Sirah Nabawiyah

Sejumlah Alasan Rasulullah Lebih Mulia Dibanding Nabi-Nabi Lainnya (II) 

Kam, 13 Oktober 2022 | 16:00 WIB

Sejumlah Alasan Rasulullah Lebih Mulia Dibanding Nabi-Nabi Lainnya (II) 

Nabi Muhammad saw memiliki keutamaan dan keistimewaan melebihi para nabi dan rasul lainnya.

Semua ulama sepakat bahwa tiap-tiap nabi yang Allah utus ke bumi memiliki level kemuliaan satu sama lain. Dari seluruh nabi dan rasul yang ada, para ulama juga sepakat bahwa Nabi Muhammad memiliki kedudukan paling luhur. Berikut adalah beberapa alasan yang dipaparkan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib.


Mukjizat Terbanyak 

Setiap nabi yang Allah utus memiliki mukjizat, yaitu hal luar biasa yang mampu membuat musuh tidak berdaya. Seperti Nabi Muhammad diberi mukjizat berupa Al-Qur’an di tengah-tengah kaumnya. Kendati bangsa Arab saat itu terkenal dengan kemampuan sastranya yang tiada tanding, akan tetapi mereka tidak mampu mengalahkan kualitas sastra kitab suci umat Muslim itu, meski hanya satu ayat. 


Menurut Imam Fakhruddin ar-Razi, dari sekian nabi dan rasul yang ada, Nabi Muhammad memiliki mukjizat terbanyak yaitu lebih dari 3000. Dari total tersebut, terbagi ke dalam beberapa kategori. Pertama, berkaitan dengan kemampuan seperti mampu memberi makan banyak orang sampai kenyang hanya dengan sedikit makanan dan menghilangkan dahaga banyak orang hanya dengan sedikit air. 


Kedua, berkaitan dengan pengetahuan seperti mengetahui hal-hal gaib dan Al-Qur’an dengan kualitas sastra tak tertandingi. Ketiga, berkaitan dengan keunggulan karakter seperti memiliki silsilah nasab paling luhur, sifat pemberani, penyayang, pemaaf, dan sejumlah moral luhur lainnya. 


Manusia Paling Mulia 

Dalam beberapa hadits, Rasulullah menyatakan dirinya sebagai manusia paling mulia dari mulai Nabi Adam sampai keturunan-keturunannya. Ini menunjukkan beliau lebih mulia dibanding nabi-nabi lainnya. Salah satu sabda Rasul yang menegaskan hal ini adalah riwayat berikut: 


وعَنِ ابْنِ عَبّاسٍ قالَ: جَلَسَ ناسٌ مِنَ الصَّحابَةِ يَتَذاكَرُونَ فَسَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَدِيثَهم فَقالَ بَعْضُهم: عَجَبًا إنَّ اللَّهَ اتَّخَذَ إبْراهِيمَ خَلِيلًا، وقالَ آخَرُ: ماذا بِأعْجَبَ مِن كَلامِ مُوسى كَلَّمَهُ تَكْلِيمًا، وقالَ آخَرُ: فَعِيسى كَلِمَةُ اللَّهِ ورُوحُهُ، وقالَ آخَرُ: آدَمُ اصْطَفاهُ اللَّهُ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وقالَ: قَدْ سَمِعْتُ كَلامَكم وحُجَّتَكم أنَّ إبْراهِيمَ خَلِيلُ اللَّهِ وهو كَذَلِكَ، ومُوسى نَجِيُّ اللَّهِ وهو كَذَلِكَ، وعِيسى رُوحُ اللَّهِ وهو كَذَلِكَ، وآدَمُ اصْطَفاهُ اللَّهُ تَعالى وهو كَذَلِكَ، ألا وأنا حَبِيبُ اللَّهِ ولا فَخْرَ، وأنا حامِلُ لِواءِ الحَمْدِ يَوْمَ القِيامَةِ ولا فَخْرَ، وأنا أوَّلُ شافِعٍ وأنا أوَّلُ مُشَفَّعٍ يَوْمَ القِيامَةِ ولا فَخْرَ، وأنا أوَّلُ مَن يُحَرِّكُ حَلْقَةَ الجَنَّةِ فَيُفْتَحُ لِي فَأدْخُلُها ومَعِي فُقَراءُ المُؤْمِنِينَ ولا فَخْرَ، وأنا أكْرَمُ الأوَّلِينَ والآخِرِينَ ولا فَخْرَ  . 


