Nabi Muhammad terhadap hak-hak perempuan. Beliau menetapkan beberapa ketentuan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan, serta memulihkan kembali hak-hak mereka yang selama ini dirampas. Wallahu ‘alam.
 

Penulis: Muchlishon
Editor: Alhafiz Kurniawan