Artinya, “Diriwayatan dari Ibnu Abbas, dia berkata, ‘Sekali waktu sekelompok sahabat sedang berbincang-bincang mendiskusikan suatu hal, Rasulullah mendengar semua pembicaraan mereka. Sebagian berkata, ‘Luar biasa, Allah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya.’ Sebagian yang lain menyusuli, ‘Lebih hebat lagi Nabi Musa, dia bisa berbicara dengan Allah tanpa perantara.’ Sebagian berkata, ‘Isa lebih hebat lagi, dia merupakan kalimat Allah dan ruh-Nya.’ Sebagian lain berkata, ‘Adam lebih hebat, dia menjadi nabi pilihan Allah.’ 


Rasulullah yang dari tadi menyimak kemudian keluar dan berkata, ‘Saya mendengar semua yang kalian bicarakan berikut argumen-argumennya. Soal Ibrahim sebagai kekasih Allah, Musa nabi yang diselamatkan Allah dari kejaran Fir’aun, Isa sebagai ruh Allah, dan Adam sebagai pilihan Allah.’ 


‘Namun, ketahuilah, aku adalah kekasih Allah, aku juga yang akan membawa panji pujian pada hari kiamat, orang yang pertama memberi syafaat pada hari kiamat, pertama kali yang memperoleh syafaat, pertama kali yang membuka pintu surga sehingga aku masuk bersama orang-orang mukmin yang fakir, dan akulah manusia paling mulia sampai kapanpun. Semua ini aku sampaikan bukan karena sombong.’” (HR At-Tirmidzi). 


Keutamaan Khusus 

Nabi Muhammad dan umatnya memiliki sejumlah keutamaan khusus yang tidak dimiliki oleh nabi dan umat-umat sebelumnya. Ini mengindikasikan bahwa Rasulullah merupakan nabi paling mulia. 


عَنْ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ


Artinya, “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘Aku ditolong melawan musuh dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan sebagai tempat sujud dan suci bagiku, maka dimana saja seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan harta rampasan bagiku, para nabi sebelumku hanya diutus untuk suatu kaum secara khusus, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia, dan aku diberi hak untuk memberi syafaat.’” (HR Bukhari). 


Bekal Dakwah Lebih Besar 

Setiap rasul diutus sebagai pembina kaumnya masing-masing. Nabi Musa diutus untuk membina Bani Israil, Nabi Hud diutus untuk membina kaum ‘Ad, Nabi Shalih diutus untuk membina kaum Tsamud, Nabi Syu’aib diutus untuk membina kaum Madyan, dan sebagainya. Berbeda dengan Nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia. Dengan begitu, bekal dakwah nabi terakhir ini lebih besar dan lebih matang dibanding nabi-nabi lainnya. 


Logika sederhananya, seorang presiden yang diberi amanah untuk mengurus satu negara memiliki bekal dalam berbagai aspek lebih besar dibanding, misalkan, seorang lurah yang hanya diamanahi untuk mengurus sebuah desa. 


Panggilan Istimewa 

Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah swt memanggil nabi-nabi-Nya dengan nama masing-masing, seperti memanggil Nabi Musa dengan ‘Wahai Musa’ pada surat Al-Baqarah aat 35, demikian juga Nabi Ibrahim dalam surat Ash-Shaffat ayat 104 dan Nabi Musa dalam surat Taha ayat 11 dan 12. Hal ini tidak dilakukan kepada Nabi Muhammad. Allah memanggil putra Abdullah itu dengan seruan ‘Wahai sang utusan (rasul)’ sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 67. (Imam Fakhruddin ar-Razi, Tafsir Al-Kabir, 2015: juz VI, halaman 176-178). Wallahu a’lam.


Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta